harga bahan pokok ramadhan 2021
Oleh : Siti Aminah
Bulan Ramadhan adalah bulan suci umat Islam dalam melaksanakan ibadah puasa, dalam melaksanakan ibadah puasa umat Islam tidak ingin makan seperti biasa karena mereka hanya makan dua kali dalam sehari sehingga mereka hanya memakan yang bernilai gizi tinggi.
Setiap Ramadhan harga kebutuhan pokok tidak semakin menurun tapi semakin meroket. Karena permintaan pasar yang meningkat atau karena ada pihak yang memanfaatkan momen ini.
Masalah utama terletak pada permintaan yang meningkat atau ada penimbunan. Harusnya pemerintah sudah bisa mengantisipasi keadaan seperti ini, sehingga masyarakat dapat beribadah dengan khusuk tanpa dibayangi ketakutan tidak bisa memberikan makanan yang layak untuk keluarganya.
Berbeda sekali dengan sistem Islam yang mengatur pasar sehingga tidak ada kenaikan setiap menjelang hari besar.
Sistem ekonomi Islam menjadi solusi bagi buruknya distribusi kekayaan di era peradaban kapitalisme saat ini. Secara umum, sistem ekonomi Islam menetapkan dua mekanisme distribusi kekayaan. Pertama: mekanisme pasar, yakni mekanisme yang terjadi akibat tukar-menukar barang dan jasa dari para pemiliknya. Di antara dalil absahnya mekanisme ini adalah firman Allah Swt.:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kalian (QS al-Nisa’ [4]: 29).
Tidak sekadar diizinkan, Islam juga menggariskan berbagai hukum yang mengatur mekanisme ini. Di antaranya adalah larangan berbagai praktik yang merusak mekanisme pasar. Islam, misalnya, melarang praktik penimbunan barang (al-ihtikâr); sebuah praktik curang yang dapat menggelembungkan harga akibat langkanya barang di pasaran.
Kelangkaan bukan karena fakta sesungguhnya, namun karena rekayasa pemilik barang
Demikian pula penimbunan emas dan perak (QS al-Taubah [9]: 34). Dalam mekanisme pasar, kedua logam mulia itu berfungsi sebagai alat tukar (medium of exchange). Sebagai alat tukar, uang memiliki kedudukan amat strategis. Karena itu, jika uang ditarik dari pasar, maka akan berakibat pada seretnya pertukaran barang dan jasa, atau bahkan terhenti.
Pematokan harga (al-tasy’ir) yang biasanya dilakukan pemerintah juga dilarang. Kebijakan itu jelas merusak prinsip ‘an tarodh[in] (yang dilakukan secara sukarela) antara pelaku transaksi. Padahal merekalah yang paling tahu berapa seharusnya harga barang itu dibeli atau dijual. Karena tidak didasarkan pada kemaslahatan mereka, kebijakan ini sangat berpotensi merugikan salah satu atau kedua belah pihak.
Demikian pula praktik penipuan, baik penipuan pada komoditas dan alat pembayarnya (at-tadlis) maupun penipuan pada harga (al-ghabn al-fahisy). Praktik curang itu juga akan menciptakan deviasi harga. Pada umumnya, seseorang bersedia melakukan pertukaran barang dan jasa karena ada unsur kesetaraan. Karena itu, harga barang ditentukan oleh kualitas barang. Namun, akibat praktik at-tadlîs yakni menutupi keburukan atau cacat pada komoditas serta menampakkannya seolah-olah baikbarang yang seharusnya berharga murah itu melonjak harganya.
Demikian pula al-ghabn al-fahisy (penipuan harga). Pembeli atau penjual memanfatkan ketidaktahuan lawan transaksinya terhadap harga yang berkembang di pasar. Akibatnya, penjual atau pembeli mau melakukan transaksi dengan harga yang terlalu murah atau terlalu mahal. Semua praktik tersebut jelas dapat mengakibatkan deviasi harga.
Apabila berbagai hukum itu dipraktikkan, akan tercipta pasar yang benar-benar bersih dan fair. Para produsen yang menginginkan barangnya berharga mahal akan kreatif memproduksi barang yang benar-benar berkualitas. bukan dengan jalan menimbun, menipu, atau menutut pemerintah mematok tinggi harga barangnya; yang merugikan pihak lain.
Kendati telah tercipta pasar yang bersih, tetap saja ada orang-orang yang tersingkir dari mekanisme pasar itu dengan berbagai sebab, seperti cacat fisik maupun non-fisik, keterampilan dan keahlian yang kurang, modal yang sedikit, tertimpa musibah, dan sebagainya. Karena mereka tidak bisa ‘menjual’ sesuatu, maka mereka pun tidak bisa memperoleh pendapatan. Padahal kebutuhan primer mereka tetap harus dipenuhi. Lalu dari manakah mereka memperoleh pendapatan?
Karena itulah, di samping mekanisme pasar, Islam menyediakan mekanisme kedua: mekanisme nonpasar, yakni sebuah mekanisme yang tidak dihasilkan dari transaksi pertukaran barang dan jasa. Barang dan jasa mengalir dari satu pihak kepada pihak lain tanpa meminta timbal balik. Mekanisme bisa diterapkan kepada orang-orang lemah, miskin, dan kekurangan. Dengan mekanisme tersebut, mereka diharapkan bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Bahkan lebih dari itu, mereka dapat bangkit untuk kembali berkompetisi dalam mekanisme pasar dengan modal dari mekanisme nonpasar itu.
Dalam Islam cukup banyak aliran barang dan jasa yang tidak melalui mekanisme pasar. Di antaranya adalah zakat. Islam mewajibkan orang kaya membayar zakat. Harta itu kemudian disalurkan kepada delapan golongan, yang sebagian besarnya adalah orang-orang miskin dan membutuhkan pertolongan. Sebagai sebuah kewajiban, pembayaran zakat tidak harus menanti kesadaran orang-perorang. Negara juga harus proaktif mengambilnya dari kaum Muslim (QS at-Taubah [9]: 103), sebagaimana yang dilakukan Khalifah Abu Bakar. Orang yang menolak untuk membayar zakat beliau perangi hingga menyerahkan zakatnya.
Selain zakat, ada juga infak dan sedekah yang disunnahkan. Semua jenis pemberian itu dilakukan tanpa mengharap pengembalian. Demikian pula hibah, hadiah, dan wasiat; termasuk pula pembagian harta waris. Negara juga bisa memberikan tanah kepada warganya. Dalam fikih, kebijakan itu dikenal dengan iqtha’. Dengan adanya dua mekanisme itulah Islam dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan primer setiap warganya. Jelas bahwa Islam telah membuat aturan yang sempurna untuk mengatasi segala macam masalah bahkan masalah mekanisme pasar.
Masalah kenaikan harga pada setiap momen hari besar tidak hanya hari besar umat muslim tapi juga umat yang lain tidak bisa dihindari karena sistem demokrasi kapitalis yang dianut oleh pemerintah. Pemerintah tidak akan bisa melindungi rakyat karena selalu kalah dengan para pemegang modal sebagai pengendali ekonomi.
Umat butuh solusi yang tepat untuk mangatasi masalah ini dengan menerapkan sistem Islam yang aturannya berasal dari Allah SWT yang maha sempurna.
COMMENTS