banjir kalsel
By Hanum Aufa Nabila (pelajar)
Indonesia pada awal tahun 2021 dilanda berbagai macam bencana, yang mengakibatkan duka awal tahun bagi seluruh penduduknya. Diawali dengan jatuhnya pesawat Sriwijaya SJ-182 di kepulauan seribu (09/01), disusul dengan Longsor Sumedang (09/01), Banjir Kalsel (14/01), Gempa Sulbar (14-15/01), Banjlir dan Longsor Manado (16/01), serta Erupsi Semeru (16/01).
Bencana alam banjir yang terjadi di Kalsel bukan hanya karena curah hujan yang tinggi, namun juga karena ada kesalahan berkaitan dengan tata kelola lingkungan. Seperti kita ketahui bersama, bahwasanya 13 kabupaten di Kalsel atau sekitar 50% area Kalsel sudah dibebani izin tambang dan perkebunan sawit. Berdasarkan laporan tahun 2020, ada 814 lubang tambang milik 157 perusahaan batubara yang masih aktif, bahkan ditinggal tanpa reklamasi. Belum lagi, perkebunan sawit yang mengurangi daya serap tanah, sehingga jika terjadi hujan lebat, sangat berpotensi menyebabkan banjir.
Menurut Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup ( WALHI ) Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono, banjir berulang di Kalsel bukan hanya karena curah hujan tinggi. Banyak lahan dan pepohonan di tebang untuk perkebunan sawit dan penambangan.
Tata kelola kapitalistik berdampak pada deforentasi dan alih fungsi lahan. Demi keuntungan individu, para penguasa mengorbankan prinsip tata kelola negara dan lingkungan yang seharusnya. Mengorbankan hutan untuk dijadikan kebun sawit dan penambangan.
Padahal seharusnya, hutan menjadi harta milik umum. Negara tidak dibenarkan memberikan hak pemanfaatan istimewa kepada individu atau perusahaan, berupa hak konsesi, baik untuk tambang, perkebunan sawit, ataupun hal lain yang mengancam kelestarian lingkungan.
Islam melarang individu mengelola harta milik umum. Rasul bersabda, "Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara, yaitu Padang rumput/hutan, air, dan api" ( HR. Abu Daud ).
Semestinya negara sebagai pihak yang bertanggung jawab langsung terhadap pengelolaan hutan, mampu menjaga dan menjauhkan nya dari eksploitasi dalam pemanfaatan SDA. Pemerintah pun melakukan tindakan tegas terhadap para oknum pengusaha nakal yang menyebabkan kerusakan di alam. Keseriusan pemerintah menjadi bukti pertanggungjawabannya terhadap hak rakyat untuk hidup tenang tanpa rasa was was.
COMMENTS