Vasektomi Bukan Solusi Kemiskinan
Vasektomi Bukan Solusi Kemiskinan
Oleh. Nabia HusnulPada tanggal 28 April 2025, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengusulkan agar vasektomi atau kontrasepsi permanen bagi laki-laki dijadikan sebagai salah satu syarat bagi warga yang ingin menerima bantuan sosial (bansos) di wilayahnya. Menurutnya, langkah ini dapat membantu menurunkan angka kemiskinan di Jawa Barat, karena berdasarkan laporan yang diterimanya, keluarga kurang mampu umumnya memiliki lebih dari dua anak. Namun para ahli menilai bahwa pengendalian angka kelahiran tidak berkaitan langsung dengan upaya mengatasi kemiskinan. Oleh karena itu sebagai gantinya, pemerintahan di dorong untuk fokus pada penciptaan lapangan kerja dan peningkatan upah. Menanggapi hal tersebut, Dedi Mulyadi menjelaskan bahwa program Keluarga Berencana (KB) tidak semata-mata berkutat pada metode vasektomi, melainkan mencakup berbagai cara lain yang lebih fleksibel dan selaras dengan nilai serta norma masyarakat. (bbc.com, 07/05/25)
Vasektomi Haram
Dalam dunia medis, terdapat dua cara untuk menghentikan fungsi reproduksi pada pria, yaitu melalui prosedur kebiri dan vasektomi. Keduanya menyebabkan pria tidak bisa lagi menghasilkan sperma untuk membuahi sel telur, namun dengan cara berbeda: kebiri dilakukan dengan mengangkat testis, sementara vasektomi hanya memutus saluran sperma (vas deferens). Meskipun pria yang divasektomi masih bisa berhubungan seksual, ia tidak dapat lagi membuahi istrinya. Dalam Islam, vasektomi maupun kebiri hukumnya haram.
Selain itu, Islam menganjurkan umatnya untuk menikah dan memiliki keturunan sebagai bentuk kebanggaan di hadapan para nabi kelak. Oleh karena itu, para ulama melarang tindakan medis yang secara permanen mencegah kehamilan, termasuk kebiri, vasektomi, atau tubektomi, walaupun atas dasar kesepakatan suami-istri. Meskipun vasektomi dapat dicoba untuk dibalik melalui operasi penyambungan kembali saluran sperma, tingkat keberhasilannya tergolong rendah dan memerlukan biaya yang cukup tinggi. Selain itu, saluran sperma yang sudah terganggu membuat kemungkinan pembuahan tetap kecil.
Perencanaan Kelahiran
Program vasektomi dan tubektomi termasuk bentuk pembatasan kelahiran (tahdid an-nasl) yang dalam Islam dihukumi haram, terlebih jika dipaksakan oleh negara karena dianggap sebagai bentuk kezaliman. Namun, dalam syariat Islam, pasangan suami istri diperbolehkan untuk mengatur kelahiran (tanzhim an-nasl), misalnya untuk memberi waktu bagi ibu memulihkan diri setelah melahirkan, merawat anak dengan optimal, serta memastikan asupan gizi yang cukup. Islam juga membolehkan metode ‘azl, yakni mengeluarkan sperma di luar rahim, pernah dilakukan pada masa Rasulullah dan tidak dilarang olehnya. Berdasarkan Sunnah Nabi saw.:
Jabir berkata, “Kami dulu biasa melakukan ‘azl (senggama terputus) pada masa Rasulullah saw. Kemudian hal itu sampai kepada beliau. Namun, beliau tidak melarang kami (melakukan demikian)".
Dengan demikian, alat kontrasepsi seperti kondom, spiral, pil KB, atau suntik diperbolehkan selama tidak menimbulkan bahaya kesehatan. Jika membahayakan, maka penggunaannya harus dihentikan dan diganti dengan metode lain yang aman.
Bukan Solusi Ekonomi
Pandangan yang menyatakan bahwa peningkatan jumlah anak atau populasi merupakan penyebab kemiskinan adalah pandangan yang keliru. Tidak terdapat hubungan langsung antara bertambahnya populasi dan tingkat kemiskinan. Gagasan ini berasal dari teori ekonom asal Inggris, Robert Malthus, yang menyatakan bahwa pertumbuhan penduduk akan melebihi pertumbuhan produksi pangan, sehingga dikhawatirkan menimbulkan kelaparan, wabah penyakit, dan kematian massal. Namun kenyataannya, teori tersebut tidak pernah terbukti secara faktual. Setiap Muslim harus meyakini bahwa seluruh makhluk hidup di dunia ini telah dijamin rezekinya oleh Allah SWT.
Kemiskinan saat ini bukan disebabkan oleh jumlah penduduk, melainkan akibat dari sistem kapitalisme yang timpang, di mana kekayaan hanya dikuasai segelintir orang. Kekayaan alam dieksploitasi oleh perusahaan besar tanpa memberi manfaat nyata bagi rakyat. Ketimpangan ini membuat ekonomi tidak berputar, daya beli menurun, dan kemiskinan meningkat. Ironisnya, masyarakat miskin malah dianggap sebagai pihak yang salah karena memiliki banyak anak, sementara negara justru memihak kepada kalangan oligarki. Sudah saatnya kapitalisme ditinggalkan dan digantikan oleh Islam sebagai sistem hidup yang adil dan membawa keberkahan.
Wallahu a’lam bishowab
COMMENTS