Inflasi kenaikan BBM
Kenaikan harga BBM pada bulan September lalu berdampak cukup luas pada kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hal ini terjadi karena kenaikan BBM berdampak pula pada kenaikan harga barang-barang kebutuhan, terutama kebutuhan pokok, seperti kenaikan harga telur dan harga cabai keriting yang melonjak di pasaran, selain kebutuhan pokok tarif moda transportasi umum tentunya juga mengalami kenaikan. Hal ini tentu membuat sebagian masyarakat menuntut kenaikan upah dari tempat bekerja, salah satunya yang baru – baru ini terjadi adalah demo buruh yang menuntut kenaikan upah karena menyatakan terdampak atas kenaikan harga kebutuhan dan harga BBM.
Tuntutan buruh mengenai kenaikan upah didasarkan pada pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan hidup. Namun hal ini membuat pemilik perusahaan merasa terbebani, karena seolah-olah menjadi pihak yang bertanggungjawab atas kesejahteraan anggotanya, sehingga saat ini banyak sekali perusahaan yang memutuskan melakukan pemutusan hubungan kerja kepada buruh atau karyawannya, selain karena latar belakang merasa menanggung beban berat pegawainya, juga disebabkan UU Cipta Kerja yang memiliki pasal-pasal tertentu yang melemahkan posisi buruh dan menjadi jalan keluar bagi pengusaha ketika kondisi ekonomi dan usaha sedang tidak stabil, yaitu melakukan PHK bahkan secara massal. Hal ini tentu menimbulkan masalah baru, yaitu peningkatan angka pengangguran dan kemiskinan di masyarakat.
Kesejahteraan masyarakat memang tidak bisa dibebankan pada pengusaha, karena tidak sesuai dengan kapasitas pengusaha dalam mengurusi urusan rakyat. Kesejahteraan masyarakat seharusnya menjadi perhatian utama negara karena negara adalah institusi resmi di masyarkat yang bertanggungjawab atas terpenuhinya hak-hak setiap individu dalam negara sehingga diharapkan dapat terwujud kesejahteraan sosial di dalam masyarakat.
Sejahtera adalah impian bagi seluruh individu di masyarakat. Sejahtera berarti terpenuhinya seluruh kebutuhan hidup. Pada era kapitalisme seperti sekarang ini, negara yang seharusnya bertanggung jawab memenuhi serta menjamin pemenuhan kebutuhan rakyatnya seolah lepas tangan. Hal ini nampak dari kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh negara, tidak mendatangkan kesejahteraan kepada rakyat dan lebih menguntungkan bagi para pemilik modal.
Ini berbeda dengan Islam. Islam mengatur bagaimana negara mengurusi rakyatnya untuk mendapatkan kesejahteraan hidup. Dalam Islam penguasa bertanggung jawab memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan pokok setiap rakyatnya, Islam memandang pemimpin sebagai ro’in (pelayan) dan pelindung bagi rakyat yang dipimpinnya. Rasulullah bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari yang berbunyi “Imam (pemimpin) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggungjawab atas pengurusan rakyatnya. Sehingga dalam hal ini kita mengetahui kenaikan gaji semata tidak dapat menjadi solusi yang tepat atas permasalahan rakyat yang tidak dapat hidup sejahtera karena tidak mampu mencukupi kebutuhan hidupnya. Dalam Islam akad terjadi antara pekerja dan pengusaha. Perhitungan upahnya ditentukan berdasarkan kemanfaatan yang diberikan dengan keridhoan dari kedua belah pihak. Pengusaha tidak bertanggung jawab untuk terpenuhinya kebutuhan pekerjanya, jaminan ini harusnya diberikan oleh negara.
Sistem Islam memiliki berbagai mekanisme yang dapat menjamin pekerja hidup sejahtera. Meknaisme ini juga telah terbukti berhasil selama kurang lebih 1300 tahun dalam pemerintahan Daulah Islamiyah. Dalam Islam perjanjian antara pengusaha dan pekerja, sepenuhnya tergantung pada kontrak kerja (akad ijarah) yang harus memenuhi ridho dan ikhtiar, sehingga perjanjian antara pengusaha dan pekerja harus saling menguntungkan, tidak boleh ada yang terdzolimi.
Pengusaha mendapat keuntungan dari jasa pekerja yang dia butuhkan untuk melakukan pekerjaan tertentu. Begitu pula pekerja, mendapat keuntungan berupa upah sebagai imbalan yang diberikan setelah melakukan pekerjaan tertentu sesuai dengan kontrak. Perkiraan pemberian upah pekerja ini juga harus dikembalikan kepada ahli yang memiliki keahlian menentukan upah, bukan negara dan bukan pula penduduk suatu negara.
Islam juga mewajibkan bagi negara untuk menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya, khusunya bagi laki-laki yang memang memiliki kewajiban dan tanggung jawab dalam memenuhi nafkah dalam keluarga. Untuk orang yang tidak mampu bekerja, maka itu akan menjadi tanggung jawab kerabatnya. Namun jika kerabat juga termasuk golongan masyarakat yang tidak mampu, maka kebutuhan dan kesejahteraan akan ditanggung oleh negara.
Setiap orang dipastikan terpenuhi kebutuhannya. Baik itu kebutuhan pokok ataupun kebutuhan komunal. Kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, dan papan menjadi hal yang mudah untuk didapatkan oleh setiap lapisan masyarkat. Kebutuhan komunal meliputi pendidikan, kesehatan serta keamanan juga diselenggarakan oleh negara untuk rakyat secara cuma-cuma dengan pelayanan yang terbaik.
COMMENTS