Moral intelektual
Oleh. Heni Rohmawati, S.E.I (Kontributor Narasipost)
Prihatin sekaligus miris melihat sekelompok mahasiswa Universitas Islam Negeri Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember berjoget ria di masjid kampus dan viral di media sosial. Pihak kampus menjelaskan aktivitas itu berlangsung saat kegiatan pengenalan budaya akademik dan kemahasiswaan (PBAK). (detik.com, 26/8/2022).
Saihan selaku ketua panitia pelaksana kegiatan PBAK sekaligus Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan membenarkan hal tersebut. Ia menyatakan, “Dengan materi yang padat. Mungkin mereka bosan. Dan ada mahasiswa yang bakat menyanyi. Lalu para peserta memintanya bernyanyi.
Degradasi Moral
Ustaz Fahim dalam tausiyahnya mengkritik keras apa yang dilakukan oleh sekelompok mahasiswa yang berjoget di kampus. Apapun alasannya tidak bisa diterima. Beliau menyatakan, “Jika masjid dibuat joget-joget dikatakan tidak masalah, ini sama saja dengan degradasi moral. Sama saja dengan penghancuran moral umat islam. Dan ini tanggung jawab siapa? (Avanger muslim channel, 25/8/2022).
Ustaz fahim melanjutkan bahwa ia berlepas diri dengan apa yang dilakukan oleh aktivitas yang tidak semestinya tersebut. Apalagi Universitas Negeri tersebut menggunakan nama seorang wali yang tidak diragukan keshalihannya. Yaitu Kyai achmad siddiq yang menjadi simbol di jawa timur. Seorang tokoh yang kharismatik.
Kedudukan Masjid dalam Islam
Masjid tidak hanya tempat untuk beribadah mahdoh seperti shalat, membaca Al Qur’an maupun untuk berdzikir saja. Bahkan Rasulullah saw. adalah yang pertama kali mendirikan Masjid Nabawi di madinah, telah menjadikan masjid sebagai sentral kegiatan umat Islam, seperti pusat pemerintahan, tempat membicarakan permasalahan umat, dan dakwah Islam.
Namun, saat ini masjid difungsikan sebagai tempat shalat 5 waktu, sholat ‘ied dan peringatan-peringatan hari besar Islam. Masjid adalah tempat yang disakralkan. Karena keberadaannya sebagai pusat ibadah umat Islam, tempat untuk berdzikir dan juga bermunajat kepada Allah Swt. Bagaimana mungkin ada sebagian orang yang menggunakan masjid sebagai tempat maksiat yang jauh dari islam?
Akibat Sekulerisme
Sungguh tidaklah berlebihan apabila Ustaz Fahim menyebutkan aktivitas berjoget di masjid adalah bentuk degradasi moral. Degradasi moral menurut KBBI adalah kemerosotan atau lunturnya nilai dan moral yang berlaku di dalam masyarakat. Generasi umat ini makin hari makin terkikis moral, pemahaman agama bahkan akidahnya. Modernisme dalam bentuk kemajuan teknologi dan informasi ternyata tidak mampu menjamin terjaganya akidah maupun moral. Malah sebaliknya, dominasi pemikiran kufur terus menyeruak di antara nafas-nafas pemuda muslim. Hingga mereka terjauh dari pemahaman Islam yang benar dan lurus.
Meskipun Indonesia mayoritas adalah umat Islam, namun tidak dapat dibantah bahwa sekulerisasi terjadi di berbagai aspek kehidupan. Baik itu dalam bidang politik, pemerintahan, ekonomi bahkan di dunia pendidikan. Lembaga pendidikan di mana generasi dididik agar menjadi manusia yang memiliki kepribadian paripurna atau integritas guna mempersiapkan pemimpin di masa depan ternyata tidak bebas dari pencemaran pemikiran.
Meskipun pendidikan agama telah diajarkan di sekolah, namun belum memberi efek seperti yang dibutuhkan. Inilah dampak buruk pemisahan agama dari kehidupan. Meskipun generasi beragama muslim tetapi secara pemikiran dan tingkah laku tidak sesuai bahkan bertentangan dengan islam.
Generasi muda telah kehilangan orientasi hidup. Sehingga hidup mereka tidak menentu, sesuai arus yang sedang berhembus. Latah dan tidak memiliki prinsip yang kokoh. Lebih mengutamakan hawa nafsu dalam bertindak tanpa memperhatikan akibatnya. Lemah mental dan mudah depresi dalam menghadapi berbagai masalah.
Gaya hidup barat yang memuja kebebasan, telah menghantarkan mereka untuk hidup sekadar mencari kesenangan. Membawa mereka menerjang rambu-rambu agama. Bahkan rela melanggar perbuatan amoral demi mendapatkan predikat viral.
Kondisi ini wajar adanya terjadi di negeri mayoritas muslim ini yang menerapkan sistem kapitalisme. Karena memang ideologi kapitalisme berasaskan pada sekulerisme dan menggunakan sistem demokrasi sebagai sistem pemerintahannya. Jamak diketahui bahwa demokrasi memberi jaminan kebebasan individu dengan sebutan hak asasi manusia (HAM). Inilah cikal bakal rusaknya moral manusia.
Kembalikan Generasi Muda Islam Ke Mabda’ Islam
Mahasiswa adalah generasi yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan di masa yang akan datang. Sudah seharusnya keberadaannya diperhatikan oleh banyak pihak untuk mempersiapkan kepemimpinannya pada masanya terutama para pemimpin dan masyarakat.
Generasi adalah tulang punggung peradaban. Maka baik atau buruknya kepemimpinan yang akan datang akan ditentukan dari kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang akan menggantikan tampuk kepemimpinan. Jika saat ini pemuda belum menunjukkan ke arah perbaikan, tentu akan menjadi keprihatinan tersendiri bagi umat islam.
Pembajakan potensi pemuda yang saat ini masif digaungkan oleh para penyerunya, melalui program moderasi beragama dan melalui kurikulum, sadar atau tidak telah membawa pemuda muslim semakin jauh dari Islam. Hal ini dibuktikan dengan melihat realitas pemuda itu sendiri, yang enggan mendekat kepada agama, bahkan menjauh.
Maka cara mengembalikan generasi islam kepada khittahnya adalah dengan mere-orientasi arah kehidupannya. Menyadarkan kembali siapa dirinya, dari mana asalnya dan untuk apa ia diciptakan. Mewujudkan kesadaran dalam proses berpikirnya, hingga sadar benar dengan apa yang ada pada dirinya.
Setelah memahami akan lemahnya manusia dan tujuan hidupnya, hendaknya ia disadarkan akan potensinya yang luar biasa dalam melanjutkan perjuangan umat islam dan risalah islam. Di pundaknyalah nasib umat dipertaruhkan. Sebagaimana peran pemuda pada masa keemasan islam dulu kala.
Pemuda Semasa Kejayaan Islam
Pada masa kejayaan Islam, pemuda memiliki peran strategis dalam mendukung kejayaan Islam. Misalnya, Abdurrahman An Nasir yang sebelumnya amir Kordoba, telah mampu memperluas wilayah Islam hingga Afrika Utara. Beliau pun mampu mengendalikan berbagai permusuhan dan mewujudkan kebangkitan di Andalusia. Lalu pada usia 22 tahun beliau menjadi khalifah pada masa kepemimpinan Bani Umayyah.
Dalam bidang pemerintahana dan militer, dunia mengenal Muhammad al Fatih. Perjuangan heroiknya yang mampu menaklukan konstantinopel pada usia 23 tahun, yang sudah menjadi khalifah sejak usia 21 tahun. Pencapaian yang belum pernah berhasil dilakukan oleh pemuda yang hidup pada modern abad ini.
Sungguh hanya Islam yang mampu memberikan perhatian besar terhadap generasi. Dan menjadikannya pemimpin yang siap menganggung amanah. Tak hanya itu, mereka pun siap mempersembahkan yang terbaik untuk kemuliaan Islam. Karena dalam Islam mereka adalah tonggak pelanjut perjuangan. Yang harus diberi pendidikan terbaik. Agar saat kepemimpinannya kelak, mampu memimpin manusia dengan sebaik-baiknya.
Wallahu a’lam bishowab.
COMMENTS