demokrasi sistem kufur
Oleh : Gita Agustiana, S.Pd ( Ibu Rumah Tangga Ideologis)
Ekonom senior dari Universitas Indonesia Faisal Basri menyoroti konflik kepentingan di pemerintahan saat ini. Menurutnya, situasinya saat ini sudah kritis. Dia memperkirakan saat ini para pihak di dalam oligarki sedang dalam fase buka-bukaan dan akan saling membuka borok satu sama lain. "Saya prediksi sih enggak sampai 2024 secara moral pemerintahan ini sudah ambruk karena mayoritas elite-nya sudah tidak bisa ditutup-tutupi lagi, melakukan skandal dan skandalnya semakin besar”. Dirinya juga menambahkan bahwa rakyat akan tahu skandal atau persoalan-persoalan yang ada. Dan berharap agar perlawanan rakyat betul-betul terwujud."
Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Faldo Maldini ikut merespon prediksi Faisal basri yang menyatakan rezim Joko Widodo akan ambruk secara moral sebelum 2024. Dirinya mengklaim bahwa negara selama ini tak pernah menutup mata soal skandal para elite di negeri ini.
Faldo juga mengatakan semua lembaga penegak hukum yang awalnya diragukan masyarakat sudah membuktikan dan menjawab keraguan tersebut dengan mengungkap berbagai skandal tersebut. Baginya, saat ini pemerintah masih berada di jalan yang baik meski dalam kondisi berat.
Ungkapan fakta yang disampaikan oleh faisal bahri adalah sebuah kebenaran. Kaum elite dalam lingkaran penguasa tidak malu-malu lagi dalam mengungkapkan skandalnya. Sebagaimana kasus koruptor yang sudah menjamur di negeri ini. sangat tragis karena pelakunya merupakan oknum anggota eksekutif, legislatif serta yudikatif, yang seharusnya menjadi pengawas bagi jalannya pemerintahan, tetapi mereka menjadi agen juga menjadi pelaku korupsi itu sendiri. Padahal di negeri ini sudah ada lembaga hukum. keberhasilan sebuah lembaga hukum tidak bisa diukur hanya dengan mengungkap skandal para oligarki, tapi harus menuntaskan semua kasus kejahatan yang ada. UU No 30 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang seharusnya membawa angin segar ternyata tidak berdaya dalam menangani kasus-kasus korupsi di negeri ini.
Begitu juga dalam konflik di desa wadas yang baru-baru ini terjadi. Semakin menunjukan kebusukan para oligarki dalam kapitalisme. Hanya demi meraup keuntungan, penguasa rela berkonflik dengan rakyat sendiri. Rakyat desa wadas menolak karena takut desa mereka akan berubah menjadi tambang, dan pastinya bisa merusak lingkungan, budaya dan sosial warga sekitar. Ironisnya, pemerintah tetap berupayanya bahkan menggerakan ratusan aparat bersenjata lengkap menangkap dan menggelandang sejumlah warga yang melawan.
Demikianlah potret buruknya moral penguasa dalam demokrasi. Kepentingan rakyat tidak menjadi perhatian utama, bahkan cenderung terabaikan dan terlupakan. Penguasa lebih memihak oligarki yang memberinya jalan untuk melanggengkan kekuasaan. Terbukti dengan setiap kebijakan dan peraturan yang selalu berpihak pada oligarki bukan rakyat, seperti UU Minerba, UU Ombinus Law dan lainnya.
Biaya politik dalam demorasi sangat mahal. Para oligarkilah yang membiayainya. Dari sini terbentuklah perserikatan antara pengusaha dan penguasa. Dengan kata lain, "tidak ada makan siang gratis. Jadi wajar jika terjadi korupsi dan berbagai kezoliman di negeri ini.
Maka, rakyat harus menyadari bahwa kezoliman pada rakyat bukan hanya karena ambruknya moral penguasa, tapi karena cacat bawaan yang dibawa oleh demokrasi. Tidak cukup dengan mengganti pemimpin yang bermoral, tetapi mengganti sistem demokrasi dengan sistem yang benar yakni sistem islam.
Sejarah telah membuktikan bagaimana sistem islam mampu memberikan kesejahteraan pada umat. Didalam Negara Khilafah, kesejahteraan dan kemulian umat menjadi prioritas utama. Salah satunya wajibnya negera memenuhi semua kebutuhan pokok (primer) setiap individu masyarakat, disertai jaminan yang memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan pelengkap (sekunder dan tersier) sesuai dengan kemampuan mereka (Taqiyuddin An-Nabhani dalam An-Nizhomul Iqtishadiy fil Islam).
Khalifah sebagai seorang pemimpin bertanggung jawab penuh dalam mengurusi umat. Rasulullah SAW bersabda :
“Imam (Khalifah) adalah seperti seorang Penggembala dan dia bertanggung jawab atas masyarakatnya” [Al-Bukhari]
Hal ini dicontohkan langsung oleh Khalifah Umar bin Khattab. Khalifah Umar bin al-khaththab ra. Sosok pemimpin yang sederhana dan peduli kepada nasib rakyatnya. Pada masa kepemimpinan beliau pernah terjadi panceklik. Daerah Hijaz kering kerontang sehingga banyak penduduk mengungsi ke Madinah karena sudah tidak lagi memiliki bahan makanan sedikitpun. Ketika rakyat melaporkan kondisi ini, Khalifah Umar ra. segera menindaklanjutinya dengan segera membagi-bagikan makanan dan uang dari Baitul Mal sampai gudang makanan dan kas Baitul Mal kosong.
Beliau juga memaksakan dirinya untuk tidak makan lemak, susu maupun makanan enak sehingga warna kulitnya hitam serta tubuhnya kurus. Solusi yang diambil oleh Khalifah Umar untuk mengatasi masalah ini dengan meminta bantuan kepada ‘Amru bin al-Ash ra. sebagai Gubernur Mesir dan Abu Musa al-Asy’ari ra. sebagai Gubernur Irak. Tindak lanjut dari perintah Khalifah Umar akhirnya merekapun mengirimkan bantuan dalam jumlah besar yang terdiri dari bahan pokok berupa gandum.
Ditambah bantuan dari Abu Ubaidah ra. dengan membawa 4000 hewan tunggangan yang dipenuhi makanan. Akhirnya masa panceklikpun berakhir dan keadaan berubah kembali normal seperti biasanya berkat kebijakannya yang tepat.
Sayangnya pemimpin seperti ini sulit ditemukan sekarang. Oleh sebab itu, sudah saatnya sistem yang melahirkan banyak pemimpin yang rusak dicampakkan dan ganti dengan sistem pemerintahan Islam yang menerapkan Islam secara kaffah (menyeluruh). WalLahu a’lam bi ash-shawab
COMMENTS