pajak 2021
Oleh : Iin Linti Kurnia (Aktivis Pengemban Dakwah)
Di tengah pandemi dan merosotnya daya beli masyarakat, pemerintah berencana meluaskan objek pajak pada sejumlah sektor bahan pokok (sembako) dan pendidikan.
Rencana kebijakan ini bakal tertuang dalam perluasan objek PPN yang diatur dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan dan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Pengenaan PPN terhadap sembako akan diatur dalam pasal 4A draf revisi UU, dilansir CNN Indonesia, Sabtu (12/06/2021).
Reaksi datang dari berbagai kalangan, salah satunya Ketua MPR RI Bambang Soesatya meminta pemerintah khususnya Kementerian Keuangan membatalkan rencana mengenakan pajak PPN terhadap sektor sembako dan pendidikan. “Pengenaan pajak PPN, otomatis akan membuat harga sembako maupun pendidikan naik tajam. Pada akhirnya akan menaikkan inflasi Indonesia,” ANTARANEWS, Minggu ( 13 Juni 2021).
Postur APBN 2021
Dari sisi kebijakan pendapatan negara, pemerintah berupaya untuk melakukan optimalisasi penerimaan negara melalui perluasan basis pajak sekaligus mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional melalui pemberian insentif sejalan dengan upaya reformasi di bidang perpajakan dan PNBP.
Target pendapatan negara pada APBN 2021 mencapai Rp1.743,6 triliun yang terdiri atas:
1). Penerimaan perpajakan ditargetkan mencapai Rp1.444,5 triliun. Penerimaan Pajak, diproyeksikan akan mencapai Rp1.229,6 triliun atau tumbuh optimal sekitar 2,6 persen dari target Perpres Nomor 72 Tahun 2020, dengan fokus memberikan dukungan insentif secara selektif dan terukur untuk percepatan pemulihan ekonomi serta melanjutkan reformasi pajak.
2). Kepabeanan dan Cukai ditargetkan sebesar Rp215,0 triliun atau meningkat sebesar 4,5 persen dari target Perpres Nomor 72 Tahun 2020.
3). Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) diproyeksikan sebesar Rp298,2 triliun.
4).Penerimaan Hibah diperkirakan mencapai Rp0,9 triliun, (Kemenkeu.go.id).
Dari sisi kebijakan pendapatan negara, pemerintah berupaya untuk melakukan optimalisasi penerimaan negara melalui perluasan basis pajak sekaligus mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional melalui pemberian insentif sejalan dengan upaya reformasi di bidang perpajakan dan PNBP.
Dengan skema APBN tersebut, maka jelas pajak menjadi primadona pendapatan negara. Namun, demikian itu artinya membebani perekonomian rakyat. Alih-alih menyejahterakan, yang ada semakin menambah jumlah rakyat miskin. Istilahnya, yang miskin dilarang sekolah, dilarang sakit, dilarang beli sembako. Belum juga beli sembako sudah dipajakin.
Realisasinya, skema di atas bukan hanya diadopsi oleh pemerintah tetapi sudah dicontohkan dan sengaja diemban keseluruh negara di dunia oleh negara-negara maju. Sebagai implikasi dari diterapkannya ideologi kapitalisme yang menjungjung tinggi kepemilikan individu. Individu bebas menguasai kekayaan milik umum bahkan milik negara, sementara negara kehilangan sumber pendapatannya, sehingga beralih ke kantong-kantong kecil rakyat dengan perluasan objek pajak.
Berbeda dengan Islam, sebagai sebuah agama dan ideologi yang memiliki aturan jelas dan konprehensif. Sudah diterapkan selama kurang lebih 13 abad lamanya dari masa Rasulullah SAW sampai kekhilafahan Turki Utsmaniy 1924. Di mana postur APBN Baitul Mal dari pendapatan tetap negara sebagai berikut :
1). Bagian Fa’i dan Kharaj termasuk dalam jenis ini adalah : Ghanimah, anfal, fa’i, khumus, Kharaj, tanah Usriyah, jizyah, dlaribah.
2). Bagian Pemilikan Umum terdiri dari pendapatan minyak dan gas, listrik, pertambangan, laut, sungai, perairan, mata air, hutan, padang rumput gembalaan, aset-aset yang di proteksi negara.
3). Bagian Shadaqah yang meliputi semua Zakat (zakat uang dan perdagangan, zakat pertanian, zakat ternak).
Dengan mengoptimalkan pemasukan dari ketiga sumber pemasukan tetap negara, maka pajak bukanlah menjadi primadona dalam sistem Islam. Sehingga tidak akan membebani rakyat. Walhasil, kesejahteraan dan keadilan suatu hal yang niscaya akan dirasakan oleh semua rakyat, baik muslim maupun non muslim.
Wallahu’alam bishawab
COMMENTS