import pangan
Oleh : Lilik Yani (Muslimah Peduli Generasi dan Peradaban)
Kewajiban negera menyediakan kebutuhan pokok untuk seluruh umat. Apalagi untuk negeri mayoritas muslim, di mana makanan yang disediakan harus halal dan toyib. Jika kenyataan negara masih import makanan dari negera lain, siapa bisa menjamin kehalalannya?
Dilansir dari SindoNews.com, Wakil Presiden KH. Ma'ruf Amin menyebut Indonesia masih harus impor untuk memenuhi kebutuhan makanan halal domestik. Padahal Indonesia berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia. Karena itu, saat ini pemerintah tengah mengembangkan industri produk halal di Tanah Air.
"Sampai saat ini, sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia justru hanya menjadi konsumen produk halal dunia. Jangankan untuk menjadi pemain global, memenuhi kebutuhan makanan halal domestik kita harus mengimpor," katanya dalam webinar 'Menyongsong Era Halal Industri Jawa Timur' yang diselenggarakan UIN Sunan Ampel Surabaya, Rabu (3/3/2021).
Di sisi lain, pasar halal global memiliki potensi yang sangat besar. Pada 2018, konsumsi produk pasar halal dunia mencapai 2,2 triliun US dollar dan akan terus berkembang mencapai 3,2 triliun US dollar pada tahun 2024. Dengan perkiraan penduduk muslim yang akan mencapai 2,2 milliar jiwa pada tahun 2030, maka angka perekonomian pasar industri halal global ini akan terus meningkat dengan pesat.
Kewajiban Pemerintah Menyiapkan Kebutuhan Makanan Halal
Pemerintah wajib menyiapkan seluruh kebutuhan pokok bagi umatnya. Baik berupa makanan, minuman, bahan pembuat makanan, sembelihan, dan berbagai bentuk lainnya, di mana semuanya dipastkan kehalalannya. Bahkan tidak hanya halal namun juga baik
Negeri kita dengan jumlah muslim mayoritas seharusnya mengurangi bahkan berlepas dari dari impor. Karena selain menguntungkan negara asing juga tak bisa menjamin kehalalannya karena mayoritas non muslim.
Kalau pun ada yang menjamin halal , bukankah sangat disayangkan jika potensi konsumen yang sangat besar itu masuk pendapatan luar negeri. Tentunya akan menguntungkan produksi dalam negeri jika tidak melakukan import.
Sementara dalam negeri tersedia banyak sumber daya alam, bahan-bahan tersedia lengkap. Juga sumber daya manusia sebagai pekerja sekaligus konsumennya.
Sudah saatnya negeri ini membangun dan memperkuat industri produk halal. Dengan target jangka pendek untuk memenuhi kebutuhan produk halal domestik, dan dalam jangka panjang tentu menjadi pemain global dengan meningkatkan ekspor.
Saat ini, pengembangan industri produk halal menjadi salah satu prioritas dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia. Pengembangan industri produk halal ini bukan semata-mata untuk produk halal itu sendiri, tetapi bertujuan untuk menggerakkan industri domestik yang dapat menciptakan lapangan kerja dan mendorong perekonomian nasional.
Selain itu, pengembangan industri produk halal juga bertujuan untuk melibatkan pelaku usaha kecil dan menengah dalam rantai pasok industri halal global (halal value chains). Semua peluang ini harus ditangkap oleh seluruh pemangku kepentingan di Jawa timur dalam rangka menuju salah satu pusat produk halal di Indonesia.
Bagaimana Islam Memandang Masalah Import?
Semua yang diimpor dari negara muslim yang tidak melanggar syariat Islam sudah jelas hukumnya halal. Namun yang perlu mendapat penjelasan adalah impor dari negara kafir atau yang penduduknya mayoritas non muslim.
Barang impor jenis makanan dapat dikategorikan sembelihan (daging) dan bukan sembelih. Makanan yang termasuk alami, seperti buah-buahan, beras, gandum dan sejenisnya, para ulama menghalalkannya. Permasalahan ini menjadi sangat urgen jika makanan impor berupa daging, karena kaum muslimin dewasa ini sudah sangat membutuhkan daging impor.
Pemerintah Islam sangat memperhatikan makanan yang dibutuhkan umat. Kehalalan makanan harus jadi prioritas karena berkaitan dengan doa dan ibadah. Bisa jadi ibadah dan doa tidak diterima karena makanan yang dikonsumsi tercampur barang haram.
Itulah sebabnya harus dipastikan makanan yang diimpor itu halal, dan diupayakan bisa produksi sendiri karena bisa dijaga kehalalannya. Bahkan jika memungkinkan produksi dalam jumlah banyak bisa diekspor ke luar negeri demi mendapatkan devisa untuk kesejahteraan umat.
Wallahu a'lam bish shawwab.
Surabaya, 4 Maret 2021
COMMENTS