liberalisasi seksual
Oleh : Zahratul Jannah (Freelance Writer)
“Anak adalah peniru terbaik, jadi berikanlah mereka sesuatu yang hebat untuk ditiru."
Kalimat diatas adalah kutipan yang menjabarkan jika peran orang tua sangat penting dalam kehidupan anak, para generasi muda, penerus peradaban bangsa. Dapat diprediksi, tatkala orang tua mengajarkan sesuatu yang negatif terhadap anak kemudian mereka menirunya, maka masa depannya akan suram.
Setidaknya hal itu yang terpikir dibenak penulis tatkala membaca pernyataan salah satu artis diportal online terkait konten porno yang saat ini banyak beredar dan kebolehan anak-anaknya untuk menontonnya. Dalam penjelasannya, dia pun lebih memilih menemani sang buah hati untuk menonton konten porno sembari memberikan edukasi tentang seks sejak dini (www.detiknews.com, 26/6/2021).
Pernyataan artis tersebut tentu memberi reaksi beragam dimasyarakat, termasuk kontra. Salah satunya dari ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (Susanto) yang mengatakan jika konten porno tersebut berbahaya serta tidak boleh dinonton oleh anak meski diawasi atau ditemani. Menurutnya, konten porno tetap memiliki dampak yang buruk.
Senada dengan ketua KPAI, penulispun termasuk orang yang kontra terhadap perkar a tersebut. Menelisik lebih jauh, setidaknya ada beberapa hal yang bisa dianalisis.
Disatu sisi, banyaknya konten-konten rusak berbau porno hari ini adalah hal yang lumrah. Mengingat, kita hidup didalam naungan sistem demokrasi yang rusak. Perlu diketahui jika salah satu derivat ide demokrasi adalah paham liberalisme atau paham kebebasan. Dilihat dari sisi adanya paham liberalisme semacam itu sama saja dengan melegitimasi kemaksiatan. Atas ide ini, manusia berhak menentukan apa yang baik untuk dirinya sendiri, berdasarkan kebebasan, tanpa memperhatikan aspek halal-haram.
Oleh karena itu maka jangan heran jika perihal seksual pun akan diliberalisasi. Karenanya orang-orang pun akan enteng-enteng saja menyebarkan konten yang berbau porno yang gampang diakses oleh setiap kalangan, bahkan untuk tontonan generasi muda.
Sedangkan disisi lain, wajar jika si artis menginginkan edukasi masalah seksual bagi sang anak, dengan harapan bisa mengurangi pengaruh buruknya. Hanya saja, perlu ditelisik lebih jauh, apakah caranya sudah benar? Jangan sampai cara yang ditempuh justru salah, bahkan terkategori melanggar hukum syara’.
Seperti orang tua membolehkan anak menonton konten porno meski dengan alasan edukasi, bahkan menemaninya. Hal ini tentu akan berdampak negatif bagi si anak, sebagaimana yang dijelaskan oleh ketua KPAI. Bisa saja pada saat ditemani menonton oleh orang tua akan timbul rasa penasaran, namun mereka tidak berani mempraktikkannya karena berada dibawah radar pengawasan orang tua. Tapi, siapa yang bisa menjamin mereka tidak akan menonton atau bahkan mempraktikkannya ketika sedang sendiri? Naudzubillah min dzalik.
Maka, menuntaskan perkara konten-konten negatif di era sekarang butuh solusi yang benar-benar bisa menyelesaikan hingga ke akar-akarnya. Jalan keluar yang paling tepat tidak lain adalah dengan mengganti sistem demokrasi yang rusak dengan aturan yang lebih baik. Bagaimanapun, telah terpampang jelas jika sistem rusak inilah sumber setiap persoalan, bahkan sampai mengancam masa depan generasi muda, sang penerus peradaban bangsa. Wallahua’lam.
COMMENTS