Fatima Hassouna, jurnalis Palestina
Fatima, Allah Lebih Sayang Padamu
Oleh : Deswayenti. S.T | Owner Rumah Peradaban Spirit Nabawiyah Community
“Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang lapang lagi di Ridhai-Nya, maka bergabunglah ke dalam barisan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku..”(terjemah QS. Al-Fajr ayat 27-30)
Rabu pagi dini hari, 16 April 2025. Sayap-sayap malam masih erat memeluk malam. Suasana hening dan mencekam, gelap dan dingin. Tetiba ledakan terdengar keras mengguncang sebuah gedung berlantai lima di al-Tuffah sebelah timur kota Gaza. Dalam sekejap gedung itu hancur menjadi puing-puing bangunan yg berserakan. Satu persatu nyawa tidak berdosa mengerang dan jatuh bergelimpangan dengan ceceran darah dimana-mana. Terdengar jeritan tangis penghuni gedung yang selamat tapi mereka juga terluka terkena pecahan bom maupun tembakan senjata militer Israel yang brutal.
Malam itu malam terakhir bagi Fatima Hassouna (25 tahun) di tanah para Syuhada. Gadis berprofesi jurnalis foto asal Palestina ini menjadi salah satu korban keganasan militer Israel, menjadi Syahidah menjelang pernikahannya.
Berita kesyahidannya menjadi tangisan pilu bagi komunitas media dan teman-teman jurnalisnya yang berjuang untuk Gaza. Adik laki-laki Fatima, Jihad (18 tahun) yang tinggal di Mesir mengatakan kepada MEE bahwa Fatima Hassouna sudah memperkirakan kematiannya 2 minggu sebelumnya, ketika sekolah Dar al-Arqam di dekat tempat tinggalnya di serang. “Dia menangis saat menelpon dan meminta saya untuk menjaga saudara laki-laki saya dan saya sendiri, dia merasa dia dan keluarganya di Gaza akan mati karena pemboman yang terus menerus dan bahaya dimana-mana.“ katanya.
(21April 2025, NewsINH, Gaza).
Selama ini Fatima melalui karyanya mengabarkan kepada dunia kenyataan pahit yang di alami rakyat Palestina. Kepiawaiannya mendokumentasikan setiap kehancuran, kesedihan di Palestina membuatnya menjadi sosok yang di kagumi. Dia mencoba mengetuk ‘emosional’ warga dunia dengan karyanya, menyusuri lorong sempit di kota Gaza dengan sisa-sisa harapan yang masih menyala untuk kemerdekaan negeri tercintanya, kerap tetesan air mata mengiringi langkahnya ketika dia melihat kebenaran yang nyata di hadapannya.
Dia menjadi saksi dari kejamnya peperangan. Lewat karyanya dunia melihat apa arti menjadi ‘manusia’ kameranya seperti ‘senapan’ perlawanannya terhadap serangan brutal Isreal.
Dia tidak mengejar ketenaran, dia mendedikasikan hidupnya berjuang untuk Palestina. Dia berpesan : “Jika saya meninggal, saya ingin kematian saya menggema dan tidak sekedar menjadi angka. Saya ingin kematian yang di dengar dunia yang bertahan lama dan gambar abadi yang tak terkubur oleh ruang dan waktu.” tulisnya di Instagram pada Agustus 2024.
Fatima Hassouna tidak akan di lupakan oleh Gaza dan dunia.Sejak dimulainya perang 7 Oktober 2023 sekitar 212 jurnalis Palestina telah terbunuh sebagian besar akibat serangan udara langsung, menurut data dari Pusat Perlindungan Jurnalis Palestina ( 22 April 2025,www.gazamedia.net). Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengklaim mereka menargetkan anggota Hamas dengan serangan adalah upaya mengurangi resiko demi melindungi warga sipil.
Militer Israel selalu berdalih melindungi warga sipil saat menyerang Hamas. Namun Isreal justru juga menggempur habis-habisan objek sipil di Gaza. (19 April 2025, www.cnnIndonesia.com)
Kematian Fatima akan kembali menyusul dengan kematian jurnalis lainnya di Gaza jika kebrutalan militer Israel tidak di hentikan. Akan selalu ada ‘Fatima ‘ yang lainnya menjadi korban keganasan perang terkejam selama peradaban ini jika tidak ada persatuan umat dalam satu kepemimpinan global seluruh umat Muslim. Umat Muslim sudah seharusnya bersatu dalam segala bentuk. Dan gerakan persatuan umat ini harus ada yang memimpin agar terarah kekuatan global untuk membebaskan Palestina. Genosida yang terjadi di Gaza adalah persoalan kaum Muslim dan hanya bisa di selesaikan dengan Islam. Umat Muslim membutuhkan Khalifah atau pemimpin kaum Muslim sedunia yang akan menjadi junnah (perisai) untuk melindungi umat.
Imam an-Nawawi menjelaskan bahwa Imam/Khalifah akan menghalangi musuh menyerang kaum Muslim, menghalangi sebagian masyarakat menyerang sebagian yang lain, melindungi kemurnian Islam dan menjadi tempat orang-orang berlindung kepada dirinya.
Wallahu a’lam bish-shawaab
COMMENTS