Pancasila dan Corona
Oleh : Ahmad Sastra
Coronavirus makin menggila dan menyebar cepat ke banyak negara, termasuk Indonesia. Dari dua yang terpapar sebagaimana disampaikan oleh Jokowi, lantas naik menjadi 27 dan terakhir 29 orang yang telah positif terinfeksi. Sementara di negeri lain telah mencapai ratusan hingga ribuan. Entah akan bertambah berapa lagi di Indonesia.
Meski tidak mengakibatkan kematian secara signifikan, namun negara tetap harus hadir mengurusi dan melindungi rakyat dari kemungkinan terinfeksi dengan kebijakan penanganan antisipasif.
Meski signifikansinya rendah terhadap kematian akibat terinfeksi virus corona, namun yang harus diwaspadai adalah bahwa coronavirus ini bisa menular dengan cepat melalui air liur, batuk dan bersin. Berbeda dengan kematian akibat kanker dan serangan jantung yang tinggi, namun tidak menular.
Lantas apa hubungan antara coronavirus dengan Pancasila ?. Negara ini telah dengan yakin bahwa Pancasila adalah dasar negara yang darinya lahir berbagai kebijakan politik terkait dengan rakyat. Maka, mestinya apapun kejadian yang menimpa rakyat mesti diselesaikan dengan kebijakan yang pancasilais.
Ketika Pancasila diadopsi oleh negara, maka negara mesti hadir dalam menangani coronavirus ini secara serius dan sarat dengan nilai-nilai Pancasila. Negara tidak boleh abai atas kondisi rakyat dan cuci tangan atas penanganan wabah coronavirus. Jangan menyerahkan solusinya kepada rakyat disaat rakyat menghadapi musibah. Itu artinya pemerintah lepas tangan.
Indonesia harus mengambil pelajaran atas rakyat china yang telah menjadi korban akibat terinfeksi coronavirus. Virus Corona yang dikenal sebagai 2019-nCoV atau Covid-19 hingga Senin (17/02/19) telah menewaskan 1.864 ditambah yang terinfeksi virus sebanyak 73.243 orang.
Virus yang muncul pertama kali di Wuhan China ini sebenarnya telah diprediksi jauh-jauh hari. Sebuah artikel berjudul, “Bat Coronavirus in China” dimuat di jurnal virus 2 Maret 2019. Dalam abstraknya, ilmuwan dari laboratorium kunci CAS untuk Patogen khusus dan keamanan hayati dari Institut Virologi Wuhan China dan University of Chinese Academy of Sciences, Beijing, China, menjelaskan tentang tiga jenis virus corona zoonosis yang menimbulkan wabah berskala besar.
Tiga penyakit itu adalah sindrom pernafasan akut parah (SARS), sindrom pernafasan timur tengah (MERS) dan sindrom diare akut babi (SADS). Ketiga jenis virus ini sangat patogen terhadap manusia dan binatang ternak. Babi dan kelelawar adalah dua diantara binatang yang agen penularan coronavirus.
Maka, jika didasarkan oleh nilai-nilai dari Pancasila, kehadiran coronavirus di Indonesia dan berbagai negara akan menghasilkan kebijakan penanganan yang serius, tidak justru mengabaikan. Tanpa pancasilapun, berbagai negara telah melakukan penanganan yang baik.
Karena Pancasila adalah seperangkat nilai filosofis yang sifatnya terbuka, maka penulis ingin membaca dari sudut pandang muslim. Pertama-tama kehadiran coronavirus harus dilihat secara teologis berdasarkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Sikap religiusitas mesti menjadi perspektif utama dan pertama.
Secara teologis, kehadiran coronavirus adalah bagian dari musibah dan ujian bagi manusia. Sebab seluruh apa yang ada di alam semesta adalah makhluk ciptaan Allah. Ada relasi kausalitas antara musibah dengan perbuatan manusia, sebagaimana banjir akibat perilaku manusia, sementara air adalah makhluk ciptaan Allah.
Hal ini sangat relevan dengan firman Allah dalam Al Qur’an surat Ar Ruum : 41, “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.
Dan apa saja musibah yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). (QS Asy Syura : 30).
Jika bangsa ini konsisten dengan nilai-nilai Pancasila, maka berdasarkan sila pertama, mestinya melakukan perenungan yang mendalam atas segala musibah yang bertubi-tubi menerpa bangsa ini. Adakah kemaksiatan dan kezoliman yang telah diperbuat bangsa ini. Bangsa ini harus segera bertobat dan kembali ke jalan (syariah) yang benar.
Bahkan tepat hari Selasa, 11/03/20 sekitar pukul 17.18 WIB telah terjadi gempa bumi di wilayah Sukabumi yang getarannya terasa hingga sampai Jakarta. Kekuatan gempa 5,0 SR dengan koordinat 6.89 LS, 106.62 BT dengan kedalaman 10 KM telah merobohkan tidak kurang dari seratus rumah. Bangsa ini mesti merenung secara mendalam.
Kembali ke coronavirus dan Pancasila. Sila kedua mengamanahkan nilai-nilai kemanusiaan atas musibah yang diderita oleh rakyat. Negara harus hadir sepenuh hati memanusiakan rakyat, jangan menambah beban rakyat. Atas nama kemanusiaan yang adil dan beradab, maka negara harus melakukan tindakan perlindungan dan antisipasi atas penyebaran coronavirus ini.
Pemerintah harus melindungi segenap bangsa Indonesia dari kemungkinan penyebaran coronavirus ini. Menghentikan kedatangan orang china adalah langkah pertama, sebab coronavirus berasal dari china. Membiarkan orang china datang ke negara ini sama saja membunuh rakyat Indonesia.
Adalah tidak pancasilais, mengedepankan kepentingan bisnis, namun mengorbankan kemanusiaan yang adil dan beradab. Nyawa rakyat Indonesia tentu lebih berharga dibandingkan hitungan keuntungan bisnis semata. Jika negara lain sudah melarang kedatangan rakyat china, mengapa negeri ini justru membiarkan.
Sila keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia mengharuskan negara ini memberikan pelayanan maksimal bagi kesehatan seluruh rakyat, baik yang kaya maupun yang miskin. Idealnya negara menggratiskan seluruh biaya kesehatan bagi rakyatnya, terlebih pasien yang terinfeksi coronavirus.
Adalah tidak pancasilais, menjadikan kasus wabah coronavirus ini sebagai komoditas ekonomi dan politik. Kapitalisasi coronavirus adalah sebuah kejahatan atas penderitaan rakyat. Adalah manusia yang tidak berperikemanusiaan jika memanfaatkan penderitaan orang lain demi keuntungan materi dirinya sendiri.
Pemerintah harus satu suara dan bertanggungjawab atas keselamatan rakyatnya dari coronavirus ini, jangan ada dusta dan silang pendapat. Langkah-langkah antisipatif dan penyembuhan harus lebih bagus dibandingkan dengan negara-negara lain, dengan mengedepankan nilai ketuhanan, kemanusiaan, keadilan, kebijaksanaan, hikmah dan keadaban.
Maka, tidak ada jalan lain dalam menyikapi segala bencana yang bertubi menimpa negeri ini kecuali melakukan tobat nasional, sambil terus melakukan usaha profesional dalam menanganinya. Contohlah Khalifah Umar Bin Khathab saat negaranya mengalami gempa, maka pertama-tama yang disadari adalah telah adanya kemaksiatan di negaranya, lantas menghimbau rakyatnya untuk bertobat.
Nah, tanpa Pancasila sekalipun, segala musibah harus disadari sebagai akibat dari pola tingkah manusia itu sendiri. Allah sangat mudah untuk mencabut bencana, semudah mendatangkan. Allah ingin menunjukkan kemahakuasanya jika telah menghendaki sesuatu. Tinggal manusia, apakah mau sadar dan bertobat atau tetap dengan kezoliman dan keangkuhannya.
(AhmadSastra,KotaHujan,11/03/20 : 00.50 WIB)
COMMENTS