Lihat mobil bertuliskan Indonesia 1 itu deg-deg ser. Tapi meskipun demikian Indonesia 2 lebih dag dig dug. Semua kubu berlomba, menjual ke...
Lihat mobil bertuliskan Indonesia 1 itu deg-deg ser. Tapi meskipun demikian Indonesia 2 lebih dag dig dug. Semua kubu berlomba, menjual kecap manis terbaik yang pernah ada di negeri ini.
Slogannya masih sama, Sejahterakan Rakyat, Demi Rakyat, Bersama Rakyat, dan semua simbol-simbol kampanye yang telah usang dipakai kembali. Jargonnya itu-itu saja. Ada yang tetap mendukung penguasa sekarang, ada yang mati-matian bertemakan Ganti Presiden.
Saya menyimak perkembangan, Sepertinya kondisi Pilkada DKI mungkin saja terjadi kembali. Detik demi detik terasa, dan lama-lama yang pedas itu terasa hambar bisa jadi. Keputusan Ijtima' ulama bisa mentah, atau bisa jadi MK buru-buru menyidangkan Presiden Threshold yang "diambangkan". Ah semua dag-dig-dug.
Saya lagi bermimpi, tetiba, ulama memimpin negeri ini, jargonnya tak lagi "Sejahterakan Rakyat" atau "Demi Rakyat" tetapi telah menetas menjadi simbol kepaduan antara langit dan bumi, "Bismillah" terucap itu, mengakui maju dengan bimbingan dari Allah SWT, sembari bertutur, "ihdinash-shirothol mustaqim". Keren kayaknya.
Tapi siap-siap, ummat kecewa. Itu wajarlah, maklum Demokrasi seringkali menipu. Suara Rakyat tak selamanya "Suara Tuhan". Jauh panggang dengan bisikan, "Jangan dekati ulama syubhat", padahal Demokrasi itu sendiri bisa jadi banyak syubhat, yang tak disindir sedikit-pun dengan pakar ta'zir.
Silakan sruput kopinya, nantikan hingga tanggal 10 Agustus 2018, dan saya akan tersedak, bila sekali lagi, diantara calon pemimpin itu bertutur,
"adat basandi syarak syarak basandi kitabullah".
Saya langsung Takbir!
Rizqi Awal
Orang biasa.
COMMENTS