Ibadah Haji masa Khilafah
Oleh : Arini Fatma Rahmayanti
Penyelenggaraa ibadah haji 2022 kembali dibuka. Pemerintah tengah mematangkan persiapan pemberangkatan calon jamaah haji (calhaj) RI ke Tanah Suci yang akan dimulai 4 Juni mendatang. Tahun ini Indonesia memperoleh kuota haji sebanyak 100.051. Terdiri dari 92.825 kuota jamaah haji reguler dan 7.226 kuota jamaah haji khusus. Ini sekaligus menjadi pemberangkatan perdana calhaj Indonesia setelah tertunda karena pandemi Covid-19 sejak 2020.
Waktu persiapan layanan bagi calhaj pun terbilang singkat mengingat Saudi baru mengumumkan kepastian kuota bagi Indonesia pada pertengahan April lalu. Karena itu pemerintah melalui Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama mempercepat proses finalisasi penyiapan layanan bagi calhaj Indonesia. Namun, sekitar 17 ribu calon haji Indonesia diduga bermasalah administrasi dalam proses registrasi pemberangkatan ke Arab Saudi.
"Kemungkinan ada masalah registrasi itu sekitar 17 ribu calon haji. Itu yang akan kami tuntaskan," kata Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI Muhadjir Effendy di Jakarta, Kamis (19/5/2022).
Dirinya mengatakan persoalan administrasi yang dimaksud, salah satunya berkaitan dengan ketentuan vaksinasi COVID-19 yang saat ini disyaratkan Pemerintah Arab Saudi. Terdapat tiga syarat perjalanan haji yang sudah ditentukan oleh Pemerintah Arab Saudi, yaitu syarat vaksinasi COVID-19 minimal vaksin lengkap, PCR 72 jam sebelum keberangkatan dan syarat maksimal umur di bawah 65 tahun.
Kementerian Kesehatan mencatat baru sekitar 76 persen calon haji yang akan diberangkatkan tahun ini sudah mendapatkan vaksinasi COVID-19 dosis lengkap.Menurut Muhadjir vaksinasi COVID-19 dosis lengkap menjadi salah satu syarat utama untuk memberangkatkan jamaah calon haji dari Indonesia. Sehingga calon jamaah haji yang belum divaksinasi dosis lengkap terancam tidak diberangkatkan. "Ya kalau belum vaksin batal (berangkat). Itu ketentuan dari Pemerintah Arab Saudi," katanya.
Untuk itu, Kemenko PMK bersama Kementerian Kesehatan menyisir satu per satu calon haji untuk memastikan yang bersangkutan telah menerima vaksinasi dosis lengkap. "Jadi data vaksin calon haji saya angkanya belum terlalu hafal, tapi yang jelas, ada yang baru vaksin pertama, ada yang sudah kedua, tapi ada yang booster. Itu yang akan kami tuntaskan bersama pak MENKES. Nanti akan kami telisik di daerah yang belum tervaksin," katanya.
Inilah realita kepemimpinan dalam sistem kapitalisme, pemimpin tidak bertindak sebagai pelayan umat, yang senantiasa memudahkan urusan-urusan umat, punguasa dalam sistem ini hanya akan mengeluarkan kebijakan yang bervisi kapitalistik, sehingga akan gagal mengurusi setiap masalah umat yang receh sekalipun.
Padahal dengan berkembangnya teknologi, seharusnya pemerintah mampu menyelesaikan berbagai hal terkait kendala-kendala teknis administrasi penyelenggaraan haji, demikian juga seharusnya pemerintah berupaya melakukan negosiasi ke pemerintahan Arab Saudi terkait batasan umur calon jamaah haji. Namun semua ini tidak dilakukan. Ibadah haji merupakan kewajiban bagi setiap kaum muslim yang mampu, maka pemerintah wajib memberikan dukungan terlaksananya ibadah ini dengan mudah melalui pendanaan maupun kebijakan.
Sebagaimana yang pernah terjadi dimasa kekhilafahan islam. Apa yang telah dilakukan oleh Sultan Abdul Hamid II bisa menjadi contoh bagaimana seharusnya penguasa bervisi pelayanan, khususnya dalam mempelancar infrastruktur ibadah haji. Tahun 1900 jalur kereta api Hijaz dibangun untuk mempermudah bagi jamaah haji menuju mekkah yang dibiayai sepenuhnya oleh umat dan tanpa investasi asing, kehadiran kereta api hijaz ini dapat memperpendek perjalanan haji yang awalnya 40 hari menjadi 5 hari saja.
Sultan Abdul Hamid memulai pendaftaran para penyumbang dengan dimulai dari dirinya sendiri, dan kaum muslimin dari berbagai penjuru berlomba-lomba membantu pembangunannya baik dengan harta maupun jiwa, para pejabat penting dalam utsmani juga membantu mempelancar jalannya proyek ini, pemilik perusahaan-perusahaan perseorangan pun tak ingin ketinggalan dalam berkontribusi. Ini adalah keberhasilan seorang pemimpin dalam menjalankan fungsi pelayanan dan komunikasi publik yang baik, pemimpin yang mampu menyatukan pemikiran dan jiwa rakyatnya dalam naungan politik islam. kebijakan-kebijakan ini dilandasi oleh akidah islam.
Khalifah sebagai para pemimpin yang diserahi wewenang untuk mengurus kemaslahatan umat sangat meyakini bahwa kelak ia akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT. Jadi terlihat bahwa masalah sulitnya administrasi pemberangkatan jamaah haji dimasa pandemi COVID-19 berawal dari kelemahan paradigma pengusa kaum muslim yang tidak menerapkan syariat islam kaffah dalam naungan khilafah.
Wallahu A'lam Bishawab
COMMENTS