kapitalisasi pendidikan
Dampak Kapitalisme, Pendidikan Pun Di Komersilkan
Oleh: Heriani | Pena Ideologis Maros
Baru-baru ini kejadian miris terjadi dalam dunia pendidikan dan sempat mencuri perhatian masyarakat. Kali ini, mengenai soal viralnya video yang memperlihatkan seorang siswa SD berinisial M, di hukum duduk dilantai oleh gurunya yang berinisial H, akibat belum membayar SPP dengan tunggakan selama tiga bulan. (Beritasatu.com, 11/1/2025)
Hal ini membuat siapapun pasti merasakan prihatin dan iba terhadap kejadian yang dialami oleh siswa SD yang di hukum oleh gurunya dengan cara memperlakukan siswanya secara rendah tanpa memikirkan perasaan dan mental belajar dari seorang anak.
Tidak ketinggalan, menteri koordinator pemberdayaan masyarakat juga mengeluarkan tanggapan mengenai keprihatinannya terhadap siswa SD yang dihukum hanya karena masalah tunggakan SPP, yang sama sekali bukan hal yang patut untuk di imbas kan kepada siswa pelajar.
Dikutip dari JAKARTA, KOMPAS.com.Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar, atau karib dipanggil Cak Imin, mengaku prihatin ada siswa sekolah dasar (SD) yang dihukum duduk di lantai di Kota Medan. “Ya tentu ini memprihatinkan,” ujar Cak Imin kepada wartawan di Gedung Konvensi TMPN Kalibata, Jakarta Selatan, Sabtu (11/1/2025).
Cak Imin meminta kepada seluruh lembaga sekolah, baik itu negeri maupun swasta untuk mengadu ke pemerintah jika ada masalah. “Kepada semua penyelenggara sekolah, swasta, negeri. Please, kalau ada masalah, sampaikan kepada pemerintah,” kata dia.
Ini menunjukkan bahwa betapa mirisnya dunia pendidikan hari ini, hanya karena masalah sepele dari menunggaknya pembayaran SPP, hukuman pun diberlakukan tanpa melihat tingkatan sekolah, sekalipun bagi anak pelajar yang masih menduduki bangku SD tanpa ada rasa kasihan.
Kapitalisasi Pendidikan
Dengan munculnya kasus seperti ini, perlu diketahui bahwa sudah bukan rahasia umum lagi dalam sistem kapitalisme, jika keuntungan itu diatas segalanya. Jadi terkait masalah kasus dihukumnya siswa karena belum membayar tunggakan SPP, tidak lain adalah buah dari kapitalisme yang menjadikan pendidikan sebagai ladang bisnis tanpa mempedulikan kesulitan yang dialami oleh rakyat.
Padahal pendidikan adalah suatu hal yang seharusnya menjadi hak bagi setiap rakyat. Namun tindakan sistem kapitalisme, alih-alih mengurus dan melayani kepentingan rakyat dengan baik, justru malah membebankan dan merebut apa yang menjadi hak rakyat dalam menjalankan kebutuhannya di bidang pendidikan.
Hal ini bisa terjadi karena kapitalisme menyerahkan seluruh hal yang berorientasi keuntungan kepada pihak swasta. Seperti kekayaan alam di antaranya tambang batu bara, minyak bumi, gas alam dan lain sebagainya. Dalam kapitalisme, tentu hasilnya itu bukan dikembalikan untuk kepentingan rakyat seperti pelayanan dalam urusan di dunia pendidikan.
Sungguh miris di negeri yang mempunyai kekayaan alam yang melimpah ruah dan luas, tetapi hal demikian itu bukan untuk dinikmati oleh rakyat, melainkan hanya untuk berputar pada segelintir kapitalis saja dan mengabaikan hak-hak rakyat dengan membiarkan keadaan rakyat semakin melarat, dalam menjalani kesulitan ekonomi yang dihadapi pada kehidupan setiap harinya.
Inilah gambaran dari sistem kapitalisme. Maka dari itu, terjawablah sudah bahwa kapitalisme merupakan akar masalah dari munculnya bisnis pendidikan dengan tujuan untuk meraih keuntungan sebanyak-banyaknya. Dengan ini pula, kapitalisme telah menunjukkan watak aslinya yang abai dalam mengurus dan melayani kepentingan rakyat.
Oleh karena itu, sudah sepatutnya masyarakat menyadari bahwa kasus bisnis dalam pendidikan adalah suatu masalah yang sistemik yang mengarah kepada kehidupan jauh dari kata sejahtera dan makmur. Dengan demikian, untuk terbebas dari kungkungan kapitalisme yang bersifat menjerat, maka harus beralih kepada sistem yang menjamin kesejahteraan, kemaslahatan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat tanpa terkecuali.
Jaminan Gratis Pendidikan
Dalam sistem Islam, pendidikan adalah suatu hal yang dijadikan sebagai kebutuhan hidup bagi seluruh umat, baik yang kaya maupun miskin dan baik yang cerdas ataupun tidak. Karena pendidikan dianggap begitu istimewa dan merupakan hak bagi seluruh umat, maka Negara Islam dalam konstitusi Khilafah akan mengakses pendidikan secara gratis bagi siapa saja, bahkan kafir dzimmi pun mendapatkan hak pendidikan yang sama.
Dalam sistem khilafah, khalifah bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat, termasuk pendidikan. Dalil yang mendasari kewajiban ini adalah sebagai berikut:
Hadis Nabi ﷺ:"Imam (pemimpin) adalah pengurus rakyat, dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia urus." (HR. Bukhari, no. 893 dan Muslim, no. 1829)
Islam memandang bahwa pendidikan adalah termasuk layanan publik yang wajib dilayani dan di urusi oleh Negara dengan jaminan kelengkapan Sarana dan prasarana, dengan tujuan untuk mencetak generasi emas dan cemerlang dalam meneruskan bangsa dan pembangun peradaban mulia.
Khilafah bertugas menjamin kebutuhan pokok rakyat, termasuk pendidikan, sebagaimana sabda Nabi ﷺ:
"Siapa saja yang menjadi pemimpin atas suatu urusan kaum Muslimin, lalu ia tidak memperhatikan kebutuhan mereka, maka Allah tidak akan memperhatikan kebutuhannya pada hari kiamat." (HR. Abu Dawud, no. 2858)
Pembiayaan dari Baitul Mal
Islam mampu mewujudkan pendidikan secara gratis, karena metode dalam melayani dan mengurus umat tentu jauh berbeda dengan sistem kapitalisme. Dalam sistem Islam, kas negara dari (Baitul mal) yang memiliki sumber pemasukan dari berbagai sumber, salahsatunya dari kepemilikan umum menyangkut Padang rumput, air dan api, akan di kembalikan kepada rakyat dalam memenuhi segala kebutuhan termasuk mendapatkan pendidikan secara gratis.
Rasulullah Saw bersabda;
“kaum muslim berserikat pada tiga perkara yakni padang rumput, air dan api”. (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Maka dari itu segala bentuk sumber penghasilan yang berorientasi keuntungan besar seperti tambang, minyak bumi, hasil hutan dan lain sebagainya, tidak akan diserahkan kepada pihak swasta atau asing, melainkan hasilnya dikelola oleh negara untuk kesejahteraan seluruh umat.
Begitu pun juga dengan para guru, negara Khilafah sangatlah memuliakan profesi guru dengan memberikan upah yang besar dan lebih dari cukup.
Sejarah telah mencatat pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab, upah yang diberikan pada guru mencapai 15 dinar, jika di konversi ke harga emas, maka bisa setara dengan Rp 51 juta tiap bulan. Begitu pun juga pada masa kekhalifahan Abbasiyah tunjangan kepada guru begitu tinggi seperti yang diterima oleh zujaj, yang setiap bulan beliau mendapatkan gaji sebesar 200 dinar, sementara Ibnu Duraid digaji 50 dinar per bulan oleh al-Muqtadir.
Demikianlah gambaran kesejahteraan hakiki dalam pendidikan antara siswa dan guru dengan jaminan yang luar biasa dari negara Khilafah. Sungguh jika pelayanan pendidikan yang diterapkan oleh negara khilafah juga terapkan pada hari ini, maka tidak akan ada lagi bisnis pendidikan dan kasus dihukumnya siswa karena keterlambatan dalam soal biaya.
Wallahu 'Alam Bishawab
COMMENTS