BUMN rugi
Penulis : Sri Indrianti (Pemerhati Sosial dan Generasi)
BUMN mengalami kerugian? Bagaimana bisa? Berita terkait BUMN mengalami kerugian memang nyata adanya. Perusahaan plat merah itu di banyak bidang terlilit utang yang tidak sedikit. Berdasarkan catatan Kementerian BUMN, total utang perusahaan negara hingga kuartal ketiga 2020 mencapai 1.682 triliun, naik Rp 289 triliun dibandingkan posisi akhir 2019. (Idxchannel.com, 10/6/2021)
Di antara perusahaan plat merah yang mengalami kerugian yakni PT KAI (Persero), tercatat pada periode Januari hingga Maret 2021, KAI mengalami kerugian Rp 303,4 miliar. PT Garuda Indonesia pun sedang di ujung tanduk sebab mengalami kerugian mencapai Rp 70 triliun. PT PLN (Persero) pun tak luput dari kerugian. Kerugian yang dialami oleh perusahaan listrik ini bahkan mencapai Rp 500 miliar. (okezone.com, 3/6/2021)
Selain BUMN yang disebutkan di atas, masih terdapat sejumlah BUMN yang merugi. Melonjaknya utang BUMN ini disebabkan pemerintah yang menggenjot pertumbuhan ekonomi melalui proyek-proyek infrastruktur. Dana yang dibutuhkan cukup besar, yakni lebih dari Rp 6.400 triliun. Anggaran APBN yang harus dibagi-dibagi dan terbatas besarnya, menyebabkan BUMN turun tangan mencari pendanaan.
Kondisi BUMN yang berada pada posisi genting ini cukup mengkhawatirkan. Timbul pertanyaan sebenarnya apa yang menyebabkan perusahaan plat merah yang semestinya menjadi ujung tombak penerimaan negara malah menderita kerugian besar? Akankah BUMN dapat diselamatkan?
Tata Kelola BUMN Ala Kapitalisme
BUMN memiliki fungsi dan peranan yang strategis bagi perekonomian di negeri ini. Salah satunya adalah mengelola sumber daya alam yang manfaatnya diperuntukkan masyarakat banyak. Namun, realitasnya BUMN tak sepenuhnya melakukan pengelolaan sumber daya alam secara mandiri dan berdaulat. Sudah menjadi rahasia umum bahwa keuntungan yang diperoleh BUMN tak seluruhnya masuk ke dalam kas negara. Sebab kepemilikan saham yang dimiliki hanya sebesar 51 persen.
BUMN pun beralih fungsi dari yang semestinya. Perusahaan yang semestinya bekerja untuk rakyat berubah menjadi lahan bisnis. Negara ibarat perusahaan besar yang menjual jasa dan barang dagangan kepada rakyat. Kapitalisme yang mendasari dalam pengelolaannya menyebabkan salah urus harta negara.
Selain itu, dalam internal kepengurusan BUMN terjadi korupsi yang sudah diketahui khalayak ramai. Alih-alih bekerja untuk melayani masyarakat, sebaliknya justru berlomba mencari keuntungan sendiri. Tak peduli bahwa para internal yang mendapatkan kedudukan memperoleh gaji yang tak sedikit.
Kerugian yang dialami BUMN harus segera dicari akar permasalahan. Jika BUMN tidak ada upaya melakukan perbaikan dan tetap dikelola berdasarkan sistem ekonomi kapitalisme maka kondisi BUMN tidak dapat diselamatkan. Semestinya segera dilakukan misi penyelamatan dan beralih pada sistem yang layak dijadikan sandaran dalam pengelolaan BUMN.
Islam Mengelola Sumber Daya Alam
Islam memiliki sistem perekonomian yang berbeda aturannya dengan sistem ekonomi kapitalisme. Islam memandang sumber daya alam sebagai harta kepemilikan umum. Negara hanya mengelola sumber daya alam tersebut dan hasilnya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Negara bukan korporasi yang komersil senantiasa memperhitungkan untung rugi. Negara betul-betul melayani rakyat dengan memperhatikan kondisi kesejahteraan masing-masing individu.
Pengelolaan sumber daya alam juga tidak akan diserahkan kepada pihak swasta. Sebab jika swasta yang mengelola maka orientasinya adalah bisnis. Padahal harta kepemilikan umum ini diperuntukkan kemaslahatan masyarakat. Sama sekali tak berhak ada pihak yang ingin meraup keuntungan dari pengelolaan ini.
Sejatinya, Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah ruah. Sayangnya, negeri ini tidak mengelola sumber daya alam secara berdaulat dan mandiri. Terlebih bobroknya internal dalam perusahaan plat merah sebagai pihak pengelola. Jika sistem pengelolaannya diperbaiki berdasarkan aturan Islam, maka niscaya BUMN dapat diselamatkan. Tentu saja pengelolaan yang tepat ini akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat.
Wallahu a'lam bish showab
COMMENTS