sejarah hubungan Nusantara, Islam dan Khilafah. Keterkaitan dan keeratan hubungannya mustahil diabaikan
Oleh : Ahmad Khozinudin | Sastrawan Politik
Diantara faktor kebangkitan sebuah peradaban, salain adanya Ideologi yang diemban juga sejarah gemilang peradaban itu sendiri. Kadangkala, sejarah itu adalah mitos yang diulang-ulang sehingga menjadi keyakinan yang dibenarkan.
Bangkitnya Jerman dibawah Hitler, dahulu juga karena mengulang 'Mitos Bangsa Jerman yakni Ras Aria sebagai Bangsa Terbaik'. Atas keyakinan terhadap mitos tersebut, bangsa Jerman memiliki legitimasi untuk menguasai dunia.
Adapun kebesaran peradaban Islam, yang dahulu menorehkan sejarah emasnya dibawah naungan Khilafah bukanlah mitos, namun fakta kongkrit di masa lampau. Umat Islam, benar-benar menjadi Khairu Ummah, menguasai Dunia, memakmurkan Bumi, dan menjadi rahmat bagi semesta alam hingga lebih dari 13 Abad lamanya.
Begitu juga sejarah hubungan Nusantara, Islam dan Khilafah. Keterkaitan dan keeratan hubungannya mustahil diabaikan.
Hanya saja, barat Kapitalis tak ingin umat Islam -termasuk yang ada di Nusantara- kembali bangkit, karena paham akan sejarahnya, keagungannya, dan Khilafah sebagai Negaranya.
Untuk menjauhkan Umat Islam dari sejarah keagungan peradaban Islam dibawah naungan Khilafah, barat menggunakan dua strategi sekaligus.
Pertama, strategi penguburan jejak kebesaran Khilafah dan hubungan Nusantara, Islam dan Khilafah. Mengubur sejarah, maknanya menghilangkan sejarah dari peran dan andil Khilafah dalam mengemban dakwah Islam ke Nusantara sehingga mayoritas penduduk negeri ini memeluk akidah Islam.
Kedua, mengaburkan sejarah yakni pada fakta sejarah yang tak mungkin ditutupi, dikubur atau dihapuskan, barat penjajah membuat framing atas sejarah sehingga mengaburkan gambaran hubungan Nusantara, Islam dan Khilafah.
Misalnya saja, fakta Islamnya penduduk Nusantara mustahil diingkari akibat adanya aktivitas dakwah. Namun, barat kafir penjajah mengaburkan makna dakwah, yang sejatinya dakwah itu diemban oleh Khilafah dengan mengutus ulama dan da'i ke Nusantara, dikaburkan dengan dakwah yang diemban sebagai aktivitas sambilan para pedagang, baik yang berasal dari Gujarat India, atau timur tengah.
Sejarah Khilafah misalnya, sengaja dihapuskan dari benak Umat Islam dengan meniadakan pelajaran sejarah dari eksistensi Khilafah. Dalam pelajaran sejarah, justru yang ditampilkan gerakan modern, gerakan Turki muda, yang menghapuskan tirani Turki Utsmani.
Mustofa Kamal La'natullah digambarkan sebagai Bapak Modern Turki. Padahal, sejatinya Mustofa Kamal La'natullah adalah Pengkhianat yang meruntuhkan Daulah Khilafah, Daulah kaum muslimin.
Mengaburkan sejarah juga bisa dilakukan dengan menipiskan atau mengkerdilkan peran tokoh atau ulama Islam dari sejarah Nusantara. Misalnya saja, KH Ahmad Dahlan dikaburkan perannya sebagai Bapak pendidikan, dan malah mengambil tokoh abangan Ki Hajar Dewantara.
Bukti sejarah Khilafah dikuburkan diantaranya mungkin sebagian dari anda yang membaca artikel ini baru tahu bahwa umat Islam pernah memiliki kekuasaan Islam yang eksis lebih dari 13 Abad dan menguasai hampir 2/3 dunia. Negara kaum muslimin itu bernama Daulah Khilafah.
Menghapus sejarah, diantaranya mungkin anda juga baru tahu bahwa untuk memilih dan menetapkan pemimpin umat Islam itu dengan akad bai'at. Anda sendiri, mungkin mengenal Khilafah identik dengan Hizbut Tahrir. Padahal Khilafah adalah milik Umat Islam, bukan milik kelompok atau Mahzab tertentu.
Dua agenda Barat ini, yakni mengubur dan mengaburkan hubungan Nusantara, Islam dan Khilafah ini mampu dibongkar oleh para pengemban dakwah Islam melalui film berjudul : "JEJAK KHILAFAH DI NUSANTARA".
Film ini mengajak Anda untuk membongkar ulang sejarah, memberikan perspektif dan tafsir ulang terhadap sejarah kebesaran Islam dan Khilafah, serta mengikat Islam yang anda anut dengan dakwah dan Khilafah. Film ini ibarat sedang menggali sejarah, mengumpulkan benih kebangkitan peradaban Islam, dan mengajak anda menanam benih itu, merawatnya, hingga kembalinya kebangkitan Islam dapat dipanen secara bersama oleh segenap umat Islam. [].
COMMENTS