Arab Saudi Sekular Liberal
Oleh: Yulida Hasanah
Masyarakat muslim dunia dibuat geger dengan adanya perayaan Halloween di Arab Saudi. Menurut Arab News, Festival Halloween ini digelar sebagai bagian dari Riyadh Season yang berlangsung di ibu kota. Adapun beberapa peserta festival menganggap hal ini merupakan perayaan besar dan ada semangat kegembiraan. Sedangkan terkait halal atau haramnya tidak jadi persoalan. Karena mereka merayakan ini untuk bersenang-senang, bukan yang lain, termasuk kepercayaan terhadap Halloween.
Meskipun di satu sisi, ada sebuah laporan oleh New York Times menyarankan bahwa acara yang disponsori pemerintah itu diadakan secara strategis tepat sebelum Halloween, yang secara tradisional jatuh pada tanggal 31 Oktober agar tidak terlihat secara resmi memperingati festival yang memiliki akar pagan. Dan Festival Halloween di Arab Saudi pada tanggal 27 dan 28 Oktober pekan lalu.
Saat Halal-haram Tak Lagi Jadi Pijakan
Sekularisasi di Arab Saudi makin menggila di masa Pangeran Muhammad bin Salman(MbS). Hal ini terungkap dari pernyataan MbS pada 2017 lalu dalam testimoninya di sebuah forum untuk para investor asing di Riyadh. Yakni dia menginginkan kembali ke era Islam moderat yang terbuka untuk dunia luar dan untuk semua agama yang lain. (Russia today, 28 Oktober 2017)
Ibnu Salman juga mengatakan, “70 persen penduduk Arab Saudi berusia di bawah 30 tahun. Untuk itu kami tidak ingin kehilangan 30 tahun lagi karena gagasan ekstremisme, dan kami akan berusaha menyingkirkannya hari ini.”
Maka, apabila masih ada sebagian umat Islam yang nyinyir dengan menyebut bahwa muslim yang menutup aurat secara syar'i, atau ingin menerapkan syariah Islam dalam kehidupannya adalah berkiblat pada Arab Saudi. Tentu tuduhannya tak sesuai realita dan asal. Sebab, Arab Saudi jelas bukanlah negara Islam dan bukan menjadi pusat penerapan Islam dunia.
Dunia Islam termasuk Arab hari ini tak luput dari upaya sekularisasi oleh Kapitalis Barat. Bahkan kebijkan MbS yang kental dengan liberalisasi dan sekularisasi adalah dibukanya izin pagelaran konser, festival, dan bioskop-bioskop. Otoritas Saudi juga mencabut semua hak prerogatif polisi syariat, sehingga kini mereka tak punya peran yang jelas.
Sebelum dicabut, para polisi syariat itu bertugas menegakkan aturan hukum yang sesuai dengan ajaran Islam. Mereka juga kerap memantau perilaku sosial termasuk pembatasan terhadap laki-laki dan perempuan. Hasilnya, terbitlah izin bagi perempuan untuk berbikini di pantai-pantai privat kawasan King Abdullah City dan pria-perempuan yang belum menikah atau non-mahram juga diperkenankan bercengkrama di depan publik selama berada di pantai di kawasan tersebut. Dan masih banyak kebijakan sekuler yang diterapkan di negeri muslim ini.
Benarlah jika Halal-haram tak lagi jadi pijakan oleh umat Islam dalam beramal. Kesenangan lebih menjadi motivasi mereka melakukan sesuatu, meskipun tak jelas bahkan haram hukumnya. Seperti perayaan Halloween besar-besaran yang difasilitasi oleh pemerintah Arab Saudi baru baru ini.
Saat kesenangan menjadi pijakan, dan Halal-haram diabaikan. Umat Islam makin jauh dari aturan hidupnya sendiri dan lebih memilih aturan hidup dari asing. Kondisi ini menjadi pertanda keberhasilan Barat menjadikan negeri ini sebagai perpanjangan tangan proyek Barat menjauhkan Islam dari kehidupan masyarakat muslim. Barat telah berhasil menanamkan moderasi hingga masyarakatpun benar-benar lupa bahwa pijakan perbuatan mereka adalah halal dan haram, bukan kesenangan duniawi.
Padahal moderasi hakikatnya adalah menjauhkan umat Islam dari ajaran Islam serta arah kebangkitan yang benar dalam kehidupannya. Inilah sesungguhnya yang menjadi tujuan utama negara kafir begitu 'getol' menjalin interaksi dengan penguasa-penguasa negeri muslim, terkhusus Arab Saudi.
Umat Butuh Junnah!
Sementara itu, umat Islam hari tak memiliki benteng untuk berlindung dari semua upaya jahat negara Barat tersebut. Inilah yang menjadi awal negeri-negeri muslim masuk ke dalam jebakan paling berbahaya dalam kehidupan mereka.
Dan ini jugalah yang seharusnya mendorong kita sebagai umat Islam, untuk bangun dari tidur panjang kita. Bangun dan sadar bahwa hari ini kita benar-benar butuh membangun benteng umat Islam yang telah lama hancur. Dan benteng itu tidak lain adalah kepemimpinan umum, satu untuk seluruh dunia. Benteng umat yang telah Rasulullah sebutkan dalam sabdanya, "
Dr. Mushthafa Dib al-Bugha, menjelaskan bahwa makna al-imâm adalah penguasa tertinggi yang bertanggungjawab mengurusi urusan umat. Ahli bahasa, Imam Ibnu Faris (w. 395 H) pun menjelaskan:
Keberadaan 'junnah', pelindung umat Islam dari berbagai serangan musuh, baik serangan pemikiran maupun serangan fisik menjadi masalah darurat yang harus diwujudkan saat ini. Ya, seorang pemimpin untuk seluruh umat sedunia. Pemimpin yang dilahirkan dari rahim sistem pemerintahan Islam. Sistem kepemimpinan yang amanah dan tak menjerumuskan rakyatnya dalam jeratan kesenangan duniawi yang fana bahkan kesenangan yang tak jelas halal haramnya. Yakni sistem Khilafah Islamiyyah yang tegak atas manhaj kenabian.
Wallaahua'lam
COMMENTS