cara khilafah mengatasi bencana
Oleh : Dewi Kania (Ibu Rumah Tangga)
Tujuh bulan lalu di wilayah Desa Cihanjuang, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat, tepatnya 9 Januari pada hari Sabtu malam terjadi peristiwa longsor. Insiden itu menyebabkan 26 unit rumah rusak berat, 3 unit rusak sedang, 103 rumah terancam rusak dan menelan korban jiwa sekitar 40 orang. Peristiwa longsor tersebut menyisakan kesedihan yang mendalam dimana harta dan jiwa menjadi korban.
Seluruh korban ditemukan setelah operasi yang dilakukan oleh tim SAR gabungan selama 10 hari. Namun ketika evakuasi korban longsor sedang berlangsung, terdengar teriakan histeris warga Komplek Pondok Paud menyusul suara gemuruh yang berasal dari atas lereng terjadi pada Sabtu, 19 Januari pukul 16.00 WIB. Bukit yang berada di belakang komplek amblas karena tergerus hujan. Longsor susulan terjadi kembali sekitar pukul 20.00 WIB, nahasnya petugas tengah melakukan pendataan awal dan banyak warga sekitar yang datang untuk menonton ke lokasi bencana. Salah satu yang menjadi korban adalah Kapten Setyo, MP Cimanggung Suhanda, dan petugas BPBD Sumedang Yedi. Mereka dikabarkan tertimbun dan akhirnya ketiganya sudah ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa.
Sungguh kesedihan yang bertubi - tubi mendera warga Cimanggung. Betapa tidak, di tengah Pandemi Covid-19 seperti ini warga telah banyak kehilangan tempat tinggal dan hartanya. Menurut pantauan TribunJabar.com, di lokasi bekas longsor sejumlah warga yang terdampak masih ada sebagian yang bertahan di rumah keluarganya, rumah kontrakan, dan di pengungsian. Meraka masih menunggu kepastian tempat relokasi yang sudah dijanjikan pemerintah setempat. Mereka berharap mempriolitaskan penggantian, tetapi pemerintah setempat belum memberi kepastian kapan dan di mana, sementara warga merasa bingung dengan mengeluhkan bahwa rumah dan seluruh harta miliknya telah tertimbun material longsor dan berharap segera mendapat rumah baru yang layak.
Adapun bantuan yang diberikan Pemkab sejauh ini untuk warga yang berada di zona merah mendapatkan uang kontrakan rumah sebesar Rp500.000,00 setiap bulannya dan baru terdata 45 KK. Menurut perjanjian dulu semua akan di relokasikan dan warga sangat berharap secepatnya. Pasalnya selain rumah, sebagai kepala keluarga mereka juga harus mencari pekerjaan lagi karena terancam kehilangan mata pencaharian.
Selain faktor geografis, fenomena bencana sering terjadi akibat dari ulah manusia sendiri. Dengan alasan komersial, ada pihak-pihak tertentu atau kepentingan kelompok yang sengaja menguasai lahan-lahan untuk di jadikan aset atau komoditi di mana bisa dieksploitasi tanpa memikirkan dampak buruk dari perbuatannya. Dari musibah longsor yang terjadi di Cimanggung, kita bisa melihat mengapa hal tersebut bisa terjadi ?. Satu sisi musibah dipandang sebagai fenomena alam yang terjadi secara kebetulan, sedang di sisi lain suatu bencana di pandang sebagai peristiwa kerusakan alam yang diakibatkan oleh ulah manusia itu sendiri.
Sebagai anggota masyarakat, kita bisa melakukan pencegahan bencana dan meminimalisir karena itu merupakan kewajiban setiap orang untuk menjaga diri, keluarga, serta lingkungan tempat tinggal kita. Dalam menanggulangi bencana mungkin di perlukan seluruh lapisan masyarakat dan semua pihak untuk bekerjasama sesuai kemampuan yang dimiliki. Faktor utama upaya penanggulangan adalah masyarakat harus memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam menanggulangi bencana, begitupun pemerintah setempat yang sama-sama merumuskan langkah-langkah preventif sampai pada tindakan rehabilitatif terhadap bencana alam. Sehingga keterlibatan semua pihak dapat meminimalisir resiko terjadinya bencana alam, dan tentunya akan berimbas pada penekanan kerugian baik material maupun imaterial yang di tanggung masyarakat. Adapun upaya pencegahan bencana yaitu dengan memperbaiki lokasi-lokasi yang rusak, memelihara hutan agar jangan sampai terbakar, dan menanami kembali hutan yang gundul. Masyarakat juga diharapkan untuk hidup teratur dan disiplin, seperti menjaga kebersihan serta tidak membuang sampah sembarangan.
Tidak dapat dipungkiri, Indonesia merupakan negara dengan tingkat kerawanan bencana yang tinggi. Selain dikepung 3 lempeng tektonik dunia, Indonesia juga merupakan jalur The Pasific Ring of Fire( cincin api Pasifik), yang merupakan jalur rangkaian gunung api aktif di dunia. Indonesia memiliki gunung berapi dengan jumlah kurang lebih 240 buah, di mana hampir 70 diantaranya masih aktif. Di sini peran pemerintah dinilai perlu dalam menangani anggaran penanggulangan yang lebih besar karena Indonesia merupakan wilayah yang rawan bencana alam. Kepala Pusat Bencana dan Informasi BNPB Sutopo Purwo Nugroho menyampaikan anggaran penanggulangan bencana hanya Rp.4 Triliun dalam 5 tahun terakhir. " Anggaran untuk penanganan bencana harus di tingkatkan, idealnya 15 triliun," Kata Sutopo di Jakarta, Rabu (10/10). Menurutnya peningkatan anggaran juga seharusnya dilakukan sebagai bentuk antisipasi pemerintah untuk mitigasi bencana, begitu juga dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah(APBD) juga masih sangat kecil yaitu 0,002%. Padahal anggaran ideal mitigasi dan penanganan bencana agar lebih berkualitas sebesar 1%.
Secara teknis, upaya manajemen bencana alam dalam Islam tidaklah banyak berbeda dengan metode yang diterapkan saat ini di seluruh dunia. Namun, ada perbedaannya dalam memandang sumber Pencipta bencana alam yaitu dengan adanya ketetapan Allah azza wa jalla. Hal ini menjadi penjaga kesadaran dan kondisi ruhiyah masyarakat, khususnya yang berada di daerah rawan bencana alam. Mereka diharapkan senantiasa menjaga ketaatan pada syari'at dalam ruang lingkup individu dan masyarakat, karena bencana alam dapat datang sewaktu-waktu dan memusnahkan setiap orang yang berada di daerah tersebut. Baik yang taat pada syariat maupun ahli maksiat.
Dalam tahapan migasi, bisa dicapai melalui tahapan kesiapsiagaan melalui program-program, diantaranya dengan menangani bencana alam dan dapat di tingkatkan dengan mekanisme prosedur dalam merespon bencana alam. Penjaminan cadangan strategis makanan, peralatan, air, obat-obatan, dan meminimalisir kerusakan akibat bencana alam. Adapun bantuan yang lainnya seperti sarana transportasi, tempat tinggal sementara, pemukiman semi permanen di kamp-kamp, dan lokasi lainnya. Semua bantuan tadi adalah dari pajak, tetapi pemungutan pajak itu hanya dari golongan masyarakat yang mampu saja. Untuk selanjutnya beralih pada tahap pemulihan bencana alam yang mungkin tidak secepat yang diharapkan, di mana semua aspek melalui proses yang cukup lama. Penduduk yang terkena dampak diharapkan untuk mampu melakukan kegiatan yang dapat memulihkan kehidupan normalnya, sehingga berlanjut kepada kehidupan di mana semua sistem kembali normal atau lebih baik. Langkah pemulihan selanjutnya adalah untuk jangka panjang, termasuk mengembalikan sistem yang mendukung kehidupan masyarakat yang bersifat penting yaitu adanya perumahan sementara, informasi publik dan program konseling.
Potensi bencana alam yang terjadi pada suatu tempat adalah ketetapan dari Allah yang tidak bisa dihindari. Namun ada ikhtiar yang dapat dilakukan untuk menghindar dari keburukan yang dapat ditimbulkan dan upaya tersebut sudah di contohkan sebelumnya oleh Rasulullah dan para sahabatnya. Potensi bencana alam dapat dihindari dengan kebijakan Negara dalam mengatasi bencana alam yaitu dengan manajemen yang disusun dan dijalankan dengan berpegang teguh pada prinsip "Wajibnya seorang penguasa melakukan ri'ayah (pelayanan dalam urusan-urusan rakyatnya)". Pasalnya, penguasa adalah seorang pelayan rakyat yang akan dimintai pertanggungjawaban atas pelayanan yang ia lakukan. Jika ia melayani rakyatnya dengan baik, niscaya ia akan mendapatkan pahala yang berlimpah. Sebaliknya, jika ia lalai dan abai dalam melayani urusan rakyatnya, niscaya kekuasaan yang ada ditangannya justru akan menjadi pertanggungjawaban dirinya kelak di akhirat.
Wallahu'alam Bishowab
COMMENTS