tolak investasi miras
Oleh : Emmy Emmalya (Pegiat Literasi)
Akhirnya Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2021 Tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Sejak 2 Februari 2021 lalu, regulasi ini telah ditandatangani oleh Kepala Negara. Dan salah satu yang dibahas adalah investasi minuman keras ( miras ) di berbagai wilayah ( okezone, senin 1/03/21).
Ratifikasi terhadap miras ini jelas menuai penolakan dari masyarakat Indonesia, mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, maka seyogyanya pemerintah menimbang ulang kebijakan perizinan investasi miras di Indonesia.
Disinyalir pemerintah mengizinkan investasi miras ini dengan dalih agar bisa meningkatkan ekonomi negara melalui pariwisata, dimana dunia pariwisata akan memerlukan miras untuk menjamu para wisatawan. Selain itu bisnis alkohol memang ladang basah.
Bahkan Amerika sendiri konsumsi bir tahun 2013 mencapai lebih dari 230 juta barel dengan pendapatan tahunan Rp 300 triliun hingga Rp 400 triliun.
Maka tak heran mengapa Indonesia begitu tergiur dengan bisnis tersebut apalagi Indonesia memiliki pangsa terbesar untuk penyebaran alkohol.
Jelas ini alasan yang tidak masuk akal karena secara zatnya sendiri miras mengandung bahaya dan melemahkan manusia.
Bahkan tidak hanya Islam, lima agama lain pun melarangnya yaitu ; kristen, katholik, hindu, budha, dan kong hu cho. Satu-satunya agama yang menghalalkan alkohol hanya agama uang begitu menurut Muhammad lili nur aulia (Sekretaris Institut Indonesia) dalam tulisannya di republika tertanggal 1 maret 2021.
Dikutip dari republika.co.id, senin 1/3/21. Ekonom Indef Dradjad Hari Wibowo, menyatakan bahwa pembukaan investasi minuman keras ini malah akan memberi dampak ekonomi yang sangat besar.
Dengan memberi peluang investasi miras ini akan membuat beban ekonomi yang ditanggung negara akan semakin besar lagi.
Karena menurut Drajad dengan dilegalkannya investasi miras, maka tentu perusahaan ingin mendapatkan keuntungan yang lebih besar sehingga mereka akan berusaha agar semakin banyak lagi orang yang mengkonsumsi miras. Karena suplai akan menciptakan permintaan.
Drajat melanjutkan, berdasarkan studi tahun 2010 di Amerika Serikat, disebutkan :
Pertama, satu dari enam orang di AS yang meminum alkhohol masuk dalam kategori peminum miras dalam kategori berlebihan.
Kedua, dengan kondisi tersebut biaya dari minum minuman keras ini, pada 2010 di AS mencapai 249 miliar dolar AS atau sekira 2 dolar 5 sen per minuman. Ini adalah biaya yang ditanggung dari akibat buruk minuman keras pada sektor perekonomian. Jika dipresentasikan ke PDB AS, maka jatuhnya adalah 1,66 persen dari PDB,” papar Dradjad.
Itu merupakan pemborosan terbesar, kata Dradjad, karena hilangnya produktivitas sebesar 72 persen, 11 persen untuk biaya kesehatan, 10 persen untuk penegakan hukum kejahatan yang disebabkan alkohol, serta 5 persen terkait kecelakaan kendaraan bermotor akibat alkohol.
menurut ekonom senior INDEF ini, angka-angka ini masih perkiraan rendah. Para peneliti malah memperkirakan angkanya bisa lebih mahal dari ini. penelitian ini resmi dimuat oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit dari Pemerintah AS (CDC).
Dradjad juga menyebut adanya studi lain selain yang disebutkan di atas yang menunjukkan hal yang sama, yaitu studi yang ditulis Montarat Thavorncharoensap dalam 20 riset di 12 negara yang menyebutkan, bahwa beban ekonomi yang harus ditanggung dari minuman beralkohol ini adalah sekitar 0,45 persen hingga 5,44 persen dari PDB.
Jika angka ini disimulasikan di Indonesia dengan hanya menerapkan angka yang dipakai di AS yaitu 1,66 persen maka hasilnya sudah tinggi. Dijelaskannya, PDB Indonesia pada 2020 adalah Rp.15.434,2 triliun jika dikalikan 1,66 persen maka hasilnya adalah Rp. 256 triliun.
Maka apabila diasumsikan tidak setinggi 5,44 persen, tapi hanya 1,66 persen saja, sama dengan AS, maka hasilnya Indonesia harus menanggung biaya ekonomi karena minuman keras ini mencapai Rp.256 triliun.
Lalu Dradjad mempertanyakan, apakah mungkin investasi miras akan menghasilkan Rp.256 triliun?. Saya tidak yakin itu,” ungkapnya (https://www.republika.co.id/berita/qp9po8318/investasi-miras-justru-bebani-ekonomi-rp-256-triliun-part1).
menurut Dradjad, dari angka-angka tersebut, biaya ekonomi yang diakibatkan Miras akan jauh lebih besar dari manfaatnya.
Oleh karena itu, karena mudharatnya lebih besar dari manfaatnya, lebih baik perizinan investasi miras dibatalkan.
Inilah gambaran negara yang menerapkan sistem kapitalisme yang memandang suatu benda dari segi keuntungan saja tanpa memikirkan efek negatifnya.
Sistem kapitalis, hanya memikirkan keuntungan tanpa memperhatikan apakah barang tersebut berbahaya ataukah tidak.
Dalam pandangan kapitalis selama masih ada yang membutuhkan maka suatu barang akan tetap dijual tanpa melihat apakah barang itu halal ataukah haram.
Miras Dalam Pandangan Islam
Dalam Islam minuman keras adalah minuman yang diharamkan. Tentu ada dasar hukum yang menjelaskan terkait hal tersebut baik di dalam Al-Quran maupun Hadist. Dalam Al Quran keharaman miras sangat jelas termaktub dalam surat-surat berikut ;
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (TQS. Al Maidah : 90).
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya…..” (TQS. Al-Baqarah : 219).
Selain dalam Al-Quran, juga terdapat Hadits yang menjelaskan terkait haramnya mengonsumsi minuman yang keras.
كُلُّ مُسْكِرٍحَرَّامٌ
Artinya: “Tiap-tiap yang memabukkan (hukumnya) haram.” (HR Bukhari).
مَااَسْكَرَ كَثِيْرُهُ فَقَلِيْلُهُ حَرَامٌ
Artinya: “Apapun yang banyak memabukkan, maka sedikitpun diharamkan.” (HR Abu daud).
Dengan demikian keharaman miras sudah sangat jelas bagi umat Islam. Adalah hal yang aneh dan tak waras apabila pelegalan miras ini terjadi di negeri mayoritas muslim. Wallahu’alam bishowab.
COMMENTS