miras dan maksiat
Oleh: Yani Ummu Sarah
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengkritisi dan meminta Kementrian Perdagangan (Kemendag) untuk membatalkan peraturan Mentri Perdagangan No 21 Tahun 2021, tentang Peningkatan Jumlah Impor Minuman Mengandung Etik Alkohol (MMEA). Pembatalan ini bertujuan demi menjaga moral dan akal sehat anak bangsa dan kerugian negara.
Permendag RI No. 20 tahun 2021 Tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor ini menurut Ketua MUI Cholil Nafis, memihak kepentingan wisatawan asing agar datang ke Indonesia, tetapi merugikan anak bangsa dan pendapatan negara. Ketetapan Permendag sebelumnya memberikan pembebasan bea masuk cukai dan pajak dalam rangka import hanya 1 liter minuman mengandung etil alcohol (MMEA).
Pasca Kemendag memberikan izin membawa minol diperlonggar lebih banyak menjadi 2,25 liter ini akan mengakibatkan menurunkan pendapatan negara, dimana masyarakat Indonesia maupun wisatawan asing akan menganggap biasa saat keluar negeri membawa minol dengan jumlah yang lebih banyak (cnnindonesia.com 08/11/2021).
Sejatinya miras adalah minuman yang akan merusak nyawa dan akal manusia, terlebih jika mengkonsumsi terlalu berlebihan, begitupun dampak yang muncul dari masyarakat akibat konsumsi miras akan mengakibatkan kecelakaan lalu lintas, tindak kriminal, pelecehan seksual, pemerkosaan, penganiayaan dan pembunuhan.
Begitu nyata dampak buruk yang luar biasa akibat konsumsi miras terhadap diri sendiri, masyarakat dan negara, namun hal itu tidak menjadikan manusia berpikir untuk menjauhkan miras dari kehidupan justru keberadaan miras dijadikan sebagai lahan mencari keuntungan bagi segelintir orang.
Keberadaan aparatur negara yang seyogyanya memberikan perlindungan kepada masyarakat dengan membuat aturan agar aktivitas masyarakat dapat berjalan dengan aman tanpa gangguan, baik yang menggangu keamanan secara fisik ataupun dari hal yang akan merusak akal dan akhlak masyarakat.
Tidaklah harapan sesuai dengan kenyataan, justru peraturan yang dibuat khususnya oleh kemendag sekarang ini menimbulkan kegaduhan dan pro kontra yang seharusnya tidak terjadi di Indonesia yang mayoritas muslim, dimana Kemendag membuat aturan yang memberikan kelonggaran kepada siapapun membawa miras untuk dikonsumsi. Kenapa ini terjadi di negara mayoritas muslim?
Semua kembali pada aturan yang mengatur kehidupan kita saat ini, aturan yang lahir dari akal pemikiran manusia, akal yang sifatnya terbatas, lemah tidak mampu mengetahui apakah hal itu baik atau buruk kecuali hanya manfaat dan profit yang menjadi focus perhatianya. Begitupun dalam menyikapi miras, dilihat dari segala sisi akan menimbulkan kerusakan, tidak menjadikan aparatur negara membuat aturan yang menghindari bahkan menghilangkan miras, tapi justru membuat aturan yang memberikan kelonggaran kepada masyarakat untuk mengkonsumsinya, ini jelas ada permainan antara pengusaha dan penguasa dimana aturan bisa dibuat sesuai dengan pesanan pengusaha karena ada keuntungan yang akan diperolehnya tanpa memikirkan bahaya besar yang akan muncul, demikian juga penguasa sebagai pemegang tampuk kekuasaan dalam sistem kapitalis sekuler saat ini yang menjadikan materi sebagai tujuan akan melakukan apapun demi mendapatkanya, sekalipun akan menimbulkan kerusakan ketika aturan itu diberlakukan ditengah masyarakat.
Demikianlah potret kehidupan dalam sistem kapitalis sekuler saat ini, kehidupan yang hanya mencari keuntungan semata tanpa memikirkan dampak buruk yang akan ditimbulkanya karena hanya memikirkan diri sendiri dan kelompoknya saja dan juga sebagai biang kerusakan yang terjadi di muka bumi ini. Sekulerisme yang sudah mengakar pada diri kaum muslim, yaitu memisahkan agama dari kehidupan, seolah Islam hanya mengatur urusan dengan tuhanya saja tanpa menjadikan Islam sebagai aturan yang mengaturnya dalam seluruh aspek kehidupan. Suatu pemikiran yang akan merusak, membahayakan serta menyesatkan pemikiran kaum muslim.
Sistem kapitalis sekuler yang mengagungkan kebebasan serta memisahkan agama dari kehidupan, berbeda dengan Islam yang menjadikan halal dan haram sebagai standar dalam berprilaku, apapun yang diperbuat harus berdasarkan pada ajaran Islam, tidak ada kebebasan kecuali dibatasi oleh hukum syara.
Begitupun dengan miras atau khamr adalah minuman yang dilarang sebagaimana apa yang disampaikan dalam hadis berikut ini:
"Khamr itu telah dilaknat dzatnya, orang yang meminumnya, orang yang menuangkannya, orang yang menjualnya, orang yang membelinya, orang yang memerasnya, orang yang meminta untuk diperaskan, orang yang membawanya, orang yang meminta untuk dibawakan dan orang yang memakan harganya." (Diriwayatkan oleh Ahmad (2/25,71), Ath-Thayalisi (1134), Al-Hakim At-Tirmidzi dalam Al-Manhiyaat (hal: 44,58), Abu Dawud (3674)).
Dari sini nampak jelas hanya dengan sistem Islam saja yang akan memberikan rasa aman dan perlindungan, miras yang dinilai haram dalam Islam tidak boleh di produksi, dijual, dikonsumsi atau dimanfaatkan dalam bentuk apapun. Islam menjadi solusi atas kerusakan yang terjadi di muka bumi dengan ketakwaan individu yang dikontrol oleh masyarakat serta negara sebagai pemegang kekuasaan yang akan menerapkan.
COMMENTS