maksiat kembali
Oleh : Supartini Gusniawati, S.Pd (Aktivis Muslimah Kabupaten Bandung)
Ramadhan, bulan suci bagi umat Islam senantiasa mendapatkan perhatian khusus bagi para kapitalis. Taqwa yang menjadi tujuan dari berpuasa seringkali terabaikan karena begitu beratnya godaan dari para pebisnis. Tidak saja bagi sektor perdagangan, tetapi juga hiburan, termasuk siaran televisi.
Namun, ada yang berbeda menjelang Ramadhan 1442 Hijriyah ini dalam hal penyiaran televisi. Ketua KPI Pusat, Agung Suprio menegaskan dalam bentuk surat edaran KPI 2/2021 kepada lembaga penyiaran untuk senantiasa menjaga penghormatan terhadap nilai-nilai agama, menjaga dan meningkatkan moralitas serta meningkatkan kekhusyukan menjalankan ibadah puasa. (tirto.id, 20/03/2021)
Setidaknya terdapat 14 poin aturan yang diminta KPI ke lembaga penyiaran. Dalam hal mewujudkan ketaqwaan individu muslim, beberapa poin menjadi sorotan dalam pandangan Islam. Diantaranya :
Pertama, larangan menampilkan muatan yang mengandung lesbian, gay dan biseksual dan transgender (LGBT), hedonistik, mistik/horor/supranatural, praktik hipnotis atau sejenisnya.
Kedua, larangan menampilkan muatan yang mengeksploitasi konflik dan/atau privasi seseorang, bincang-bincang seks, serta muatan yang bertentangan dengan norma kesopanan dan kesusilaan.
Ketiga, menampilkan pengisi acara yang berpotensi menimbulkan madharat atau keburukan bagi khalayak, kecuali ditampilkan sebagai orang yang menemukan kebaikan hidup, insaf, atau tobat.
Positif memang, namun hal tersebut perlu kita waspadai. Mengapa? Karena bagi seorang muslim, dalam hal ketaqwaan tidak hanya membutuhkan tayangan yang mendukung, melainkan juga membutuhkan sistem yang benar-benar mewujudkan ketaqwaan yang hakiki yakni taqwa sepanjang masa.
Apabila larangan tersebut hanya berlaku sepanjang Ramadhan, dapat diprediksi taqwa yang akan diraih pun hanya taqwa sesaat yakni hanya pada bulan Ramadhan saja.Begitulah adanya kapitalis.
Dalam kitab Nidzomul Iqtishodiy karya Syaikh Taqiyuddin An Nabhani, dijelaskan bahwa sistem kapitalis selalu memanfaatkan momen yang dapat menghasilkan keuntungan sekalipun harus sedikit mengalah demi meraih keuntungan yang lebih besar. Keuntungan materi sudah pasti menjadi target nomer ‘wahid’. Selain itu, sedikit memberikan simpati dalam hal larangan tayangan yang dapat mengganggu kekhusyuan Ramadhan, akan memberikan keuntungan opini kepedulian mereka kepada Islam. “Tuh kan, Kapitalis juga peduli kepada umat Islam”.
Inilah yang perlu kita waspadai. Jangan tertipu dengan sedikit simpati, padahal mereka sedang mati-matian mempertahankan hegemoni.
Perlu kita pahami, bahwa istilah taqwa hanya lahir dari sistem Islam. Menjalankan setiap perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya menjadi kaidah setiap insan dalam seluruh aspek kehidupan. Memang benar, tujuan berpuasa adalah untuk meraih taqwa (QS. Al Baqarah ayat 183) dan hal ini perlu didukung oleh berbagai pihak agar benar-benar terwujud.
Dalam Islam masih banyak ayat Al-Quran yang membicarakan tentang taqwa. Seperangkat aturan pun sudah dirancang agar ketaqwaan benar-benar terwujud dalam seluruh aspek kehidupan. Sistem Islam menyebutkan bahwa ketaqwaan itu bukan hanya milik individu saja, melainkan ketakwaan itu dibangun atas 3 pilar yaitu pada individu, masyarakat dan juga negara.
Jika hal ini dipahami oleh setiap muslim, maka nyata adanya kapitalis hanya menjadikan kita taqwa seperti yang mereka kehendaki. Yakni taqwa dalam tataran individu dan itupun selama bulan Ramadhan saja. Tetapi, mereka buai dengan maksiat di 11 bulan lainnya. Naudzubillahi min dzalik
Sudah seabad kita dibodohi, masihkah kita terus berdiam diri? Saatnya kita mewujudkan ketaqwaan yang hakiki dengan menerapkan Islam sebagai sebuah sistem yang mengatur seluruh aspek kehidupan kita.
Wallahu a’lam Bish Shawwab
MasyaAlloh...mantap tulisannya
ReplyDeleteSubhanallah.. peraturan yg ttp bernafaskan kapitalisme.. perwujudan taqwa yg hakiki hny ada pada sistem Islam..
ReplyDelete