LPG BBM Naik
Oleh: Unix Yulia (Komunitas Menulis Setajam Pena)
Keadaan perekonomian yang sulit semakin membelenggu masyarakat. Ditengah pandemi yang belum berakhir, kebijakan-kebijakan terbaru yang dikeluarkan pemerintah justru semakin menyulitkan rakyat. Permasalahan minyak goreng yang belum berakhir, kini ditambah dengan kenaikan harga LPG dan BBM. Sudah tepatkah negara dalam mengurus rakyatnya?
Dikutip dari kumparan.com (27/02/2022), PT Pertamina (Persero) menaikkan harga gas LPG nonsubsidi rumah tangga untuk jenis Bright Gas 5,5 kg, Bright Gas 12 kg, dan Elpiji 12 kg mulai 27 Februari 2022. Hal ini merupakan kenaikan yang kedua kalinya. Sebelumnya pada tangga 25 Desember 2021, Pertamina juga menaikkan harga gas LPG nonsubsidi.
Meskipun gas LPG subsidi di klaim tidak mengalami kenaikan, apakah nantinya dilapangan seperti itu? Karena pada kenyataannya, apabila salah satu mengalami kenaikan biasanya yang lain pun mengikuti.
Tak hanya kenaikan gas LPG saja, namun harga BBM pun mengalami kenaikan. PT Pertamina resmi menaikkan harga sejumlah bahan bakar minyak (BBM) per Kamis (3/3/2022). Pertamina menyebut kenaikan harga BBM jenis pertamax turbo, dexlite, dan pertamina dex dilakukan karena mengikuti perkembangan harga BBM di pasar internasional yang tengah melejit sebagai dampak perang yang terjadi di Ukraina (cnbcindonesia.com, 03/03/2022).
Dengan adanya kenaikan harga gas LPG dan BBM, berpotensi memperburuk keadaan ekonomi masyarakat ditengah pandemi Covid 19 yang belum berakhir. LPG dan BBM merupakan kebutuhan masyarakat yang tidak bisa dihindari. Tak menutup kemungkinan, dengan adanya kenaikan harga BBM dan LPG, akan diikuti naiknya kebutuhan lain. Sehingga beban kebutuhan masyarakat akan semakin bertambah.
Kejadian seperti ini, hampir setiap tahunnya terjadi. Ketika harga naik, kemungkinan kecil bisa turun. Hal ini menunjukkan segala solusi dan upaya yang dilakukan pemerintah selama ini kurang tepat dalam menangani stabilitas harga pasar.
Bukannya fokus untuk melayani dan menyejahterakan masyarakat, pemerintah justru terkesan lebih fokus untuk mendapatkan keuntungan. Seperti, meloloskan banyak perusahan asing yang akan mendirikan perusahaannya di Indonesia, diberikan lahan dengan harga murah. Selain itu, proyek proyek besar pun yang menangani pihak asing. Rakyat seperti menjadi pembangu di negeri nya sendiri.
Seperti itulah tabiat dari sitem kapitalisme, urusan rakyat bukanlah prioritas utama, melainkan siapa yang memberikan lebih banyak keuntungan itulah yang menjadi prioritas. Sebagai salah satu negeri yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, harusnya tidak mengalami kejadian-kejadian seperti ini. Dengan pengelolaan yang benar, pasti hidup masyarakat terjamin. Justru pengelolaan sumber daya alam, sebagian besar dilakukan oleh asing atau swasta, sehingga rakyat tidak merasakan kenikmatannya.
Sangat jauh berbeda apabila Islam yang dijadikan acuan. Negara bertanggung jawab mengelola sumber daya alam yang menjadi hajat publik, tidak boleh menyerahkan pengelolaannya kepada swasta/asing, seperti minyak, gas dan lain sebagainya. Negara juga sebagai penyelenggara dari proses produksi hingga distribusi, dan harus memastikan bahwa seluruh masyarakat mendapatkan harga yang sesuai bahkan gratis, serta wajib menjaga kestabilan pasar. Karena pada dasarnya, tugas utama dari penguasa yaitu mengurus masyarakat, memastikan masyarakat mendapatkan hak-haknya dan kesejahteraan rakyat terjamin.
Namun, hal ini hanya bisa dilakukan apabila sistem Islam diterapkan dalam naungan negara khilafah. Tanpanya mustahil dapat terjadi.
Wallahua'lam bishowab.
COMMENTS