Kelambanan Negara Mengatasi Kasus Pagar Laut
Kelambanan Negara Mengatasi Kasus Pagar Laut
Oleh : Lulu Sajiah, S.Pi | Pemerhati Agromaritim
Kawasan laut lepas Kabupaten Tangerang Banten terdapat pagar laut yang membentang sepanjang 30,16 kilometer bertepatan dari Desa Muncung hingga Pakuhaji. Waktu keberadaannya bahkan dari tahun 2014, dari pengakuan mantan Bupati Tangerang Zaki Iskandar saat melakukan kunjungan memantau langsung kondisi pesisir pantura. Informasi pagar laut ada yang mengatakan mulai dipasang pertengahan 2024 dan baru menjadi sorotan pada awal januari 2025.
Sedangkan pelaku pemasangan pagar laut di pesisir Kabupaten Tangerang adalah swadaya nelayan, yang diakui Sandi Marta Praja selaku Koordinator Jaringan Rakyat Pantura (JRP) yang kemudian viral di media sosial. Bambu yang dipasang urunan para nelayan, dengan setinggi sekitar enam meter ditambah paranet dan pemberat dari karung pasir.
Kondisi pagar laut saat ini masih menjadi polemik. Keberadaannya menimbulkan pertanyaan besar yang disebabkan pemerintah pusat maupun daerah tidak pernah mengeluarkan izin untuk pembangunan struktur itu, yang tertuang di UU Pokok Agraria (PA) 1960 tegas melarang kepemilikan individu atau perorangan serta badan hukum atas objek sumber daya air. Larangan ini bisa ditemukan pada Pasal 8 dalam UU PA. Maka sejatinya laut teritorial merupakan kuasa langsung negara yang tak boleh diprivatisasi. Pemanfaatannya pun harus memperhatikan kepentingan umum dan daya dukung ekosistem lingkungan. Sebagaimana diatur Pasal 15 dalam PP 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah.
Namun, hingga kini belum ada pihak yang berani mengakui sebagai pemilik maupun dalang pendirian pagar laut, sampai pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan penyegelan pagar laut itu.
Para nelayan di wilayahnya jelas merasa terganggu dengan adanya pagar laut tersebut. Mereka membutuhkan lautan yang bebas dari gangguan.
Kelambanan Pihak Tentara dan Polisi
Pihak Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) melakukan pembongkaran pagar laut sejak Sabtu (18/1/2025). Pihak TNI AL mengerahkan 600 prajurit untuk membongkar pagar laut tersebut. Polisi turut mengerahkan 16 personel membantu kegiatan ini untuk percepatan pembongkaran pagar laut.
Sebelumnya, pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, mempertanyakan sikap Polri sebagai institusi penegakan hukum, tak terlihat dalam persoalan pagar laut. Bambang menyebut dalam permasalahan ini Polri bisa saja membuat laporan terlebih dahulu untuk melakukan proses penyelidikan. Artinya, tak perlu menunggu laporan dari pihak lain. Bambang pun mempertanyakan mengapa Polri masih membisu atas persoalan tersebut. Apakah Polri menunggu perintah Presiden? Atau Polri tersandera kepentingan? Hal-hal itulah yang muncul karena kelambatan respon Polri dalam kasus pagar tersebut.
Sebetulnya, saat ini negara berdiri di bawah sistem Kapitalisme, dimana sikap negara tidak tegas dan bahkan berpihak pada para pemodal atau oligarki. Ini jelas menyengsarakan rakyat karena tidak memiliki kedaulatan dalam mengurus urusan rakyat. Kedaulatan tersebut tergadaikan akibat prinsip kebebasan kepemilikan yang merupakan keharusan dalam sistem kapitalisme. Kalaupun kepentingan oligarki termasuk kasus, sehingga pihak penguasa menggerakan keamanan untuk memyelesaikannya karena rakyat banyak memahami kasus, seperti kasusmpagar laut ini. Solusi yang dilahirkan bersifat semu dimana pasti akan muncul kembali kasus-kasus yang merampas hak rakyat.
Hanya Solusi Islam Negara Cepat Tangkas
Islam memiliki seperangkat aturan negara. Penguasa (Khalifah) dengan pembekalan iman yang menjiwai dan takwa, akan mengintruksi ke pihak kepolisian untuk mengatasi berbagai permasalan serta pelanggaran hukum dan undang-undang negara.
Penguasaan pagar laut termasuk tindakan pelanggaran hukum negara dan sebuah kezhaliman, karena laut merupakan kepemilikan umum. Hal ini sesuai hadist yang disampaikan Rasulullaah saw. : "Kaum muslimin berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal : air, rumput dan api (HR Ibju Majah).
Pagar laut akan membatasi akses masyarakat terhadap kawasan milik umum, adalah haram. Apalagi hal tersebut mengakibatkan kerugian masyarakat seperti nelayan. Jadi, Setiap individu hanya berhak memanfaatkan sumber daya alam di dalamnya, sehingga negara dengan tujuan berkonservatif alam tertargetkan.
Khalifah akan menerapkan hukum sanksi yang jera terhadap individu atau kelompok pelaku kasus pagar laut, tanpa pilih kasih, dengan mengerahkan polisi dan qadli sesuai dengan pengadilan hukum Islam. Hanya dengan sistem Islamlah penanganan kasus yang merugikan masyarakat akan teratasi sedini mungkin.
Wallaahu'alam bish shawaab.
COMMENTS