Dari Mimbar Agama ke Meja Komisaris Tambang: Ketika Ulama Jadi Antek Kapitalisme
Dari Mimbar Agama ke Meja Komisaris Tambang: Ketika Ulama Jadi Antek Kapitalisme
Oleh: Ahmad Zen – Jaringan Ulama Ideologis
Apa jadinya jika ulama tak lagi berdiri di garda terdepan penjaga syariat, tetapi justru menjadi bagian dari struktur perampasan sumber daya umat? Apa jadinya jika ormas Islam yang konon "terbesar di dunia" justru menjadi stempel halal bagi kerakusan kapitalisme atas bumi pertiwi?
Berita bahwa KH Ahmad Fahrur Rozi, Ketua Ormas "Islam" yang katanya terbesar di Indonesia Bidang Keagamaan, kini menjabat sebagai anggota Dewan Komisaris PT Gag Nikel, adalah tamparan keras bagi nurani umat Islam. PT Gag Nikel merupakan perusahaan tambang yang mengeksploitasi nikel di Pulau Gag, Raja Ampat—wilayah yang selama ini menjadi simbol kekayaan ekologi Nusantara.
Ketika tokoh agama duduk dalam struktur komisaris perusahaan tambang, kita wajib bertanya dengan jujur: di mana kini letak perjuangan Islam itu berpijak?
Legalitas Bukan Syariat
Benar, PT Gag Nikel memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) sejak tahun 2017, dan bahkan sudah melakukan eksplorasi sejak era Soeharto. Tetapi, apakah legalitas dari sistem sekuler kapitalis dapat dijadikan standar kebenaran dalam Islam? Dalam sistem Islam, segala bentuk pengelolaan tambang—seperti nikel, emas, minyak, gas, dan mineral strategis lainnya—adalah milik umum (milkiyyah ‘ammah) yang haram dimiliki oleh swasta, apalagi asing.
Sebagaimana sabda Nabi ﷺ:
«النَّاسُ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ: فِي الْمَاءِ وَالْكَلَإِ وَالنَّارِ»
“Manusia berserikat dalam tiga perkara: air, padang rumput, dan api.” (HR. Abu Dawud, no. 3477)
Imam Ibn Qudamah rahimahullah menjelaskan dalam al-Mughni (juz 5, hlm. 633) bahwa hadis ini mencakup seluruh sumber daya vital yang menjadi kebutuhan bersama masyarakat, termasuk barang tambang berskala besar.
Artinya, segala bentuk privatisasi dan komersialisasi sumber daya milik umum adalah haram menurut syariat Islam. Maka, keterlibatan ulama dalam jajaran komisaris perusahaan tambang bukan sekadar keliru secara politik, tetapi juga menyalahi hukum Allah secara terang-terangan.
Ketika Narasi Sesat Justru Datang dari Ulama
KH Fahrur Rozi membela perusahaan tambang tempat ia menjadi komisaris. Ia menuding narasi penolakan tambang sebagai hasil manipulasi AI, menyamakan kritik masyarakat sebagai sesat informasi, dan menolak semua kekhawatiran tentang kerusakan lingkungan.
Namun, yang lebih mengkhawatirkan dari kerusakan alam adalah kerusakan moral dan arah perjuangan umat, ketika tokoh agama membela korporasi, bukan membela hak rakyat dan amanah bumi yang telah Allah titipkan.
Apakah ini bentuk jihad di jalan Allah? Ataukah ini justru bentuk loyalitas baru kepada para pemilik modal?
Ormas Besar, Tapi Jadi Antek Penjajah
Beginilah wajah ormas Islam ketika besar secara jumlah, tapi hancur secara arah perjuangan. Mereka boleh saja mengklaim puluhan juta anggota, tetapi di hadapan para penjajah—baik asing yang menguasai tambang, maupun elit lokal yang jadi broker kekayaan negeri—mereka bukan hanya kecil, tapi telah berubah menjadi antek-antek penjajah.
Mereka bangga disebut besar, tetapi tunduk dan siap menjadi pelayan proyek-proyek kapitalis. Organisasi ini bahkan menerima "tulang tetelan" dari pemerintah berupa proyek pengelolaan tambang yang jelas-jelas bertentangan dengan syariat Islam.
Inilah pentingnya sebuah organisasi Islam benar-benar berbasis ideologi Islam, bukan sekadar tradisi, budaya, atau loyalitas terhadap penguasa. Organisasi Islam yang hakiki harus murni memperjuangkan penegakan syariat Islam secara kaffah—bukan menjadi alat legitimasi sistem sekuler kapitalis yang merusak umat dan negeri.
Saatnya Umat Sadar dan Berlepas Diri
Umat Islam harus mulai bersikap tegas dan berani berlepas diri dari tokoh dan ormas yang menjual agama demi proyek tambang dan kekuasaan. Kita butuh organisasi Islam yang memurnikan perjuangannya untuk menegakkan Islam sebagai sistem hidup, bukan sistem proyek dan komersialisasi.
Ulama sejati tidak duduk di kursi komisaris perusahaan tambang, tapi berdiri kokoh di atas mimbar kebenaran, menyeru kepada penegakan hukum Allah dan menjaga harta umat dari perampasan.
Sudah saatnya umat kembali menyadari bahwa penyelamatan negeri ini tidak bisa dilakukan dengan menjadi bagian dari sistem tambang kapitalis yang dzalim. Jalan satu-satunya adalah menegakkan kembali sistem Islam yang mengatur pengelolaan kekayaan alam sebagai milik rakyat dalam naungan Daulah Khilafah ‘ala minhāj an-nubuwwah.
Wallāhu a‘lam bishowab
COMMENTS