Relevansi Khilafah
Oleh : Ayu Khawlah
Ditengah maraknya kriminalisasi, persekusi dan fitnah keji dilontarkan terhadap ulama dan para pejuangnya, isu khilafah saat ini menjadi topik yang semakin hangat diperbincangkan,
Diskusi publik dari kalangan aktivis hingga para politisi tiada henti membahas terkait ide khilafah sebagai solusi tatanan politik global. Tentu saja diskusi ini menimbulkan pro-kontra. Mereka yang pro terhadap ide khilafah entah itu dilandasi oleh pemahaman akan wajibnya khilafah, ataupun didasari oleh mental apatis dan lelah dengan ritme politik dunia yang semakin tak menentu dan menginginkan perubahan kearah yang lebih baik.
Adapun mereka yang kontra dengan khilafah, adalah mereka yang tetap menginginkan Demokrasi sebagai sistem final, berbagai dalih pun dilontarkan untuk menolak ide khilafah, bagi mereka, khilafah adalah sistem kuno dan tak relevan diterapkan di era modern, bahkan menganggapnya sebagai sebuah ancaman.
Sebelum membahas apakah khilafah relevan di era modern atau tidak, hal mendasar yang perlu dipahami adalah bahwa Khilafah merupakan kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslim seluruhnya untuk menegakkan syariah Islam dan mengemban dakwah islam ke seluruh dunia. Khilafah adalah hukum syara’ yang digali (istimbath) para ulama dari Alqur’an dan Sunnah SAW serta Ijma’ sahabat. Hal ini berarti kewajiban menegakkan Khilafah sama dengan kewajiban syari’at Islam yang lain.
Sejak runtuhnya khilafah utsmani pada 3 Maret 1924, wilayah Islam terpecah dalam beragam bentuk negara sekuler modern yang bercorak kebangsaan (nation state). Hingga muncullah beragam bentuk pemerintahan yang disangka oleh sebagian politisi sebagai bentuk negara yang final. Tak terkecuali sistem sekuler yang diterapkan oleh berbagai negara, mereka menganggap bahwa Demokrasi adalah sistem yang terbaik di terapkan di era modern.
Namun rentetan anomali politik dan berbagai masalah disegala aspek kehidupan saat ini telah menjadi motif pendorong opini publik bahwa apakah kita mesti terus bertahan dengan sistem demokrasi yang diterapkan saat ini atau kembali menerapkan khilafah ?. Munculnya kesadaran berbagai elemen masyarakat dan tokoh muslim akan wajibnya Khilafah semakin tak terbendung, ditengah penerapan sistem demokrasi saat ini yang semakin menunjukkan kerusakannya. Meski tak sedikit pula yang menampik dan tidak sepakat terhadap ide Khilafah dengan berbagai dalihnya.
Terkait relevansi khilafah di era modern, telah diketahui bahwa fakta historis Khilafah Islam sepanjang 13 abad yang telah menaungi wilayah etnik dan agama dalam bingkai syariat Islam yang agung. Will Durrant, dalam The Story of Civilization,vol.XIII, hal 151, menyampaikan : ”Para Khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapapun yang memerlukannya dan memberikan kesejahteraan selama berabad-abad dalam wilayah yang sangat luas, dimana fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka.”. Dengan fakta sejarah kegemilangan khilafah tersebut, maka sangat mungkin sistem khilafah diterapkan kembali.
Memang tak bisa dipungkiri bahwa terdapat secuil insiden berdarah pada rentang sejarah khilafah, namun hal itu tidak menodai sejarah emas saat syariat Islam diterapkan secara total di level negara hingga menjadi rahmatan lil'alamin. Bukankah demokrasi juga memiliki tinta hitam sejarah yang lebih kelam dan terus dirasakan hingga saat ini ?.
Selain itu, menganggap khilafah sebagai sistem yang kuno dan tidak relevan diterapkan di era modern tentu tak bisa diterima oleh nalar, sebab jika diasumsikan bahwa syariah Islam bermula di zaman nabi Muhammad mendapat wahyu, maka ini terjadi pada abad ke 7 Masehi, sementara demokrasi mulai dikenalkan pada abad ke -5 sebelum masehi. Dipercayai bahwa negara demokrasi pertama pada tahun 508-507 SM dan dipimpin oleh Cleisthenes.
Meski demikian, demokrasi pernah ditinggal selama beberapa abad, kemudian pada zaman modern demokrasi muncul lagi. Dalam sejarah modern, bangsa pertama yang mengadopsi konstitusi demokrasi adalah Republik Korsika pada tahun 1755 M. Jadi alasan menolak khilafah karena dianggap kuno adalah aneh, sebab sistem demokrasi yang diterapkan hari ini ternyata lebih kuno dibanding khilafah Islam.
Lagipula standar baik dan buruk itu tidak bisa diukur dari kuno atau modern, ataupun relevansinya dengan zaman sekarang,melainkan hukum syara’lah yang harus menjadi standarnya. Kaidah yang benar adalah mengubah fakta zaman yang ada agar sesuai dengan islam, bukan sebaliknya, menyesuaikan hukum syara’ agar relevan dengan zaman.
Khilafah adalah hukum syara’(fikih) yang digali dari nash Alqur’an, As-Sunnah, serta Ijma’ sahabat. sehingga merupakan kewajiban agama, bukan perkara teknis. Bagi seorang Muslim, ketaaatan terhadap hukum syara’ merupakan perkara yang tak bisa ditawar-tawar. Maka spirit keimanan ini sejatinya sudah akseptabel dijadikan argumen untuk menegakkan khilafah. Dan secara eskatologis, khilafah merupakan kabar gembira dari Rasulullah SAW melalui hadits-hadits yang menceritakan kembalinya khilafah di akhir zaman dan kejayaan umat Islam di akhir zaman.
Rasulullah SAW bersabda : “Zaman kalian sekarang adalah zaman kenabian. Selama Allah berkehendak, ia akan tetap ada. Kemudian Dia mengakhiriya, jika Dia berkehendak untuuk mengakhirinya. Kemudian ada zaman Khilafah yang mengikuti metode kenabian. Maka, dengan kehendak Allah, ia akan tetap ada. Kemudian Dia pun mengakhirinya, jika Allah berkehendak untuk mengakhirinya. Kemudian akan ada kekuasaan yang menggigit (mulk ‘aadl). Dengan kehendak Allah, ia pun tetap ada, kemudian Dia pun mengakhirinya, jika Dia berkehendak mengakhirinya. Kemudian akan ada kekuasaan para diktator (mulk jabriyyah). Dengan kehendak Allah, ia pun tetap ada, Kemudian Dia pun mengakhirinya, jika Dia berkehendak untuk mengakhirinya. Kemudian akan ada Khilafah yang mengikuti tuntunan kenabian. Setelah itu, beliau diam.” (HR. Ahmad dalam Musnad-Nya, dimana semua perawinya adalah tsiqqat atau terpercaya).
Bisyarah dari Rasul ini semestinya menepis sikap skeptis di kalangan umat Islam tentang masa depan Islam di masa mendatang. Maka tegaknya khilafah adalah sebuah keniscayaan, sebab khilafah adalah janji Allah dan kabar gembira dari Rasulullah SAW.
Allahu a’lam bishawab
COMMENTS