Oleh : Titin Kartini Sejak awal masyarakat memang sudah ragu akan keseriusan dari pemerintah dalam menangani Covid 19. Sampai WHO bersu...
Oleh : Titin Kartini
Sejak awal masyarakat memang sudah ragu akan keseriusan dari pemerintah dalam menangani Covid 19. Sampai WHO bersurat pada Jokowi akhirnya diputuskan sebagai Bencana Nasional. Namun hal ini tak jua menghilangkan rasa ragu dalam diri masyarakat karena pemerintah sendiri terkesan menutupi apa yang sebenarnya terjadi, serta lambatnya penetapan status dan penyerahan langkah pada masing-masing daerah, hal ini terbukti berbedanya penangan antar pemerintah daerah yang membuat warga terjangkit covid 19 meningkat berlipat ganda.
Hingga hari Sabtu (28/3) pukul 12.00 WIB, Juru Bicara Pemerintah untuk penanganan virus corona Achmad Yurianto, bertambah sebanyak 109 kasus. Sehingga secara total, kasus terkonfirmasi positif corona menjadi 1.155 orang. Dengan rincian sembuh 59 orang, total yang meninggal menjadi 102 orang. (kontan.co.id)
Padahal sebelumnya Presiden Jokowi pernah mengatakan bahwa Indonesia siap menghadapi wabah virus corona, seperti dilansir oleh nasional.tempo.com
Presiden Jokowi mengatakan " Perlu saya sampaikan bahwa pemerintah sejak awal sudah benar-benar mempersiapkan", kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin, 2 Maret 2020.(nasional.tempo.co)
Namun pada kenyataannya tidak demikian, ketika wabah ini semakin menyebar, ternyata negeri ini tak bisa menghadapinya dengan maksimal. Ini terbukti dengan semakin banyaknya rakyat yang terjangkiti virus corona, dan gugurnya satu persatu dokter senior dan para medis yang menangani virus ini semakin membuat rakyak panik. Minimnya alat pelindung diri (APD) menjadi salah satu penyebab banyaknya tenaga medis yang berguguran, hal ini diceritan oleh seorang dokter kepada kompas.com berikut ini.
"Sekarang itu kondisinya itu menyedihkan. Kita lihat, tenaga medis yang meninggal sudah berapa, kalau ga salah sudah hampir 10 dan ini sudah berapa hari corona, anggap saja dua minggu. Jadi perkiraannya tiap hari pasti ada tenaga medis yang meninggal, itu sudah menyedihkan,"
Tirta kemudian memberikan gambaran betapa kekurangannya jumlah APD di Indonesia.
"Kasarnya seperti ini, satu pasien yang sudah positif Covid-19 yang kondisinya sedang, itu satu pasien yang diisolasi bisa membutuhkan delapan APD per harinya. Itu satu bayangkan berapa ribu itu (pasien positif). Belum ODP dan PDP." Ucap dokter Tirta. (megapolitan.kompas.com)
Sistem kapitalis yang dianut negeri ini yang berasaskan manfaat dan kepentingan materi yang membuat penguasa negeri ini lambat dalam menentukan status bencana nasional, hingga banyak nyawa rakyat yang dikorbankan.
Ketidaktegasan tersebut terbukti dengan adanya penyerahan dari Pemerintah pusat kepada pemerintah daerah masing-masing untuk menentukan status daerah masing-masing. Disinilah letak lepas tanggungjawabnya penguasa dalam hal pengurusan rakyat.
Beberapa hari lalu beredar naskah UU yang mengatur tata cara kepengurusan rakyat ketika negeri ini menghadapi sebuah bencana seperti wabah penyakit, yang menjelaskan bahwa negara bertanggungjawab penuh atas kepengurusan rakyat selama terjadi bencana. Namun ironis, Pemerintah seakan tutup mata dan telinga akan aturan yang mereka buat sendiri padahal jelas siapa yang membuatnya. Inilah aturan dalam sistem rusak kapitalis dimana aturan tersebut tidak untuk ditaati dan diikuti terlebih bila tidak ada manfaat untuk para penguasa negeri.
Disinilah urgennya seorang pemimpin yang mempunyai kapasitas sebagai negarawan sejati. Dimana Ia bisa menghadapi dan memberikan solusi dan melindungi rakyatnya, dan menjadi garda terdepan dalam segala hal. Sayangnya negeri ini tak memilikinya.
Mengutip unggahan mantan menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli yang bertemu dengan tokoh senior Jawa Barat Tje Tje Hidayat Padmawinata. Rizal lantas membagikan petuah dari sang tokoh senior tersebut mengenai kondisi Indonesia saat ini.
"Menurut Kang Tje Tje Hidayat Padmawinata, Tokoh Senior Jawa Barat, " Indonesia hari ini 'A Nation without a Leader', Krisis Kenegarawanan". Wah ini tondo-tondo
" tulis Rizal Ramli melalui akun Twitternya, @RamliRizal, dikutip VIVAnews, Minggu,15 Maret 2020.
Ini sangat berbeda dengan sistem Islam dimana, seorang Khalifah dbai'at oleh umat karena mempunyai kapabilitas sebagai negarawan ulung dalam segala hal, setiap kebijakan yang diambil berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah untuk keselamatan umat, serta rasa takutnya seorang pemimpin kepada Allah SWT menjadikan Ia seorang pemimpin yang benar-benar menjadi perisai atau pelindung untuk umat, menjadi garda terdepan dalam memberikan keamanan untuk umat.
Maka saatnya umat Islam khususnya, bangkit untuk bersama-sama berjuang mewujudkan terciptanya satu aturan yang berasal dari Allah SWT sang pembuat aturan agar negeri ini dan negeri muslim lainnya bersatu dalam satu aturan yang sama dan mempunyai pemimpin yang takut kepada Allah sehingga setiap keputusan yang diambil selalu mengutakan kepentingan umat dari pada diri dan golonganya.
Wallahu a'lam bi ash-shawab.
Kontributor : WadahAspirasiMuslimah
Sejak awal masyarakat memang sudah ragu akan keseriusan dari pemerintah dalam menangani Covid 19. Sampai WHO bersurat pada Jokowi akhirnya diputuskan sebagai Bencana Nasional. Namun hal ini tak jua menghilangkan rasa ragu dalam diri masyarakat karena pemerintah sendiri terkesan menutupi apa yang sebenarnya terjadi, serta lambatnya penetapan status dan penyerahan langkah pada masing-masing daerah, hal ini terbukti berbedanya penangan antar pemerintah daerah yang membuat warga terjangkit covid 19 meningkat berlipat ganda.
Hingga hari Sabtu (28/3) pukul 12.00 WIB, Juru Bicara Pemerintah untuk penanganan virus corona Achmad Yurianto, bertambah sebanyak 109 kasus. Sehingga secara total, kasus terkonfirmasi positif corona menjadi 1.155 orang. Dengan rincian sembuh 59 orang, total yang meninggal menjadi 102 orang. (kontan.co.id)
Padahal sebelumnya Presiden Jokowi pernah mengatakan bahwa Indonesia siap menghadapi wabah virus corona, seperti dilansir oleh nasional.tempo.com
Presiden Jokowi mengatakan " Perlu saya sampaikan bahwa pemerintah sejak awal sudah benar-benar mempersiapkan", kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin, 2 Maret 2020.(nasional.tempo.co)
Namun pada kenyataannya tidak demikian, ketika wabah ini semakin menyebar, ternyata negeri ini tak bisa menghadapinya dengan maksimal. Ini terbukti dengan semakin banyaknya rakyat yang terjangkiti virus corona, dan gugurnya satu persatu dokter senior dan para medis yang menangani virus ini semakin membuat rakyak panik. Minimnya alat pelindung diri (APD) menjadi salah satu penyebab banyaknya tenaga medis yang berguguran, hal ini diceritan oleh seorang dokter kepada kompas.com berikut ini.
"Sekarang itu kondisinya itu menyedihkan. Kita lihat, tenaga medis yang meninggal sudah berapa, kalau ga salah sudah hampir 10 dan ini sudah berapa hari corona, anggap saja dua minggu. Jadi perkiraannya tiap hari pasti ada tenaga medis yang meninggal, itu sudah menyedihkan,"
Tirta kemudian memberikan gambaran betapa kekurangannya jumlah APD di Indonesia.
"Kasarnya seperti ini, satu pasien yang sudah positif Covid-19 yang kondisinya sedang, itu satu pasien yang diisolasi bisa membutuhkan delapan APD per harinya. Itu satu bayangkan berapa ribu itu (pasien positif). Belum ODP dan PDP." Ucap dokter Tirta. (megapolitan.kompas.com)
Sistem kapitalis yang dianut negeri ini yang berasaskan manfaat dan kepentingan materi yang membuat penguasa negeri ini lambat dalam menentukan status bencana nasional, hingga banyak nyawa rakyat yang dikorbankan.
Ketidaktegasan tersebut terbukti dengan adanya penyerahan dari Pemerintah pusat kepada pemerintah daerah masing-masing untuk menentukan status daerah masing-masing. Disinilah letak lepas tanggungjawabnya penguasa dalam hal pengurusan rakyat.
Beberapa hari lalu beredar naskah UU yang mengatur tata cara kepengurusan rakyat ketika negeri ini menghadapi sebuah bencana seperti wabah penyakit, yang menjelaskan bahwa negara bertanggungjawab penuh atas kepengurusan rakyat selama terjadi bencana. Namun ironis, Pemerintah seakan tutup mata dan telinga akan aturan yang mereka buat sendiri padahal jelas siapa yang membuatnya. Inilah aturan dalam sistem rusak kapitalis dimana aturan tersebut tidak untuk ditaati dan diikuti terlebih bila tidak ada manfaat untuk para penguasa negeri.
Disinilah urgennya seorang pemimpin yang mempunyai kapasitas sebagai negarawan sejati. Dimana Ia bisa menghadapi dan memberikan solusi dan melindungi rakyatnya, dan menjadi garda terdepan dalam segala hal. Sayangnya negeri ini tak memilikinya.
Mengutip unggahan mantan menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli yang bertemu dengan tokoh senior Jawa Barat Tje Tje Hidayat Padmawinata. Rizal lantas membagikan petuah dari sang tokoh senior tersebut mengenai kondisi Indonesia saat ini.
"Menurut Kang Tje Tje Hidayat Padmawinata, Tokoh Senior Jawa Barat, " Indonesia hari ini 'A Nation without a Leader', Krisis Kenegarawanan". Wah ini tondo-tondo
" tulis Rizal Ramli melalui akun Twitternya, @RamliRizal, dikutip VIVAnews, Minggu,15 Maret 2020.
Ini sangat berbeda dengan sistem Islam dimana, seorang Khalifah dbai'at oleh umat karena mempunyai kapabilitas sebagai negarawan ulung dalam segala hal, setiap kebijakan yang diambil berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah untuk keselamatan umat, serta rasa takutnya seorang pemimpin kepada Allah SWT menjadikan Ia seorang pemimpin yang benar-benar menjadi perisai atau pelindung untuk umat, menjadi garda terdepan dalam memberikan keamanan untuk umat.
Maka saatnya umat Islam khususnya, bangkit untuk bersama-sama berjuang mewujudkan terciptanya satu aturan yang berasal dari Allah SWT sang pembuat aturan agar negeri ini dan negeri muslim lainnya bersatu dalam satu aturan yang sama dan mempunyai pemimpin yang takut kepada Allah sehingga setiap keputusan yang diambil selalu mengutakan kepentingan umat dari pada diri dan golonganya.
Wallahu a'lam bi ash-shawab.
Kontributor : WadahAspirasiMuslimah
COMMENTS