CFW dalam pandangan Islam
Oleh : Ihfadz Zefar A. (Siswa SMA Durrotul Ummah Tangerang)
Bak setrika yang masih hangat setelah dimatikan, fenomena Citayam Fashion Week (CFW) tak habis-habisnya dibahas. Ajang adu fesyen yang dilakukan anak-anak millenial dari Sudirman, Citayam, Bojonggede, dan Depok (SCBD) ini tentunya telah menjadi tren yang terus viral. Maka, tidak aneh lagi bila menuai banyak pendapat tentang baik buruknya CFW.
Sebagai seorang Muslim, fenomena ini tidak boleh luput dari pandangan kita sebagai bentuk kepedulian dan amar ma'ruf nahi munkar kepada kalangan anak muda.
Dalam Islam, cara berfesyen telah diatur, yang paling utama adalah menutup aurat, sebagaimana sabda Rasulullah saw.
“Sesungguhnya kita dilarang menampakkan aurot kita” (HR. Imam Ahmad)
Kaitannya dengan hadist tersebut, CFW menjadi tempat yang melimpah untuk melihat aurot yang seharusnya tidak ditampakkan.
“Citayam Fashion Week adalah sebuah fenomena, di mana itu bagian dari aktivitas generasi muda mengembangkan dan membuat ekspresi dari sisi kesenian, bagian dari ekspresi penjiwaannya. Biarkan mereka buka dirinya dengan kondisi yang ada." (19/7/2022 Suara.com). Kutipan kalimat dari Kepala Dinas Kebudayaan Pemerintah Provinsi Jakarta, Iwan Wardhana, ini menjadi bukti bahwa kebebasan berekspresi menjadi salahsatu alasan mereka dalam berpakaian tanpa memperdulikan batasan yang Allah tetapkan. Seolah Tuhan berada di bawah kata "kreativitas". Jika sudah terikat dengan syariat, pemikiran kapitalisme seperti, "Kan tidak merugikan orang lain" seharusnya tidak timbul, karena landasan kita bukan untung atau rugi melainkan benar dan salah yang termaktub pada Quran dan Sunnah.
Perempuan yang begitu Islam mulia, pada CFW berani menampilkan aurat demi bisa berpakaian unik serta berlenggak lenggok di atas zebracross atau hanya sekadar lalu-lalang di kawasan Sudirman tersebut. Entah kurang jelas apa firman Allah Swt dalam QS. Al Ahzab ayat 59
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Artinya: "Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, "Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."
Semua hal tadi bukan berarti Islam mengecam keunikan atau keindahan dalam bertata busana. Hanya saja Islam memiliki aturannya, sehingga perspektif "keindahan" yang dimaksud nantinya sesuai dengan keindahan surgawi atau yang dapat membuat kita terjaga dari dosa.
“Sesungguhnya Allah Maha indah dan mencintai keindahan” (HR. Muslim dari Ibnu Mas’ûd radhiyallahu’anhu)
Menjadi bagian dari yang Allah cintai, bukankah sesutu yang harus kita impikan?
COMMENTS