Dekadasi moral remaja
Oleh : Ummu Hanif | Pemerhati Sosial dan keluarga
Membicarakan pemuda, seakan menjadi pembicaraan panjang yang tak berujung. Di balik potensinya yang luar biasa, siapapun tidak menyangkal, bahwa saat ini mereka berada dalam jurang kerusakan moral dalam. Nyaris tiap hari media massa dan media sosial dipenuhi berita kerusakan moral generasi. Perilaku hedonistik, tindak kekerasan, seks bebas, aborsi, kejahatan seksual, penyimpangan seksual, pornografi, pornoaksi, narkoba, perundungan, penghinaan agama, praktik prostitusi, dan sejenisnya, tampak sudah lekat di kalangan anak dan remaja masa kini.
Media sosial bahkan telah menjadi media yang terbuka akan konten – konten unfaedah, berbau maksiat bahkan membawa misi amoral generasi. Terlebih dengan semakin melemahnya fungsi agama akibat massifnya proses sekulerisasi di negeri ini. Mirisnya, proses ini dilegalkan negara. Meski tidak mengakui secara langsung, namun dengan membatasi fungsi agama hanya di area pribadi, dan melarangnya “berbicara” di area umum, telah menjadi jalan mulus proses sekulerisasi. Dan lebih dari itu, bahkan mempelajari agama (baca : Islam) secara menyeluruh adalah “kejahatan”, yang pelakukanya bisa mendapat sanksi. Maka, bukanlah hal yang mengherankan jika kita dapati di negeri mayoritas muslim ini, banyak aktivitas – aktivitas maksiat, bahkan di Lembaga yang membawa label agama sekalipun.
Kondisi ini diperparah dengan derasnya pemerintah mengaruskan proyek moderasi. Dengan narasi deradikalisasi yang selalu menjadi alasan utama. Seakan-akan radikalisme agama adalah akar semua problem kebangsaan sehingga solusinya adalah memoderasi ajaran Islam. Padahal kalau kita mau jujur, krisis ekonomi, hutang menumpuk, isu kemiskinan, maraknya korupsi, meningkatnya kriminalitas, terampoknya SDA, bahkan dekadansi moral remaja, tidak ada sama sekali korelasinya dengan pelajaran agama. Justru, belajar agama, akan memungkinkan masyarakat meningkat ketaqwaannya dan semua masalah di atas bisa mendapat solusi.
Maka tidak berlebihan jika ada pihak yang terus mempertanyakan arti penting proyek deradikalisasi di tengah badai krisis multidimensi. Karena jika kita telisik lebih dalam lagi, proyek deradikalisasi tidak lebih dari upaya deideologisasi. Para pemeluk Islam dijauhkan dari keyakinan bahwa Islam adalah solusi problem kehidupan. Akibatnya keterikatan mereka terhadap ajaran Islam kafah makin lama makin longgar, bahkan berani mencampakkan atau melanggar sebagian syariat Islam tanpa rasa bersalah. Disinilah awal mula dekadansi moral generasi dimulai.
Aturan Islam menjamin kebaikan dan keberkahan bagi kehidupan manusia dari masa ke masa. Termasuk menjaga fitrah generasi sebagai hamba Allah dan khalifah fil ardhi. Hal ini telah terbukti sepanjang sejarah peradaban Islam. Maka, jika kita mau membenahi kondisi generasi, Islam lah yang nyata bisa memberi solusi, bukan proyek moderasi yang semakin menjauhkan pemuda dari gambaran tugas yang harus dipikulnya. Wallahu a’lam bi ash sowab.
COMMENTS