Citayam Fashion Week CFW
© Doni Riw
Citayam Fashion Week (CFW) itu semacam ruang ekspresi bagi muda-mudi pinggiran Jakarta. Pinggiran dalam arti geografis, kultural maupun ekonomi.
Di tengah hiruk pikuk warga Ibukota mempertontonkan glamouritas outfit branded internasional, CFW seolah menjadi harapan bagi UMKM brand fashion lokal dengan harga ramah kantong pinggiran.
Sebagai sebuah gerakan subcultur, CFW bukanlah ide original anak bangsa. Sebelumnya, di Jepang ada Harajuku, di Korsel ada Gangnam. Lantas, apakah ini berarti murni produk Timur? Tidak Juga.
Street Fashon sebelumnya sudah marak di kota-kota Eropa seperti di Stockholm, Copenhagen, dan tentu saja Milan serta Paris.
Di pusat gravitasi Kapitalis, Amerika, sejak berakhirnya perang dunia ke dua, kita mengenal gerakan Hipies, Skinhead, Punk, dan sejenisnya.
Gerakan Fashion Jalanan Trans Nasional ini menawarkan kelatahan global bagi kaum menengah ke bawah, yaitu membebek dan menyembah budaya amerika khususnya bidang Food, Fun, and Fashion (3F).
Sedangkan pengendalian kiblat bagi kaum menengah ke atasnya, ada pola permainan berbeda. Kita bahas lain kali.
Komoditas Food, Fun, and Fashion adalah bunga yang mekar dari pohon ideologi kapitalis, berakar akidah sekuler, bernilai kebebasan. Maka wajar jika nilai Halal-Haram diabaikan.
Bunga ini ditawarkan kepada muda-mudi seluruh dunia, agar mereka menghisap aromanya, menelan kelopak, serta helai-helai mahkotanya.
Di dalam rumus marketing, gerakan Street Fashion ini adalah cara beriklan yang sangat halus. Semacam model covert selling dalam ilmu copywriting industri.
Sehingga para muda itu mabuk mengejar "Aktualisasi Diri" semu melalui Fashion dan Sosial Media.
Boro-boro mencapai aktualisasi diri nyata, yang ada mereka hanya menjadi budak industri. Mereka suka rela merogoh kocek tipis mereka dalam-dalam, demi menambah pundi-pundi kapitalis raksasa yang bersembunyi di balik baju UMKM.
Jogja 19722
IG @doniriw
t.me/doniriw_channel
YouTube.com/doniriw
#CFWDR #doniriw
COMMENTS