Fenomena Pwmilu
Oleh: Bunda Eshtree | Aktivis Muslimah
Gegap gempita hajat akbar 5 tahunan baru saja kita lalui. Dimana hajat akbar tersebut upaya masyarakat untuk menemukan pemimpin baru yang amanah serta membawa perubahan bagi bangsa kedepannya. Bukan hal baru hiruk pikuk persiapan menjelang pesta 5 tahunan, mulai dari pemberian atribut-atribut partai, berbagai bantuan yang diakomodir dapat memuluskan jalan calon para pemimpin.
Seperti halnya yang terjadi di daerah Banyuwangi, Jawa Timur, ditariknya material paving oleh salah satu calon anggota legislatif (caleg). Hal tersebut dilakukan karena caleg tidak mendapatkan dukungan suara yang diharapkan (Kompas, 2024). Hal yang sama terjadi di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, timses mengalami stress akibat caleg yag diusung tidak mendapat suara yang tinggi, hingga harus mengambil kembali amplop yang sebelumnya dibagikan kepada warga.
Apa yang menyebabkan berbagai sumbangan yang tadinya sudah diberikan kepada masyarakat, harus diambil kembali?, sejatinya dari awal masyarakat pun tak meminta. Upaya yang dilakukan itu hanyalah ilusi, yang seakan-akan memberikan angin segar untuk kesejahteraan masyarakat. Bantuan sosial yang begitu masif digelontorkan hanya dipolitisasi, dan muncul dalam sistem demokrasi. Sejatinya bansos adalah hak warga masyarakat, dan merupakan kewajiban negara dalam pemenuhanya, sebagai bentuk tanggung jawab negara terhadap rakyatnya.
Bantuan tersebut haruslah sesuai terhadap siapa saja penerimanya, terhadap orang yang lemah dan tidak mampu. Bantuan sosial juga sifatnya rutin, berdasarkan data pasti yang berhak menerima bantuan sosial. Karena menjadi tidak tepat, jika bantuan sosial digelontorkan dan memanfaatkan momen tertentu, seperti masa pemilu. Karena hal tersebut seperti mendulang suara untuk kekuasaan.
Bukti buruknya sistem Demokrasi yang terjadi saat ini yang menjadikan masyarakat sebagai alat produksi untuk pemasukan suara dan mendapatkan kekuasaan. Sangat berbanding terbalik dengan sistem Islam. Sistem Islam menjamin setiap individu masyarakat dengan terpenuhinya sandang, pangan, ataupun papan tanpa membedakan agama, suku, ataupun ras.
COMMENTS