Abu Mush'ab Al Fatih Bala (Penulis Nasional dan Pemerhati Politik Asal NTT)
Oleh: Abu Mush'ab Al Fatih Bala (Penulis Nasional dan Pemerhati Politik Asal NTT)
Djoko Sugiarto Tjandra (DT) sama saktinya dengan Harun Masiku (HM). Keduanya hingga hari ini belum tertangkap.
HM, tersangka korupsi PAW anggota DPR tak diketahui dimana rimbanya. Pencarian HM oleh para penegak hukum memakan waktu lebih lama daripada pandemi Corona di Indonesia.
Sedangkan DT, buronan kasus Cesie Bank Bali, ternyata sempat membuat rekaman E-KTP di Indonesia. DT pun kembali kabur dengan mudah ke Malaysia.
Begitu pula dengan koruptor mega skandal BLBI hingga hari ini tak ada yang bisa dibekuk oleh sistem hukum di negeri ini. Mengapa para Koruptor sulit sekali ditangkap?
Semuanya dibeking oleh sistem yang bernama demokrasi. Demokrasi adalah sistem yang menjamin 4 pilar kebebasan, yang salahsatunya adalah kebebasan kepemilikan.
Kebebasan kepemilikan ala demokrasi tercermin dalam hubungan simboisis mutualisme antara kapitalis besar dengan oknum pejabata atau penguasa. Para pemodal besar memodali banyak anggota partai dan banyak anggota partai yang merupakan kapitalis besar. Anggota partai ini memenangkan pemilu yang berbiaya amat mahal.
Ketika menjabat menjadi penguasa maka kong kali kong dengan pemodalnya menjadi hal yang lumrah. Banyak modus pun terjadi, banyak pejabat yang memuluskan proyek pemodalnya.
Itu modus pertama. Ada juga yang ketika menjadi pejabat memanfaatkan jabatannya untuk meraup keuntungan dan melunasi modal kampanye. Ini modus kedua.
Modus-modus ini dilindungi oleh kekuatan besar sehingga membuat para koruptor kebal dan takut disentuh aparat. Berurusan dengan koruptor besar tampaknya seperti menghadapi sebuah jaringan kekuatan politik raksasa yang lebih kuat dari kekuatan hukum itu sendiri.
Hukum tidak lagi memihak kepada keadilan. Hukumnya hukum sekuler yang tunduk terhadap kekuasaan dan terhadap kepentingan politik.
Maka benar hukum yang tajam ke bawah namun tumpul ke atas ini mendapatkan iklim yang baik untuk bertumbuh dalam demokrasi. Slogan tegakkan hukum yang adil hanyalah hoax dalam sistem demokrasi.
Ketika rakyat kecil ketahuan mencuri sendal atau dompet, proses hukumnya cepat tanpa berbelit-belit. Ketika seorang nenek yang memungut beberapa biji kakao ditangkap, mudah sekali mendapatkan vonis hukuman.
Masyarakat pun jadi rindu kapan koruptor kelas paus itu bisa dengan mudah ditangkap dan divonis lebih berat dari nenek pemungut kakao? Masyarakat rindu sebuah sistem yang mampu membongkar jaringan koruptor seperti membongkar jaringan curanmor.
Maka sudah saatnya masyarakat mengevaluasi hukum sekuler ini dan juga sistem kufur demokrasi. Politik Barat dan Sistem demokrasi seperti dua sisi mata uang yang saling mendukung.
Demokrasi mendukung para politisi dan pengusaha koruptor untuk korupsi dan para koruptor menjaga kekuasaannya melalui mekanisme demokrasi.
Maka sudah saatnya masyarakat mengganti sistem demokrasi dengan sistem hukum Islam. Sistem ini tidak memerlukan biaya politik mahal.
Biaya pemilu dalam Islam murah karena proses pemilihan pemimpinnya tidak lebih dari 3 hari. Politik Islam didukung oleh Sistem Islam yang mencegah perilaku korupsi para pejabat.
Dalam sistem Islam, kekayaan awal dan akhir pejabat diperiksa. Jika ada kenaikan tidak wajar diatas gajinya, maka akan audit keuangan untuk mencegah pejabat melakukan korupsi.
Namun, perilaku korupsi sulit dilakukan para pejabat, karena gaji mereka diperbesar oleh negara dalam Sistem Islam. Sehingga tidak ada alasan dan peluang korupsi bagi para pejabat negara. Modal dari pengusaha pun tidak diperlukan karena pemilu nya hanya memilih pemimpin negara saja dan waktu pemilunya maksimal 3 hari. Para pejabat dipilih langsung oleh kepala negara sehingga tidak ada balik modal oleh para pejabat.
Tidak ada proyek yang bisa disalahgunakan oleh pengusaha kapitalis. Sehingga tidak perlu ada koruptor yang bisa menghilang dan tak perlu dikejar memakai Tim Pemburu Koruptor. Inilah sistem yang akan dirindukan masyarakat.[]
Bumi Allah SWT, 9 Juli 2020
#DenganPenaMembelahDunia
#SeranganPertamaKeRomaAdalahTulisan
COMMENTS