Buruh Dalam Kapitalisme
Oleh: Rey Fitriyani
Aksi demo memperingati Hari Buruh Internasional (May Day) berlangsung Sabtu (14/5/2022) di Gedung DPR/MPR dan kawasan Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, ada empat serikat buruh yang turut serta dalam demo kali ini. Keempatnya adalah Partai Buruh, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), dan Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI). Selain itu, Serikat Petani Indonesia, buruh migran, forum guru honorer, aktivis organisasi perempuan percaya, jala pembantu rumah tangga, hingga ojek online disebut juga turut dalam demo May Day.
Berdasarkan pantauan Kompas.com, Sabtu (14/5/2022) sekitar pukul 12.00 WIB, massa melakukan longmarch ke arah Gelora Bung Karno sekitar pukul 12.00 WIB usai melakukan orasi di depan gedung parlemen. Sejumlah massa diperkirakan sebanyak 50.000 buruh hadir dalam demo May Day yang berasal dari DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Mereka tampak membawa atribut, membentangkan spanduk, dan mengibarkan bendera dari kelompoknya masing-masing. Setelah menggelar demo di depan kompleks parlemen, massa akan melakukan longmarch ke kawasan GBK untuk melanjutkan rangkaian perayaan Hari Buruh Internasional.
Dalam aksi May Day Fiesta Partai Buruh membawa 18 tuntutan yang akan dihelat di Gedung DPR dan Gelora Bung Karno (GBK) pada Sabtu (14/5). Tuntutan utama yang akan disuarakan adalah penolakan terhadap UU Omnibus Law Cipta Kerja. Karena menurut Said, aturan hukum tersebut mengeksploitasi buruh.
"Omnibus law mengeksploitasi, membuat perbudakan zaman modern, outsourcing dibebaskan untuk semua jenis pekerjaan, tidak ada batas waktu, dan upah yang murah,” ujar Presiden Partai Buruh Said Iqbal dalam konferensi pers daring, Jumat (13/5). (CNN Indonesia)
Tuntutan lainnya yaitu mendesak pemerintah menurunkan harga bahan pokok termasuk minyak goreng; mendesak RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) disahkan, menolak revisi UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP) dan menolak revisi UU Serikat Kerja/Serikat Buruh. Lalu penolakan atas upah murah, penghapusan outsourcing, penolakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan desakan agar Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Perlindungan Anak Buah Kapal (ABK) dan Buruh Migran disahkan. Kemudian penolakan pengurangan peserta Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBIJK), wujudkan kedaulatan pangan dan reforma agraria, setop kriminalisasi petani, serta biaya pendidikan murah dan wajib belajar 15 tahun gratis.
Selanjutnya mereka meminta pemerintah mengangkat guru dan tenaga honorer menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), pemberdayaan sektor informal, ratifikasi konvensi ILO No. 190 tentang Penghapusan Kekerasan dan Pelecehan di dunia kerja, mengupayakan status sopir ojek online sebagai pekerja, bukan lagi mitra kerja. Said mengatakan pada aksi nanti juga akan meminta kepastian agar Pemilu 2024 dilaksanakan tepat waktu, redistribusi kekayaan yang adil dengan menambah program jaminan sosial (jaminan makanan, perumahan, pengangguran, pendidikan dan air bersih), dan meminta pemerintah mengupayakan agar tidak ada lagi warga yang kelaparan.
Berbagai tuntutan pada May day tahun ini memang tidak beranjak dari tuntutan tuntutan sebelumnya. Semuanya berkisar tentang hak pekerja atau buruh untuk mendapat kesempatan hidup yang lebih layak, juga posisi yang adil dalam hubungan kerja yang mereka bangun dengan para pengusaha. Namun para buruh melihat masalahnya ada pada Pemerintah yang tidak berdiri dipihak mereka. Dilihat dari berbagai UU Cipta Kerja dan makin banyaknya pasal yang mencederai hak pekerja. Semisal soal pengupahan, masuknya pekerja mancanegara, system kerja kontrak, outsourching yang pekerjaannya tidak dibatasi, waktu kerja lembur yang makin panjang, kurangnya hak cuti dan istirahat, PHK dan masih banyak lagi problem yang ada.
Semua persoalan ini tak akan pernah kunjung selesai jika Negara ini masih menerapkan system ekonomi kapitalisme. System ini memposisikan upah sebagai bagian dari faktor produksi. Karena jika ingin meraih keuntungan yang setinggi tingginya maka upah harus ditekan seoptimal mungkin. Selain itu, sistem ekonomi kapitalisme memang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang ditopang oleh investasi. Sedangkan salah satu cara untuk menggait investor adalah upah yang rendah sehingga menekan upah dengan serendah-rendahnya dianggap alasan logis untuk menekan biaya produksi. Meski demikian, upah buruh tidak boleh terlalu rendah karena akan menyebabkan inefisiensi. Sebab, buruh dan keluarganya butuh makan untuk hidup dan bekerja, dari sinilah lahir hukum upah besi atau the iron wag’s law, yaitu upah tidak boleh diturunkan dan dinaikkan. Upah tidak boleh kurang dan tidak boleh lebih dari Kebutuhan Fisik Minimum (KFM), karena kelebihan upah pun dianggap inefisiensi terhadap pertumbuhan ekonomi. Inilah asal muasal lahirnya sistem upah minimum yang menjadi polemik utama dalam ketenagakerjaan kapitalisme.
Pun dalam system ini Negara hanya berpihak sebagai regulator saja. Sehingga penguasa yang lahir dari system ini bermental pengusaha, menjadikan jabatan hanya dimaknai sebagai wasilah mendulang keuntungan. Walhasil, akan terjalin simbiosis mutualisme antara penguasa dan pengusaha. Jadilah keduanya berkolaborasi untuk mengeksploitasi buruh dan merampas hak-hak mereka.
Berbeda dengan Islam yang memosisikan negara sebagai penjamin kebutuhan dasar bagi kehidupan rakyat. Dalam Negara Islam (Khilafah), negara bertanggung jawab penuh mengurus dan menyejahterakan rakyatnya. Aturan pekerja dalam Islam dibedakan menjadi dua, yaitu pembahasan upah dan jaminan atas terpenuhinya kebutuhan hidup. Pembahasan upah hanyalah berbicara akad antara majikan dan pegawai. Pemerintah tidak berhak ikut campur menentukan besaran upah, kecuali memilihkan pakar untuk menentukan besaran upah, itu pun jika ada pertikaian di antara kedua belah pihak. Sedangkan besaran upah dihitung bukan berdasarkan KFM ataupun perhitungan biaya produksi karena besaran upah, dalam Islam ditentukan oleh jasa tenaga yang diberikan oleh pekerja pada majikan, atau sering disebut upah sepadan. Inilah yang menghilangkan potensi eksploitasi pada buruh.
Sedangkan jaminan atas kebutuhan hidup bukan tanggung jawab majikan, tetapi tanggung jawab Negara. Negara lah yang akan menjamin kebutuhan dasar rakyat agar terpenuhi. Baik itu sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan maupun keamanan. Dengan demikian, jika upah mereka tidak mencukupi untuk menghidupi diri dan keluarganya karena cacat (kecelakaan dalam berkerja) atau lainnya maka itu urusan Negara, bukan majikan.
Oleh karena itu hanya dengan penerapan system pemerintahan Islam (Khilafah) seluruh permasalahan bisa diatasi dan mampu mewujudkan kesejahteraan bagi pekerja. Khilafah juga mampu mewujudkan suasana kerja yang kondusif sehingga tidak terjadi konflik antara pekerja dan majikan. Keduanya mampu bersinergi untuk mewujudkan kemaslahatan bersama. Hal ini menjadikan ekonomi negara Khilafah tumbuh membesar dan terwujud kemakmuran bersama. Wallahualam.
COMMENTS