Kebijakan ekonomi indonesia
Oleh : Diah Indriastuti, SE
Menyikapi pernyataan yang disampaikan oleh Ibu Sri Mulyani terkait sisa anggaran 1,2 T harus dihabiskan hingga bulan Desember ini, tentu membuat kita miris.
Seolah-olah sumber dana anggaran mudah didapatkan (padahal dari uang rakyat) dan bisa diperuntukkan apa saja dengan pertanggungjawaban hanya dalam bentuk laporan saja, bahwa uang sudah habis diperuntukkan ini dan itu, selesai.
Apalagi selama ini anggaran yang ditetapkan oleh pemerintah nyata-nyata tidak mampu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh rakyat.
Kebutuhan pokok semakin melambung, kesehatan mahal, pendidikan tidak merata, keamanan baik dalam negeri maupun luar negeri lemah, hutang menumpuk, krisis ekonomi tidak ada ujungnya, belum lagi kriminalitas yang semakin meresahkan, dan masih banyak lagi.
Yang menjadi fokus perhatian pemerintah adalah anggaran yang dialokasikan hanya menyangkut infrastuktur , vaksin, bansos, dimana ini semua kepentingan oligarki baik asing maupun aseng.
Ini menunjukkan ketidakmampuan penguasa dalam melihat akar masalah yang dihadapi rakyat dengan benar. Sehingga berpengaruh terhadap penetapan skala prioritas yang harus dilakukan.
Selain itu, menjadikan anggaran berimbang sebagai cara untuk menetapkan anggaran tiap tahunnya, menjadi problem besar. Karena akan mengakibatkan kepada alokasi dana yang tidak tepat sasaran.
Begitu juga anggaran yang mengacu kepada hutang/pinjaman dengan riba, memperparah tanggungan yang dibebankan negara kepada rakyat berupa tingginya pajak. Dimana pajak merupakan satu-satunya pemasukan bagi negara. Negara akan berupaya bagaimanapun caranya supaya target pajak meningkat meski rakyat semakin menderita.
Kebijakan negeri ini salah arah
Kita semua tau bahwa negeri kita selalu menyelesaikan masalah berkiblat kepada Barat (AS) . Barat mengadopsi Kapitalisme Liberal sebagai ideologi untuk mengatur seluruh aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Ideologi inilah yang berpengaruh terhadap setiap kebijakan yang diambil. Sebagai contoh : UU Cipta Kerja, UU Minerba, UU Migas, UU kesehatan, dan lainnya, termasuk pengelolaan keuangan negara. Yang akhirnya membawa negeri ini kepada krisis ekonomi yang membelit.
Meski rakyat telah menolak kebijakan tersebut tapi tetap dijalankan, padahal jelas-jelas mengakibatkan kesengsaraan.
Ini menunjukkan bahwa sebenarnya ketika menjadikan ideologi Kapitalisme Liberal justru menjadikan negeri ini bukannya sejahtera melainkan terpuruk. Hutang menumpuk, terjerat riba, banyak pengangguran, kriminalitas merajalela, usaha-usaha sulit.
Ideologi Kapitalisme Liberal memang ideologi yang sarat dengan kepentingan pihak Kapitalis. Sehingga tidak akan kita jumpai dalam penerapannya akan berpihak kepada kemaslahatan rakyat.
Ideologi ini mengagungkan kebebasan kepemilikan ekonomi tanpa melihat halal haram atau agama. Inilah membentuk perilaku manusia yang ingin menguasai apapun yang bernilai ekonomi. Hingga akhirnya muncul penindasan kepentingan, meski itu kepentingan rakyat.
Sehingga kita tidak bisa berharap kepada solusi yang berasal dari ideologi Kapitalisme Liberal. Harusnya ideologi ini kita campakkan supaya kita tidak semakin terperosok dalam jurang kehancuran, kemudian kita berusaha bangkit menuju arah yang benar.
Kehidupan Islam Kaffah adalah arah yang harus diwujudkan
Ketika memahami bahwa negeri ini telah salah arah, maka hendaknya semua rakyat di negeri ini berusaha untuk merubah arah kepada yang benar, supaya kehidupan berubah sebagaimana yang diinginkan yaitu membawa kepada kebahagiaan, dunia akhirat.
Arah yang harusnya dituju adalah mewujudkan kehidupan Islam secara kaffah. Mewujudkan kehidupan sesuai Islam bermakna menjadikan asas kehidupan berlandaskan kepada aqidah Islam dan ketundukan kepada aturan/hukum Islam (hukum Allah).
Asas inilah yang mewarnai setiap kebijakan yang ditetapkan oleh penguasa/Khalifah. Keimanan kepada Allah disertai rasa takut akan hizab Allah pada hari akhir senantiasa meliputi pemikiran penguasa beserta rakyatnya.
COMMENTS