Keadilan Hukum Islam
Oleh : Gita Agustiana, S.Pd. (Ibu Rumah Tangga)
Tagar #PercumaLaporPolisi viral di media sosial Twitter. Pasalnya warga dibuat kecewa dengan sikap polisi yang memberhentikan penyelidikan atas kasus bapak perkosa tiga anak di kecamatan maliu, kabupaten Luwu timur, Sulawesi Selatan pada 9 oktober 2021 yang lalu. Masyarakat menganggap hal tersebut tidak adil. Adapun alasan polres Luwu timur dan Polda memberhentikan penyelidikan kasus tersebut karena dinilai tidak memiliki cukup bukti.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat, Dikti Humas Polri Brigjen, Rusdi Hartono menyatakan kasus di Luwu timur, apabila kedepannya ditemukan novum atau bukti-bukti baru yang terkait dugaan pemerkosaan tersebut, pihaknya akan kembali membuka perkara ini.
Selain itu, Rudi juga mengomentari tagar percuma lapor polisi. Kepala biro tersebut mempertanyakan datanya dan munculnya data tersebut. Namun terjawabkan dengan data-data yang telah di klarifikasi oleh lembaga survei Indonesia (LSI).
Peneliti LSI Dewi Arum menegaskan dalam surveinya masyarakat sangat tidak puas dengan penegakkan hukum di negeri ini. Dewi juga menjelaskan ; "hanya 29,8 % yang menyatakan puas terhadap penegakkan hukum di Indonesia dan sisanya tidak puas". Hal ini diungkapkan oleh warga yang rata-rata mereka berasal dari ekonomi bawah dan berpendidikan rendah.
Tagar percuma lapor polisi merupakan ungkapan rasa ketidakpercayaan masyarakat terhadap penegakkan hukum di negeri ini. Masyarakat tidak menemukan titik keadilan hukum. Penegakkan hukum layaknya tajam ke bawah namun tumpul ke atas. Hukum menjadi tajam ke masyarakat bawah namun tumpul ke masyarakat yang punya kekuasaan dan banyak uang. Sebagai bukti hal yang lumrah kita temukan. Terdakwa koruptor yang mencuri uang negara miliaran rupiah hanya di hukum 1-2 tahun saja, sedangkan terdakwa yang hanya mencuri ayam di Tanggerang terancam dihukum 7 tahun penjara.
Kasus di Luwu timur semakin memperjelas potret ketidakadilan hukum di negeri ini. Kemenangan hukum hanya diraih oleh mereka yang memiliki kekuasan dan banyak uang, sehingga mereka mampu mengendalikan hukum. Slogan setiap warna negara sama derajatnya di mata hukum hanyalah isapan jempol semata.
Beginilah fakta buruknya penerapan hukum dalam demokrasi kapitalisme. Hukum yang dibuat oleh manusia tentu tidak akan menghantarkan kebaikan. Sebab hukum dibuat hanyalah untuk asas manfaat dan kepentingan belaka.
Berbeda halnya dengan Islam. Islam telah melahirkan keadilan didalam hukum. Sebab hukum islam berasal dari aturan Allah yang tentulah memberikan kemaslahatan pada manusia. Ketika Islam ditegakkan dalam bingkai khilafah, maka setiap umat manusia di dalamnya wajib tunduk pada syariat.
Keadilan menegakkan hukum terbukti dengan bagaimana sikap Rasulullah yang tidak pernah pilih kasih terhadap hukum termasuk pada keluarganya sendiri.
Dikutip dari riwayat Aisyah RA dijelaskan sebagai berikut:
Ada seorang wanita yang telah mencuri. Dia berasal dari keluarga terhormat dan disegani dari Bani Makhzum. Karena perbuatannya, ia pun harus dihukum sesuai dengan aturan yang diterapkan saat itu, yaitu dengan dipotong tangannya. Namun, kaum dan keluarga wanita itu merasa keberatan. Karena itu, mereka melakukan berbagai upaya untuk memaafkan wanita itu dan membatalkan hukuman potong tangan.
Akhirnya, mereka menemui Usamah bin Zain, seorang sahabat yang dekat dan dicintai Rasulullah. Mereka memohon kepada Usamah untuk menghadap Rasulullah dan menyampaikan maksud mereka.
Setelah itu, Usamah kemudian beranjak pergi menemui Rasulullah dan menyampaikan keinginan keluarga wanita yang melakukan pencurian itu. Setelah mendengarakan permintaan itu, Rasulullah pun terlihat marah, lalu berkata, “Apakah kau meminta keringanan atas hukum yang ditetapkan Allah?”
Kemudian, beliau berdiri dan berkhutbah di hadapan kaum muslimin hingga sampai pada sabdanya:
“Sesungguhnya yang telah membinasakan umat sebelum kalian adalah jika ada orang terhormat dan mulia di antara mereka mencuri, mereka tidak menghukumnya. Sebaliknya jika orang rendahan yang mencuri, mereka tegakkan hukuman terhadapnya. Demi Allah, bahkan seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya!”.
Tidak ada yang berubah pada ketetapan Allah dan Rasul-Nya. Wanita dari keluarga yang terhormat itu tetap harus menjalani hukuman potong tangan. Aisyah Ra menuturkan, “Wanita itu kemudian bertobat , memperbagus tobatnya, dan menikah. Ia pernah datang dan menyampaikan hajatnya kepada Rasulullah.”
Ketegasan hukum juga dicontohkan oleh Amirul Mukminin, Khalifah Umar bin Khattab.
Dalam buku The Great Leader of Umar bin Al Khathab, Ibnul Jauzi merawikan bahwa Amr Bin al-Ash pernah menerapkan sanksi hukum (had) minum khamr terhadap Abdurrahman bin Umar (Putra Khalifah Umar). Saat itu, Amr bin Al-Ash menjabat sebagai gubernur Mesir. Biasanya, pelaksanaan sanksi hukum semacam ini diselenggarakan di sebuah lapangan umum di pusat kota. Tujuannya, agar penerapan sanksi semacam ini memberikan efek jera bagi masyarakat.
Tapi Amr Bin al-Ash menerapkan hukuman terhadap putra Khalifah, yakni Abdurrahman bin Umar justru bukan seperti tuntunan syariat yag ada, tetapi dilaksanakan di dalam sebuah rumah. Ketika informasi ini sampai kepada Umar, ia langsung melayangkan Sepucuk Surat kepada Amr Bin Al Ash.
Surat tersebut berbunyi, “Dari hamba Allah, Umar, Amirul Mukminin, ditujukan kepada si pendurhaka, putra al Ash. Aku heran terhadap tindakan Anda, wahai putra al Ash. Aku juga heran terhadap kelancangan Anda terhadapku dan pengingkaran Anda terhadap perjanjian ku. Aku telah mengangkat sebagai pengganti mu dari orang-orang yang pernah ikut dalam Perang Badar. Di mana mereka lebih baik dari Anda. Apakah Aku memilihmu untuk membangkang ku? Aku perhatikan anda telah menodai kepercayaanku. Aku berpendapat lebih baik mencopot jabatanmu. Anda telah mencambuk Abdurrahman bin Umar didalam rumahmu, sedang Anda sudah mengerti bahwa tindakan semacam ini menyalahi aturan ku. Abdurrahman itu tidak lain adalah bagian dari rakyat mu. Anda harus memperlakukan dia sebagaimana Anda memperlakukan Muslim lainnya. Akan tetapi Anda katakan; “Dia adalah putra Amirul Mukminin.” Anda sendiri sudah tahu bahwa tidak ada perbedaan manusia di mata saya dalam hal-hal yang berkaitan dengan hak yang harus bagi Allah. Bila anda telah menerima suratku ini maka suruh dia (Abdurrahman) mengenakan mantel yang lebar hingga dia tahu bahwa keburukan perbuatan yang telah dilakukannya.”
Setelah itu Abdurrahman digiring ke sebuah lapangan di pusat kota. Amr Bin al Ash lalu mencambuk Abdurrahman di depan publik. Riwayat ini juga dirawikan bin Sa’ad dari bin az-Zubair. Juga dirawikan Abd ar-Razzaq dengan sanad yang statusnya Shahih dari Ibnu Umar.
Sikap Rasulullah dan Khalifah Umar bin Khattab diatas menggambarkan bahwa seseorang pemimpin harus senantiasa berpegang teguh pada syariat Islam dan mengimplementasikan bahwa setiap masyarakat mempunyai persamaan di hadapan hukum Islam. Tidak perduli dia putra Khalifah (putranya sendiri) ataukah bukan. Tidak perduli dia penjabat atau bukan. Semuanya sama dihadapan Hukum. Syariat Islam tidak memberi peluang sedikitpun nepotisme dan intervensi hukum atas nama keluarga pejabat atau pejabat pendukung rezim.
Begitulah indahnya syariat Islam jika ditegakkan melalui kontitusi negara. Keadilan hukum akan tegak. Semua masyarakat dengan berbagai macam status adalah sama kedudukannya dalam hukum Islam. Wallahu’alam
Referensi :
-https://www.medcom.id/nasional/hukum/lKYrd2QN-psikolog-forensik-nilai-tagar-percuma-lapor-polisi-tidak-patut-diteruskan
-https://nasional.okezone.com/read/2021/10/08/337/2483525/viral-percumalaporpolisi-di-medsos-polri-datanya-dari-mana
-https://nasional.sindonews.com/berita/735487/12/lsi-tangkap-ketidakpuasan-rakyat-atas-penegakan-hukum
COMMENTS