Seputar Perbedaan dalam Penetapan Awal Dzulhijjah

Menyikapi perbedaan idul adha

Pertama, perbedaan penentuan Idul Adha adalah wilayah khilafiyyah. Sependek yang saya tahu, tidak ada kesepakatan ulama (ijmak) dalam penentuan awal Dzulhijjah. Jadi dalam masalah khilafiyyah jangan memutlakkan dan jangan sampai saling mengolok-olok. Fokus pada argumentasi saja.

Kedua, para ulama berbeda pendapat dalam memahami hadits Rukyat Amir Makkah. Husain bin Al-Harits berkata: Sesungguhnya Amir Makkah pernah berkhutbah dan menyampaikan, ‘’Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengamanatkan kepada kami untuk melaksanakan manasik haji berdasarkan rukyat. Jika kami tidak berhasil merukyat tetapi ada dua saksi adil yang berhasil merukyat, maka kami melaksanakan manasik haji berdasarkan kesaksian keduanya.’’ (HR. Abu Dawud No. 2338)

Rasul meminta Amir Makkah untuk rukyat hilal Dzulhijjah dalam rangka pelaksanaan ibadah haji. Disinilah para ulama berbeda pendapat apakah hadits tersebut menjadi standar penetapan awal Dzulhijjah untuk seluruh negeri atau hanya terkait pelaksanaan ibadah haji.

Ketiga, justru para ulama madzhab menjadikan hadits Rukyat Amir Makkah sebagai dalil dalam persaksian hilal. Hal tersebut bisa kita lihat dalam kitab Ma'rifah as-Sunan wa al-Atsar karya Imam al-Baihaqi. Ketika hadits tersebut dijadikan dalil dalam penetapan awal Dzulhijjah untuk seluruh negeri, maka itu termasuk terobosan ijtihad yang sangat menarik.

Keempat, sebenarnya ada hadits lain yang menjelaskan tentang rukyat bulan Dzulhijjah secara umum. Rasul bersabda: ‘’Jika kalian melihat hilal Dzulhijjah dan salah seorang diantara kalian ingin berqurban, maka hendaknya ia menjaga rambut dan kukunya (untuk tidak dipotong hingga hari Qurban).’’ (HR. Muslim No. 1977). Hadits ini bersifat umum tentang penetapan awal bulan Dzulhijjah berdasarkan rukyat, tanpa menyebutkan rukyat siapa. Artinya, jika terdapat dalil khusus, maka yang diamalkan adalah dalil khusus. Namun ada tidaknya dalil khusus, para ulama berbeda pendapat.

Kelima, jadi pangkal diskusinya sebenarnya adalah:
1) Tidak ada ijmak ulama tentang penentuan awal Dzulhijjah, maka perkara yang khilafiyah harus disikapi secara bijak, dan tidak dimutlakkan.
2) Hadits Rukyat Amir Makkah sendiri oleh para ulama madzhab tidak dijadikan dalil penentuan awal Dzulhijjah. Para ulama justru menjadikan hadits tsb sebagai dalil dalam masalah persaksian hilal, bukan penentuan awal Dzulhijjah. Bisa dicek di kitab Ma'rifatus Sunan wal Atsar.
3) Menjadikan hadits Rukyat Amir Makkah sebagai dalil penetapan Dzulhijjah untuk seluruh negeri terkesan sebagai ijtihad "baru" (tajdid), namun in sya Allah lebih kokoh dan menentramkan karena: (a) Mendahulukan nash meski mafhum daripada qiyas; (b) Terwujudnya kesatuan dengan manasik haji; (c) Mengutamakan kesatuan umat Islam; (d) Perbedaan yang sekarang terjadi lebih pada aspek politik keberadaan negara bangsa (nation state), bukan masalah fikih semata.

Wallahu a'lam.

Yuana Ryan Tresna