Khabar Ahad Tidak Ditolak, Justru Harus Diamalkan

Khabar Ahad

Soal jawab Syaikh ‘Atha’ bin Khalil Abu Rusytah.

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum, hadits paling penting mengenai akidah merupakan hadits ahad, yaitu hadits tentang Jibril yang datang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika itu Baginda bersabda: "Apakah kalian tahu siapa yang bertanya tadi?" Para sahabat menjawab: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Baginda menjelaskan: "Dia adalah Jibril, yang datang mengajari agama kalian”. Ini merupakan khabar ahad mengenai akidah, maka mengapa kita menolak khabar ini? (Penanya: Anis Mejri).

Jawaban:

Wa ‘alaikumus salam wa rahmatullah wa barakatuh.

Pertama, anda belum memahami jawaban yang kami sampaikan pada 9 Oktober 2022, mengenai penggunaan hadits sebagai dalil hukum syariah, anda belum memahami sesuai konteksnya. Kami tidak berpendapat khabar ahad tersebut ditolak, justru berpendapat khabar ahad harus diamalkan, namun khabar ahad tidak dianggap dalil yang qath’i (pasti) untuk akidah, artinya: hadits ahad tidak digunakan untuk berdalil dalam masalah keyakinan karena hadits ahad sifatnya zhanni (dugaan).

Tidak mengambil keyakinan yang zhanni bukanlah sesuatu yang baru, justru termaktub dalam kitabullah. Banyak sekali ayat yang menjelaskan celaan Allah terhadap kalangan yang mengambil akidah dengan zhanni. Allah ta’ala berfirman:

إِنْ هِيَ إِلَّا أَسْمَاءٌ سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الْأَنْفُسُ وَلَقَدْ جَاءَهُمْ مِنْ رَبِّهِمُ الْهُدَى

“Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kalian dan bapak-bapak kalian mengadakannya; Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun untuk menyembahnya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti dugaan, dan apa yang diingini hawa nafsu mereka dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Rabb mereka." (QS. An-Najm [53]: 23)

إِنَّ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ لَيُسَمُّونَ الْمَلَائِكَةَ تَسْمِيَةَ الْأُنْثَى، وَمَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئاً

“Sesungguhnya orang-orang yang tiada beriman kepada kehidupan akhirat, mereka benar-benar menamakan malaikat itu dengan nama perempuan. Dan mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuanpun tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti dugaan sedang sesungguhnya dugaan itu tidak sedikitpun berguna mencapai kebenaran." (QS. An-Najm [53]: 27-28)

وَمَا يَتَّبِعُ أَكْثَرُهُمْ إِلَّا ظَنّاً إِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئاً

“Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali dugaan saja. Sesungguhnya dugaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. (QS. Yunus [10]: 36)

الَّذِينَ يُجَادِلُونَ فِي آيَاتِ اللَّهِ بِغَيْرِ سُلْطَانٍ أَتَاهُمْ كَبُرَ مَقْتاً عِنْدَ اللَّهِ وَعِنْدَ الَّذِينَ آمَنُوا

“Orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka. Amat besar kemurkaan bagi mereka di sisi Allah dan di sisi orang-orang yang beriman." (QS. Ghafir [40]: 35)

وَكَيْفَ أَخَافُ مَا أَشْرَكْتُمْ وَلَا تَخَافُونَ أَنَّكُمْ أَشْرَكْتُمْ بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَاناً

“Bagaimana aku takut kepada sembahan-sembahan yang kalian persekutukan (dengan Allah), padahal kalian tidak takut mempersekutukan Allah dengan sembahan-sembahan yang Allah sendiri tidak menurunkan hujjah kepada kalian untuk mempersekutukan-Nya." (QS. Al-An’am [6]: 81). Dan masih banyak ayat lainnya.

Ayat-ayat tersebut sangat jelas mencela kalangan yang mengikuti dugaan, mencela juga siapa saja yang mengikuti tanpa hujjah alias tanpa dalil yang qath’i. Celaan dan kritik terhadap mereka, merupakan dalil larangan yang tegas terhadap "mengikuti dugaan”, serta dalil larangan yang tegas terhadap "mengikuti perkara yang tidak ada dalil qath’inya”. Karena ayat-ayat tadi dibatasi mengenai keyakinan, maka artinya spesifik untuk akidah. Semua ini menunjukkan makna yang pasti: keyakinan wajib dilandasi dalil yang qath’i, kalau tidak demikian maka tidak termasuk keyakinan, dan dalil keyakinan dilarang bersifat dugaan. Jadi ayat-ayat tersebut menunjukkan dua hal: (1) keyakinan tidak boleh dilandasi dalil zhanni, hal ini sebagaimana yang ditunjukkan ayat-ayat seputar dugaan; dan (2) akidah wajib dilandasi dalil qath’i agar menjadi akidah, hal ini sebagaimana yang ditunjukkan ayat-ayat seputar hujjah yang nyata. Ini dari aspek keyakinan.

Adapun dari aspek hukum syariah, dalil hukum boleh berupa dalil zhanni, sehingga tidak disyaratkan harus qath’i tapi boleh dalil zhanni. Nash al-Qur’an al-Karim menetapkan suatu kesaksian diputuskan berdasarkan dua orang saksi, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memutuskan suatu kesaksian berdasarkan satu orang saksi disertai sumpah pihak yang berkepentingan, serta Baginda pernah pula menerima seorang saksi perempuan dalam kasus saudara sepersusuan. Ini semua merupakan khabar ahad, keputusan pun mengikat, dan keterikatan tersebut dilandasi khabar ahad. Berdalil dengan khabar ahad dalam mengeluarkan keputusan semisal penerimaan dan konsekuensi suatu kesaksian tadi, tentunya semua ini dalam rangka beramal dalam konteks hukum syara’.

Para sahabat ridwanullah ‘alaihim juga menerima perkataan seorang utusan terkait informasi hukum syara’, seperti perintah menghadap Ka’bah. Imam Muslim meriwayatkan: Menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yusuf yang berkata, mengabarkan kepada kami Malik bin Anas dari ‘Abdullah bin Dinar dari ‘Abdullah bin ‘Umar yang berkata:

بَيْنَا النَّاسُ بِقُبَاءٍ فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ إِذْ جَاءَهُمْ آتٍ فَقَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَدْ أُنْزِلَ عَلَيْهِ اللَّيْلَةَ قُرْآنٌ وَقَدْ أُمِرَ أَنْ يَسْتَقْبِلَ الْكَعْبَةَ فَاسْتَقْبِلُوهَا وَكَانَتْ وُجُوهُهُمْ إِلَى الشَّامِ فَاسْتَدَارُوا إِلَى الْكَعْبَةِ

“Ketika orang-orang shalat Subuh di Quba’, tiba-tiba datang seseorang dan berkata, ‘Sungguh, tadi malam turun ayat kepada Rasulullahﷺ , beliau diperintahkan menghadap ke arah Ka’bah.’ Maka orang-orang yang sedang shalat berputar menghadap Ka’bah, padahal pada saat itu wajah-wajah mereka sedang menghadap negeri Syam. Mereka kemudian berputar ke arah Ka'bah.”

Demikian pula perintah pengharaman khamr, imam al-Bukhari meriwayatkan: Menceritakan kepada kami Ya’qub bin Ibrahim, menceritakan kepada kami Ibnu ‘Ulayyah, menceritakan kepada kami ‘Abdul ‘Aziz bin Shuhaib yang berkata, Anas bin Malik radhiallahu ’anhu berkata:

مَا كَانَ لَنَا خَمْرٌ غَيْرُ فَضِيخِكُمْ هَذَا الَّذِي تُسَمُّونَهُ الْفَضِيخَ فَإِنِّي لَقَائِمٌ أَسْقِي أَبَا طَلْحَةَ وَفُلَاناً وَفُلَاناً إِذْ جَاءَ رَجُلٌ فَقَالَ وَهَلْ بَلَغَكُمْ الْخَبَرُ فَقَالُوا وَمَا ذَاكَ قَالَ حُرِّمَتْ الْخَمْرُ قَالُوا أَهْرِقْ هَذِهِ الْقِلَالَ يَا أَنَسُ قَالَ فَمَا سَأَلُوا عَنْهَا وَلَا رَاجَعُوهَا بَعْدَ خَبَرِ الرَّجُلِ

“Kami tidak memiliki khamr selain minuman campuran kurma sebagaimana yang kalian namakan dengan al-Fadhikh. Ketika aku sedang menuangkan minuman itu kepada Abu Thalhah, fulan dan fulan. Tiba-tiba datang seseorang berkata: ‘Apakah sudah sampai kabar kepada kalian?’ Mereka bertanya: ‘Kabar apa itu?’ Seseorang tadi menjawab: ‘Khamr sudah diharamkan.’ Mereka lalu berkata: ‘Wahai Anas, buanglah wadah ini!.’ Anas menerangkan: ‘Setelah orang tersebut menyampaikan kabar, mereka tidak pernah meminta khamr serta berhenti memimum khamr lagi.’”

Semua dalil itu menunjukkan dengan jelas, dalil zhanni boleh digunakan berdalil dalam masalah hukum syara’.

Termasuk kenikmatan yang Allah berikan kepada kita, ketika Allah melarang mengambil akidah bersifat zhanni dan menjadikan akidah dilandasi dalil qath’i, agar umat bersatu berdasar dalil qath’i tanpa ada perselisihan. Sehingga akidah menjadi jernih dan murni, tanpa ada muslim yang satu mengkafirkan saudara muslim lainnya hanya karena perbedaan pendapat perihal suatu hadits zhanni mengenai akidah, karena perbedaan pendapat dalam akidah merupakan jalan menuju kekufuran. Berbeda halnya dengan hukum syara’ yang disandarkan kepada hadits ahad, tentu perbedaan pendapat mengenai hukum syara’ tidak harus menjadi jalan menuju kekufuran.

Siapa yang berpendapat, al-Muzara’ah atau kerja sama pengolahan pertanian hukumnya boleh, karena dirinya menemukan hadits-hadits ahad yang shahih, maka tidak akan mengkafirkan pihak lain yang mengharamkannya karena pihak lain pun memiliki hadits-hadits ahad yang shahih pula. Demikian kasus semisal lainnya berlaku sama. Konklusinya, boleh hukumnya beramal berdasar dalil qath’i dan zhanni dalam hukum syara’, sedangkan dalam masalah akidah tidak boleh hukumnya mengunakan dalil zhanni, karena akidah harus didasari keyakinan pasti.

Kedua, tidak menggunakan hadits ahad dalam masalah akidah sudah dijelaskan para fukaha otoritatif. Imam Abdurrahim bin al-Hasan bin ‘Ali al-Isnawi asy-Syafi’i, alias Jamaluddin Abu Muhammad (w. 772 H) dalam Nihayah as-Sul Syarh Minhaj al-Wushul menjelaskan: "Pahamilah, sebutan dalil disini, mengecualikan banyak istilah dalam ushul fikih, seperti lafazh umum, khabar ahad, qiyas, istishhab dan lainnya. Karena, meski para ulama ushul menerima beramal dengan hal tersebut, namun menurut mereka hal tadi bukan dalil fikih tapi hanya petunjuk (amarah) fikih. Pasalnya, menurut mereka dalil hanya disebutkan terhadap yang qath’i.”

Jadi ulama ushul tidak menganggap dalil fikih alias dalil hukum syariah sebagai dalil, namun menganggapnya sebagai petunjuk terhadap hukum syariah. Karena dalil zhanni tidak dianggap dalil oleh mereka tapi dianggap petunjuk saja. Sebab dalil menurut ulama ushul hanya untuk menyebut sesuatu yang pasti. Maka, dalil pokok agama alias ushuluddin, harus berupa dalil qath’i.

Demikian pula, Ibrahim bin Musa bin Muhammad al-Lakhmi al-Gharnati, yang dikenal asy-Syathibi (w. 790 H) dalam karyanya al-Muwafaqat menjelaskan: "Ushul fikih dalam agama Islam merupakan perkara qath’i bukan zhanni, alasannya ushul fikih itu mengacu pada keseluruhan syariah yang bersifat global, selama dipahami demikian artinya ushul fikih merupakan perkara qath’i. Andai dalil zhanni dibolehkan menjadi landasan ushul fikih, dampaknya menjadi boleh pula dalil zhanni untuk ushuluddin, padahal tidak demikian menurut konsensus ulama. Maka disini pun sama saja, sebab hubungan ushul fikih dengan syariah, seperti hubungan ushuluddin.”

Artinya, beliau menarik kesimpulan, ushul fikih bersifat qath’i serupa dengan ushuluddin, dan sesuai konsensus ushuluddin bersifat qath’i dan juga berupa akidah, jadi akidah itu merupakan ushuluddin.

Ketiga, namun ada perkara yang harus ditegaskan, tidak menjadikan keyakinan berdasar dalil zhanni bukan berarti menolak dan tidak membenarkan kandungan hadits, tapi maksudnya adalah tidak menjadikan keyakinan tersebut sebagai akidah yang akan membuat seorang muslim mengkafirkan saudara muslim lainya hanya karena dugaan. Inilah perbedaan antara persepsi dan realitasnya.

Dalam al-Kurrasah halaman 12 file yang terlampir, terdapat keterangan: "Pengharaman keyakinan berdasarkan zhanni bukan berarti menolak berbagai hadits dan tidak membenarkan kandungan berbagai hadits tersebut, tetapi artinya adalah ‘ketiadaan pembenaran yang pasti’ mengenai hadits tersebut, meski begitu haditsnya tetap diterima dan dibenarkan, serta kandungannya dibenarkan dengan level ‘pembenaran yang tidak pasti’. Jadi yang diharamkan itu hanya meyakininya secara pasti saja. Bahkan di antaranya, ada nash yang mengandung perintah beramal, maka nash ini tentu diamalkan. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا فَرَغَ أَحَدُكُمْ مِنَ التَّشَهُّدِ الأَخِيرِ فَلْيَتَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنْ أَرْبَع، مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ

“Jika salah seorang dari kalian selesai membaca tasyahud akhir hendaklah berlindung kepada Allah dari empat perkara; dari siksa neraka jahanam, siksa kubur, fitnah kehidupan dan fitnah setelah mati serta serta fitnah al-Masih ad-Dajjal." (HR. Ibnu Majah)

Dari ‘Aisyah mengabarkan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam shalat berdoa:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَفِتْنَةِ الْمَمَاتِ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ» رواه البخاري.

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, dan aku berlindung kepada-Mu dari fitnah Al-Masih Ad-Dajjal, dan aku berlindung kepada-Mu dari fitnah ketika hidup dan sesudah mati. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari berbuat dosa dan dari hutang yang tidak bisa kami tunaikan." (HR. al-Bukhari)

Dua hadits di atas merupakan khabar ahad, keduanya mengandung tuntutan melakukan perbuatan, yakni perintah mengerjakan doa tersebut setelah selesai tasyahud akhir. Maka disunnahkan berdoa dengan doa tadi pasca selesai tasyahud akhir. Kandungan dua hadits ini tentu dibenarkan dan diamalkan, namun tidak sampai pada level akidah selama bersumber dari hadits ahad, alias bersumber dari dalil zhanni. Jika berasal dari hadits mutawatir, maka wajib diimani kandungannya.”

Keempat, kini kita beranjak pada hadits Jibril ‘alaihis salam yang ada dalam pertanyaan. Hadits tersebut diriwayatkan imam al-Bukhari dari Abu Hurairah dan diriwayatkan juga imam Muslim dan imam lainnya dari Abu Hurairah serta dari Umar bin al-Khaththab, ketika dalam hadits Jibril bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai al-Islam, maka Rasulullah menjawab:

الْإِسْلَامُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُولُ اللَّهِ ﷺ وَتُقِيمَ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ وَتَصُومَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنْ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيلاً

“Islam adalah kamu bersaksi tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, kemudian menegakkan shalat, membayar zakat, shaum di bulan Ramadhan dan menunaikan ibadah Haji jika mampu.”

Jibril berkata, "Engkau benar”. Umar yang belum mengetahui itu Jibril berkata: "Maka kami merasa heran dengannya, dia bertanya tapi kemudian dia sendiri yang membenarkannya”. Lalu Jibril kembali bertanya: "Beritahukanlah kepadaku apakah Iman itu?" Baginda menjawab:

أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ

“Kamu beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya dan Hari Akhir serta seluruh takdir yang baik dan yang buruk”.

Jibril berkata, "Engkau benar”… Umar menuturkan, "Kemudian orang itu pergi, maka selang beberapa lama lalu Baginda bertanya kepadaku:”

يَا عُمَرُ أَتَدْرِي مَنِ السَّائِلُ

“Wahai Umar, apakah kamu tahu siapa penanya tersebut?”

Aku menjawab, "Allah dan rasul-Nya lebih tahu." Beliau bersabda:

فَإِنَّهُ جِبْرِيلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِينَكُمْ

“Itulah jibril, mendatangi kalian mengajarkan tentang pengetahuan agama kalian.”

Hadits ini merupakan hadits shahih yang tidak boleh ditolak, hadits ini pun tidak bertentangan dengan nash yang qath’i, akan tetapi hadits ini semata belum cukup menjadi dalil akidah. Namun, sekumpulan perkara yang berkaitan dengan akidah yang terkandung dalam hadits, ternyata disebutkan pula dalil-dalil lain secara qath’i. Rukun iman sendiri disebutkan beberapa ayat al-Qur’an, demikian juga dengan rukun Islam.

Jadi sekumpulan perkara yang ada dalam hadits merupakan perkara yang qath’i berdasarkan dalil-dalil lain yang statusnya qath’i, bukan berdasarkan hadits pertanyaan Jibril sebelumnya. Maka, perkara yang terkandung dalam hadits bisa diambil sebagai akidah karena dalil-dalil yang qath’i semisal firman Allah ta’ala berikut:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَى رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالاً بَعِيداً

“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya." (QS. An-Nisa’ [4]: 136)

آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ

“Rasul telah beriman kepada al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Rabbnya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya”, dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat”. (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Rabb kami dan kepada Engkaulah tempat kembali”. (QS. Al-Baqarah [2] 285)

Demikian juga iman kepada takdir alias al-Qadar yang bermakna beriman kepada ilmu Allah dan kitab di al-Lauh al-Mahfuzh: Allah ta’ala berfirman:

وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ قَدَراً مَقْدُوراً

“Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan takdir yang pasti berlaku." (QS. Al-Ahzab [33]: 38)

قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْراً

“Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan takdir bagi tiap-tiap sesuatu." (QS. Ath-Thalaq [65]: 3)

مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ

“Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam kitab Lauh Mahfuzh." (QS. Al-An’am [6]: 38)

كَانَ ذَلِكَ فِي الْكِتَابِ مَسْطُوراً

“Yang demikian itu telah tertulis di dalam kitab Lauh Mahfuzh." (QS. Al-Isra’ [17]: 58)

Sesuatu apapun yang akan terjadi, sebelumnya Allah telah tetapkan takdirnya dan tertulis dalam kitab Lauh Mahfuzh, artinya telah didahului oleh ilmu Allah. Jadi takdir alias al-Qadar merupakan perlambang mengenai ilmu Allah, sebagaimana pula kitab Lauh Mahfuzh merupakan perlambang mengenai ilmu Allah. Karena itu secara istilah, takdir alias al-Qadar bermakna segala sesuatu yang terdahului ilmu Allah. Inilah makna takdir, sebagaimana disebutkan nash al-Qur’an dan nash as-Sunnah.

Demikian pula rukun Islam, terdapat dalam Kitabullah:

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُم

“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi dosa orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kalian berusaha dan tempat kalian tinggal." (QS. Muhammad [47]: 19)

مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعاً سُجَّداً يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَاناً

“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya." (QS. Al-Fath [48]: 29)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian shaum sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa." (QS. Al-Baqarah [2]: 183)

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’." (QS. Al-Baqarah [2]: 43)

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah." (QS. Ali Imran [3] 97)

Jadi demikianlah jawabannya, hadits pertanyaan Jibril tidak ditolak, justru mesti dipahami sesuai konteksnya sebagaimana sudah dijelaskan di atas. Saya berharap persoalan ini menjadi jelas.

Saudara Kalian, Syaikh ‘Atha’ bin Khalil Abu Rusytah.

11 Jumada al-Ula’ 1444 H bertepatan 5 Desember 2022 M.

(YSP)

COMMENTS

Name

afkar,5,agama bahai,1,Agraria,2,ahok,2,Analysis,50,aqidah,9,artikel,13,bedah buku,1,bencana,23,berita,49,berita terkini,228,Breaking News,8,Buletin al-Islam,13,Buletin kaffah,54,catatan,5,cek fakta,2,Corona,122,curang,1,Dakwah,42,demokrasi,52,Editorial,4,Ekonomi,186,fikrah,6,Fiqih,16,fokus,3,Geopolitik,7,gerakan,5,Hukum,90,ibroh,17,Ideologi,68,Indonesia,1,info HTI,10,informasi,1,inspirasi,32,Internasional,3,islam,192,Kapitalisme,23,keamanan,8,keluarga,51,Keluarga Ideologis,2,kesehatan,83,ketahanan,2,khi,1,Khilafah,289,khutbah jum'at,3,Kitab,3,klarifikasi,4,Komentar,76,komunisme,2,konspirasi,1,kontra opini,28,korupsi,40,Kriminal,1,Legal Opini,17,liberal,2,lockdown,24,luar negeri,47,mahasiswa,3,Medsos,5,migas,1,militer,1,Motivasi,3,muhasabah,17,Musibah,4,Muslimah,87,Nafsiyah,9,Nasihat,9,Nasional,2,Nasjo,12,ngaji,1,Opini,3556,opini islam,87,Opini Netizen,1,Opini Tokoh,102,ormas,4,Otomotif,1,Pandemi,4,parenting,4,Pemberdayaan,1,pemikiran,19,Pendidikan,112,Peradaban,1,Peristiwa,12,pertahanan,1,pertanian,2,politik,320,Politik Islam,14,Politik khilafah,1,propaganda,5,Ramadhan,5,Redaksi,3,remaja,7,Renungan,5,Review Buku,5,rohingya,1,Sains,3,santai sejenak,2,sejarah,70,Sekularisme,5,Sepiritual,1,skandal,3,Sorotan,1,sosial,66,Sosok,1,Surat Pembaca,1,syarah hadits,8,Syarah Kitab,1,Syari'ah,45,Tadabbur al-Qur’an,1,tahun baru,2,Tarikh,2,Tekhnologi,2,Teladan,7,timur tengah,32,tokoh,49,Tren Opini Channel,3,tsaqofah,6,tulisan,5,ulama,5,Ultimatum,7,video,1,
ltr
item
Tren Opini: Khabar Ahad Tidak Ditolak, Justru Harus Diamalkan
Khabar Ahad Tidak Ditolak, Justru Harus Diamalkan
Khabar Ahad
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhgfITtIqeSboj0r6a4GItqEugQJPj5R0NBBz0vVubgpuPPK2WuPyeMqzM_6VdX3SACi2mwd1RlkcHYWlJCzjeoFO9DqVAwDbs92nTN-VF30G_l9B6WZ3IZ60GVKrafgqSKUg2OvK9zezlTIrKfiG9nbH-U2YV_wggaH_GNNLblpDCv73NX4-uDlGpI/s16000/png_20221228_180534_0000_compress82.webp
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhgfITtIqeSboj0r6a4GItqEugQJPj5R0NBBz0vVubgpuPPK2WuPyeMqzM_6VdX3SACi2mwd1RlkcHYWlJCzjeoFO9DqVAwDbs92nTN-VF30G_l9B6WZ3IZ60GVKrafgqSKUg2OvK9zezlTIrKfiG9nbH-U2YV_wggaH_GNNLblpDCv73NX4-uDlGpI/s72-c/png_20221228_180534_0000_compress82.webp
Tren Opini
https://www.trenopini.com/2022/12/khabar-ahad-tidak-ditolak-justru-harus.html
https://www.trenopini.com/
https://www.trenopini.com/
https://www.trenopini.com/2022/12/khabar-ahad-tidak-ditolak-justru-harus.html
true
6964008929711366424
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS PREMIUM CONTENT IS LOCKED STEP 1: Share. STEP 2: Click the link you shared to unlock Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy