Kakak-Adik dan Pembunuhan Bayi: Bukti Runtuhnya Moral dalam Sistem Sekuler
Kakak-Adik dan Pembunuhan Bayi: Bukti Runtuhnya Moral dalam Sistem Sekuler
Oleh: N. Vera KhairunnisaPublik dikejutkan oleh kasus mengenaskan yang terjadi di Medan. Najma Hamida dan Reynaldi, sepasang kakak-beradik, ditangkap karena membuang jasad bayi hasil hubungan inses mereka menggunakan layanan ojek online. Bayi yang dilahirkan prematur itu sempat dirawat karena sakit dan gizi buruk, namun akhirnya meninggal dunia karena tidak diberi perawatan memadai. Tragisnya, bukannya dikebumikan secara layak, sang bayi malah dijadikan "paket pengiriman"—sebuah tindakan keji yang menggambarkan betapa nurani telah mati.
Inses, sebuah perbuatan yang bahkan secara fitrah manusia tak sanggup menerimanya, kini nyata terjadi—dan ini bukan kasus pertama. Data dari Komnas Perempuan tahun 2023 mencatat bahwa dari total 457.895 kasus kekerasan seksual, sebanyak 12,5% di antaranya melibatkan hubungan sedarah, mayoritas terjadi antara ayah dan anak, atau saudara kandung. Pertanyaannya, bagaimana mungkin inses bisa terjadi dalam masyarakat yang mayoritas beragama Islam?
Realitanya, masyarakat hari ini hidup di bawah sistem sekuler yang menyingkirkan agama dari kehidupan. Dalam sistem sekuler-liberal, seks bebas dianggap sebagai hak individu, tayangan mesum dan konten pornografi merajalela di media tanpa filter, pendidikan seksual diajarkan tanpa batas halal dan haram, dan orang tua tak lagi menjadi pembimbing akhlak karena sibuk mengejar urusan ekonomi. Maka lahirlah generasi yang kabur akan batas benar dan salah, generasi yang tahu cara menggunakan alat kontrasepsi tapi tidak paham kehormatan diri, tahu cara menyenangkan syahwat tapi tak mengenal tanggung jawab dan kemuliaan nasab.
Negara yang seharusnya menjadi pelindung keluarga dan penjaga akhlak masyarakat justru berperan sebagai fasilitator kebebasan seksual. UU Pornografi seringkali mandul dan multitafsir. Konten erotis tumbuh subur di media sosial tanpa sensor berarti. Hukuman bagi pelaku zina dan inses tak pernah menyentuh aspek pencegahan. Sistem hukum positif yang dianut negara pun tidak mengenal konsep pencegahan moral. Yang ada hanyalah penindakan setelah kejadian. Maka, wajar jika kerusakan moral terus memburuk dan semakin meresahkan.
Berbeda dengan sistem sekuler, Islam memiliki mekanisme pencegahan dan sanksi yang adil serta mendidik. Islam tidak hanya melarang inses dan zina, tetapi juga menutup semua jalan menuju perzinaan (sadd az-zari’ah) melalui pendekatan yang sistemik dan menyeluruh. Dalam keluarga dan masyarakat Islam, anak-anak sejak kecil ditanamkan akidah, ditumbuhkan rasa takut kepada Allah, dan diajarkan cinta kepada syariat. Mereka dikenalkan batas-batas pergaulan antara laki-laki dan perempuan, serta nilai kehormatan diri. Keluarga bukan sekadar unit ekonomi, tapi menjadi madrasah pertama yang menjaga akhlak dan iman generasi.
Islam juga mengatur pergaulan secara rinci. Islam melarang ikhtilat atau campur baur bebas antara laki-laki dan perempuan non-mahram, mewajibkan menutup aurat sesuai syariat, serta memerintahkan laki-laki dan perempuan untuk menundukkan pandangan, menjaga jarak, dan tidak berduaan kecuali dengan mahram. Dalam hal media, negara dalam sistem Islam (Khilafah) bertugas menyaring seluruh konten yang tersebar ke publik. Tidak ada ruang bagi tayangan cabul, pornografi, atau narasi kebebasan seksual. Media digunakan sebagai sarana dakwah dan pendidikan, bukan alat penyebar syahwat.
Islam juga menerapkan sanksi (uqubat) yang tegas. Pelaku zina dikenai hudud, yakni 100 cambukan bagi yang belum menikah, dan rajam bagi yang telah menikah. Inses, sebagai bentuk zina yang sangat keji, tetap diproses sebagai zina dan dapat dikenai sanksi tambahan melalui ta’zir oleh qadhi bila menimbulkan kerusakan luas. Orang tua atau wali yang lalai membiarkan kerusakan moral di rumahnya juga dapat dikenai sanksi administratif sesuai ijtihad hakim.
Negara Islam bukan hanya penegak hukum, tapi juga pembina dan pelindung masyarakat. Negara menjalankan perannya sebagai ra’in (pengurus) dan junnah (pelindung), memastikan setiap elemen masyarakat terbina secara akhlak dan spiritual. Jika ditemukan gejala kerusakan moral di suatu wilayah, negara tidak tinggal diam, melainkan segera melakukan pembinaan intensif, bukan sekadar menjatuhkan hukuman.
Sudah saatnya umat Islam kembali kepada Islam secara kaffah. Islam bukan sekadar agama ritual, tapi sistem hidup yang mengatur seluruh aspek kehidupan, mulai dari individu, masyarakat, hingga negara. Islam menyucikan hubungan antar manusia, menjaga kehormatan nasab, serta menanamkan ketakwaan sejak dini. Saatnya kita mempelajari, mencintai, dan memperjuangkan penerapan Islam secara menyeluruh di bawah naungan Khilafah. Hanya dengan Islam, kehormatan keluarga dan kesucian generasi dapat diselamatkan.
COMMENTS