Pluralisme dibalik toleransi
Oleh: Ummu Rufaida ALB (Pegiat Literasi dan Kontributor Media)
Setiap akhir tahun, umat Islam selalu disuguhkan ide pluralisme berkedok toleransi. Pluralisme agama memandang bahwa semua agama sama dan mengajarkan kebaikan maka tidak ada yang paling benar. Oleh karena itu sesama umat beragama harus saling menghargai keyakinan masing-masing.
Sejalan dengan ide tersebut, beberapa daerah di Indonesia turut memeriahkan perayaan Nataru, dengan pemasangan berbagai ornamen dan hiasan natal. Salah satunya Kota Surabaya, yang terkenal dengan kota toleransi. Pemkot Surabaya berkomitmen untuk menjaga semangat toleransi dan keharmonisan umat beragama. Sebab, menurut Eri Cahyadi, Wali Kota Surabaya, warganya terdiri dari bermacam suku, ras dan agama yang hidup berdampingan. (Suarapubliknews.net, 17/12/22)
Bahkan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, ikut menghadiri perayaan natal bersama dengan umat Kristiani di Gereja Santo Yoseph, Kota Kupang, pada Sabtu malam (24/12). Menurutnya, Ia merupakan Menteri Agama dan Menteri semua agama di Indonesia. Tak lupa ia juga mengucapkan selamat kepada seluruh jemaat dan mengatakan tidak ada sekat dalam solidaritas, toleransi, dan kemanusiaan. Dalam rasa saling menghargai itu, semua umat beragama patut saling menghargai. (AntaraNTT, 25/12/22)
Ironis, beginilah sikap umat Muhammad setiap akhir tahun, sungguh sudah melampaui batas. Dengan dalih toleransi, mereka ikut-ikutan merayakan perayaan agama lain. Lantas, mengapa orang yang tidak sejalan dengan mereka dituding intoleran? Lalu, apa sebenarnya makna toleransi dalam Islam? Bagaimana Islam memandang pluralisme dan menyikapi pluralitas?
Sejatinya konsep toleransi dalam Islam cukup dengan membiarkan umat agama lain melaksanakan ibadahnya dengan tenang, tanpa mengganggu apalagi menteror. Bukan dengan memberi selamat, mengikuti perayaan serta peribadatan mereka. Konsep ini dengan gamblang tertuang dalam surah Al-Kafirun, "Untukmu agamamu dan bagiku agamaku".
Maka, tak pantas orang yang mengamalkan dalil tersebut justru dituding sebagai intoleran. Sebab itulah makna sesungguhnya toleransi beragama dalam Islam. Itulah sikap muslim sejati, muslim yang taat syariat. Konsekuensinya, jika sikap umat Islam lebih dari itu maka jelas akan jatuh dalam keharaman.
Sementara, pluralisme agama merupakan paham yang menganggap bahwa semua agama benar. Jelas ini bertentangan dengan Islam sebab hanya Islam agama yang benar. Sebagaimana Allah Ta'ala sudah menegaskan dalam surah Ali Imran ayat 19 yang artinya "Sesungguhnya agama yang diridai disisi Allah hanyalah Islam.. "
Ayat tersebut menegasikan bahwa agama selain Islam, tidak akan diterima Allah. Namun bukan berarti Islam tidak mentolerir agama lain. Islam menolak pluralisme namun tetap mengakui adanya pluralitas (beragam suku, ras, budaya dan agama). Ini sunnatullah yang pasti ada dalam sebuah masyarakat diperadaban manapun.
Namun, konsep toleransi dan pluralitas dalam Islam tidak akan terwujud dengan sempurna tanpa adanya sebuah institusi negara yang menerapkan syariat Islam secara totalitas. Sebab, dalam sistem demokrasi justru yang dinginkan adalah menganggap semua agama benar, dan tidak boleh menganggap satu agama paling benar. Hal ini jelas haram dalam Islam.
Maka, untuk menjaga akidah umat Islam yang kian tergerus ide pluralisme butuh peran negara yang memiliki visi akhirat. Dialah sistem khilafah islamiyah, yang sudah terbukti mampu menjaga pluralitas masyarakat selama berabad-abad lamanya. Terbukti tak ada diskriminasi yang terjadi, semua bisa hidup berdampingan tanpa harus mencampuradukkan keyakinan masing-masing. Begitulah indahnya hidup dalam naungan khilafah islamiyah.
COMMENTS