dibalik pembangunan mandalika
Oleh : Sarnita (Mahasiswa STAI YPIQ BAUBAU)
Pada April 2021 lalu, Indonesia selesai membangun sirkuit internasional baru, yaitu Sirkuit Mandalika. Lokasi Sirkuit Mandalika Lombok atau yang juga dikenal sebagai Sirkuit Internasional Pertamina Mandalika berada di kawasan wisata Mandalika di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Sirkuit Internasional Pertamina Mandalika dijadikan salah satu tuan rumah untuk perhelatan MotoGP 2022.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati beberkan anggaran negara yang dihabiskan untuk perlehatan MotoGP 2022 di Indonesia. Sir Mulyani menyebutkan ajang balap motor kelas dunia ini bakal sulit terselenggara jika tanpa dana yang di ambil dari negara melalui APBN.
Sebagaiamna Pemerintah telah mengalokasikan dana kepada Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) sebesar Rp1,3 triliun dan melalui penganggaran kementerian dan lembaga sebesar Rp1,18 triliun. Total dana APBN yang digunakan mencapai Rp2,48 triliun. (JakBarNews.com, 20/03/2022).
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono di Podkabs (Podcast Kabinet dan Sekretariat) mengatakan. “Benar-benar MotoGP ini menjadi promosi wisata yang sangat besar bagi Mandalika, termasuk untuk ekonomi di Mandalika.”
Dalam rangka mendukung ajang balap motor internasional ini, Basuki hadimuljono, juga melakukan sejumlah pembangunan infrastruktur pendukung dan penataan di kawasan Mandalika.
pemerintah membangun jalan bypass yang menghubungkan Bandara Internasional Lombok (BIL) dengan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika. Jalan yang memiliki panjang 17,3 kilometer itu, telah diresmikan oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) di akhir tahun lalu. Baypass tersebut dapat memangkas waktu tempuh antara bandara dengan KEK Mandalika.
Selain itu, pemerintah juga membangun sarana hunian pariwisata (sarhunta) atau homestay. Keberadaan homestay dengan harapan dapat mendukung Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) Mandalika – Lombok dan juga menjadi alternatif hunian bagi para wisatawan yang akan berkunjung ke Mandalika selama ajang balap internasional MotoGP. (Setgab.go.id, 19/03/2022).
Perhelatan MotoGP yang digelar di Sirkuit Mandalika, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada tanggal 18-20 Maret lalu, dianggap membawa manfaat ekonomi dan efek bagi pemerintah, pertamina hingga pemda dan dunia usaha. Namun pada faktanya yang menikmati untung adalah para pemodal besar yaitu industri pariwisata.
Dari fakta Ini sangat terlihat bahwa kepemimpinan saat ini dikendalikan dengan asas kapitalistik. Asas ini membuat penguasa hanya beriorentasi meraih keuntungan materi dalam kondisi apapun. Alhasil, kepemimpinan ini tidak akan mempermudah masyarakat jika tidak ada manfaat yang diperoleh penguasa.
Jika memang pemerintah serius membangun perekonomian NTB, langkah yang efektif bukanlah dengan menggelar event besar, lantas berharap terjadi multiplier effect. Untuk memajukan UMKM, strategi utama adalah menjadikan UMKM menjadi tuan rumah di negeri sendiri sehingga tidak kalah dengan produk negara lain. Untuk itu, perlu pemetaan kebutuhan dalam negeri sehingga produk UMKM mampu memenuhi kebutuhan rakyat Indonesia.
Efisiensi biaya produksi dan peningkatan kualitas produk tentu dibutuhkan agar bisa memuaskan konsumen dalam negeri. Hal ini jelas butuh campur tangan pemerintah, yaitu untuk memangkas biaya-biaya tambahan seperti pajak, retribusi, dan berbagai pungutan lainnya. Pun, memberikan pelatihan dan bimbingan berkesinambungan pada pelaku UMKM agar produknya berkualitas.
Tentu hal ini membutuhkan campur tangan dari negara. Apalagi secara makro, efektivitas pembangunan perekonomian NTB pada sektor UMKM perlu dipertanyakan. Karena potensi utama NTB ada pada kekayaan alamnya, yaitu sumber daya mineral logam, seperti emas, tembaga, perak, titanium, mangan, dan besi.
Namun saat ini, kekayaan alam itu justru dinikmati oleh 24 perusahaan tambang lokal dan asing. Sementara rakyat gigit jari dan harus puas dengan remah-remah ekonomi dari sektor yang tidak strategis. Itu pun digarap secara tidak maksimal oleh pemerintah. Alhasil permasalahan akar lagi-lagi kembali pada sistem aturan saat ini yang dijalankan yaitu menggunakan sistem kapitalisme sekuler. Dengan sistem sekuler ini dimana aturan yang telah dibuatpun bisa digadaikan demi keuntungan para pemegang modal. Jadi tak heran jika lagi-lagi rakyat yang akan terkena imbas dari pembangunan infrastruktur ini.
Dengan banyaknya anggaran ini seharusnya penguasa jeli melihat pokok permasalahan negeri ini itu bukan pada infrastruktur tapi pada SDA yang makin membuat rakyat tercekik akan susahnya peluang pekerjaan saat ini. Pun jika mau melirik pada infrastruktur, maka penguasa harus juga memperhatikan kesejahteraan rakyat khususnya di NTB.
Jika pembangunan ekonomi NTB dijalankan sesuai dengan sistem Islam, sektor tambang yang strategis ini akan ditarik dari perusahaan swasta dan dikembalikan posisinya sebagai milik publik. Negara akan mengelola sumber daya alam tersebut secara amanah sehingga hasilnya bisa dinikmati semua rakyat berupa tersedianya fasilitas publik seperti pendidikan, kesehatan, dan lain-lain secara gratis dan berkualitas.
Sementara usaha ekonomi rakyat yakni UMKM akan diberdayakan dan diurus secara optimal sehingga menghasilkan produk berkualitas yang akan memenuhi pasar dalam negeri. Produk UMKM akan menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Setelah kebutuhan dalam negeri tercukupi, barulah produk tersebut diekspor ke luar negeri.
Namun, UMKM tidak menjadi sektor andalan dalam sistem ekonomi Islam. Khilafah akan mengoptimalkan pengolahan kekayaan alam milik publik yang jumlahnya melimpah di negeri ini.
Hal ini tentu berbeda dengan sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan penguasa negeri ini sekarang. Kekayaan alam dijual murah ke asing, sementara UMKM dijadikan tulang punggung ekonomi. Maka cuman Islamlah yang dapat memberikan kesejahteraan bagi seluruh manusia.
Sudah saatnya kita kembali ke sistem Islam. Sistem yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia yang bukan hanya mengatur Ibadah mahdah saja tapi mengatur dan mengelola negara dengan baik.
Dalam Islam penguasa tertinggi adalah seorang khalifah. Maka khalifah inilah yang akan memberlakukan aturan sesuai perintah Allah. Dalam aturannya pun khalifah tidak akan menzalimi rakyatnya. Sebab setiap keputusan tidak akan ada yang hanya menguntungkan sebagian pihak saja.
Dilansir dari Republika.co.id, Dr Kasem Ajram (1992) dalam bukunya, The Miracle of Islam Science, 2nd Edition memaparkan pesatnya pembangunan infrastruktur transportasi, jalan yang dilakukan di zaman kekhalifahan Islam.
Menurut catatan sejarah transportasi dunia, negara-negara di Eropa baru mulai membangun jalan pada abad ke-18 M. Insinyur pertama Barat pertama yang membangun jalan adalah Jhon Metcalfe. Pada 1717, dia membangun jalan di Yorkshire, Inggris, sepanjang 180 mil. Ia membangun jalan dengan dilapisi batu dan belum menggunakan aspal.
Kali pertama peradaban Barat mengenal jalan aspal adalah pada 1824 M. Sejarah Barat mencatat, pada tahun itu aspal mulai melapisi jalan Champs-Elysees di Paris, Prancis. Sedangkan, jalan beraspal modern di Amerika baru dibangun pada 1872.
Adalah Edward de Smedt, imigran asal Belgia, lulusan Columbia University di New York yang membangun jalan beraspal pertama di Battery Park dan Fifth Avenue, New York City, serta Pennsylvania Avenue. Ajram mengungkapkan pesatnya pembangunan jalan-jalan beraspal di era kejayaan tak lepas dari penguasaan peradaban Islam terhadap aspal. Sejak abad ke-8 M, peradaban Muslim telah mampu mengolah dan mengelola aspal. "Aspal merupakan turunan dari minyak yang dihasilkan melalui proses kimia bernama distilasi destruktif," ujar Ajram.
Itulah salah satu dari kemegahan daulah Islam yang dipimpin oleh seorang khalifah. Fokus utamanya adalah bagaimana menggerakkan SDA dan juga memfasilitasinya. Sehingga dari situ bisa tercipta Islam yang super power dan memiliki keunggulan dalam negeri. Jadi saat ini Indonesia membutuhkan hal itu. Bukan hanya pembangunan tapi juga perhatian kepada rakyat sendiri bukan asing dan aseng yang menjadi parasit bagi negeri sendiri.
Wallahu'allam.
COMMENTS