mahasiswa magang
Dilema Magang pada Sistem Kapitalisme: Antara Ketrampilan & Eksploitasi
Oleh : Adliyatul
Pada 22 November 2024, polisi Sulawesi Selatan mengungkap kasus perdagangan manusia yang melibatkan 77 mahasiswa di Makassar. Program Ferienjob, yang menawarkan pekerjaan sesuai bidang studi di Jerman, menarik para korban. Namun demikian, setibanya di sana, mereka dipaksa bekerja sebagai buruh kasar. Empat laporan polisi memicu kasus ini. Sebuah perusahaan yang bekerja sama dengan perguruan tinggi di Makassar menyalahgunakan program Ferienjob, yang bertujuan untuk mempekerjakan siswa selama liburan sekolah dan mengirimkan mereka ke Jerman untuk pekerjaan yang tidak sesuai. (Makassar, Beritasatu.com)
Magang sering digunakan sebagai sarana untuk memanfaatkan potensi siswa. Masyarakat yang seharusnya maju secara akademis dan profesional malah dipaksa bekerja tanpa kompensasi yang layak. Dalam sistem ini, pendidikan dipandang bukan sebagai upaya membentuk karakter dan kemampuan individu, melainkan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan industri dan pasar tenaga kerja.
Magang, yang tak jarang dipercaya menjadi langkah penting bagi mahasiswa untuk mengasah keterampilannya pada dunia kerja, kini menghadapi masalah besar pada sistem saat ini. Banyak mahasiswa yang terjebak pada situasi magang yang tidak disadari telah mengeksploitasi, misalnya pekerjaan yang tidak berkaitan dengan kemampuan yang mereka pelajari atau bahkan syarat yang tidak mendukung pengembangan keterampilan mereka. Alih-alih menerima pengalaman yang bermanfaat, mereka justru menjadi korban eksploitasi perusahaan yang hanya melihat mereka sebagai sumber tenaga/buruh.
Dalam kerangka pendidikan saat ini (sistem Kapitalis), magang bukan sekadar alat untuk membekali generasi muda dengan pengalaman profesional, namun juga menjadi ajang eksploitasi tenaga kerja murah. Fenomena ini sangat terkait dengan orientasi negara kapitalis yang lebih menekankan pada penciptaan tenaga kerja daripada pengembangan kualitas individu.
Sistem pendidikan kapitalis tak jarang memanfaatkan magang sebagai alat untuk menjembatani gap antara teori yang diajarkan di kampus dan fenomena yang terjadi di dunia kerja. Dengan adanya konsep "link and match" antara perguruan tinggi dan perusahaan, magang dipercaya menjadi cara efektif untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan bekerja mahasiswa. Namun, dalam kenyataannya, syarat ini menaruh peluang bagi perusahaan untuk menerima tenaga kerja murah tanpa wajib membayar honor yang layak. Kelemahan sistem ini disebabkan karena kurangnya proteksi dan pengawasan dari negara terhadap interaksi antara perguruan tinggi dan dunia usaha.
Pendidikan dalam sistem kapitalis menekankan prinsip efisiensi dan orientasi pada kebutuhan pasar, namun aspek kemanusiaan dan tujuan pendidikan yang lebih luas seringkali diabaikan. Pada akhirnya, pelajar menjadi korban dari sistem yang hanya berfokus pada keuntungan finansial, tanpa mempertimbangkan kesejahteraan dan pertumbuhan pribadi.
Islam memandang pendidikan sebagai sarana pembentukan akhlak dan budi pekerti yang luhur. Tujuan pendidikan Islam tidak hanya menghasilkan tenaga kerja yang kompeten, namun juga menghasilkan generasi yang memiliki pemahaman agama yang mendalam dan mampu berkontribusi dalam membangun masyarakat yang adil dan makmur.
Tujuan pendidikan Islam adalah untuk mengembangkan sumber daya manusia yang tidak hanya berbakat secara teknis, tetapi juga memiliki kesadaran sosial, moral, dan spiritual (syaksiyah Islam) yang tinggi. Pendidikan dalam sistem Islam tidak hanya mengandalkan perguruan tinggi dan perusahaan untuk membina peserta didik, negara berperan penting dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang mendukung pengembangan potensi generasi muda. Negara mempunyai tanggung jawab untuk menyediakan sarana dan prasarana yang memadai serta kurikulum yang sejalan dengan nilai-nilai Islam.
Melalui magang, Khilafah bisa ikut andil dalam memastikan bahwa kegiatan praktik tersebut tidak digunakan untuk mengeksploitasi siswa, melainkan membantu siswa memperoleh keterampilan yang relevan tanpa mengabaikan prinsip keadilan.
Di lain sisi, negara mempunyai tanggung jawab untuk menyediakan pendidikan gratis dan berkualitas bagi semua warga negara, memberikan pendidikan yang tidak hanya menekankan teori akademis tetapi juga keterampilan praktis yang dapat langsung diterapkan di masyarakat, seperti melalui magang. Namun, berbeda dengan sistem kapitalis yang mengandalkan korporasi, dalam sistem Islam negara mengatur dan memantau kegiatan magang untuk mencegah eksploitasi terhadap mahasiswa.
Ketika magang dilakukan di dalam perusahaan, negara menjamin hak-hak pelajar terlindungi dan perusahaan tidak dapat menggunakan pelajar sebagai tenaga kerja murah. Negara juga dapat menawarkan magang alternatif yang tidak bergantung pada sektor swasta, namun menggunakan lembaga pemerintah, seperti lembaga pemerintah yang memberikan pengalaman kerja yang disesuaikan dengan bidang studi siswa. Untuk memunculkan potensi generasi muda, termasuk mahasiswa, harus disalurkan untuk membangun peradaban mulia.
Pendidikan yang berlandaskan nilai-nilai Islam dan dijalankan oleh negara (Khilafah) memungkinkan terciptanya sumber daya manusia yang tidak hanya kompeten dalam profesinya namun juga mempunyai visi untuk membawa perubahan positif dalam masyarakat dan negara. Dengan pendidikan yang holistik dan berkeadilan, generasi mendatang akan dipersiapkan untuk berperan dalam membangun peradaban yang lebih baik, sejalan dengan tujuan besar umat Islam, yaitu penerapan Islam yang kafah (seutuhnya) dalam kehidupan. Wallahu'alam.
COMMENTS