politik perempuan
Oleh : A.Qurratu Aini (Member Komunitas Cinta Qur’an Masamba)
Untuk pertama kalinya dalam sejarah parlemen Indonesia, DPR RI dipimpin seorang perempuan. Dia bernama Puan Maharani Nakshatra Kusyala. Puan mundur dari jabatannya di Kabinet Kerja Jokowi karena meraih posisi di kursi Ketua DPR RI mewakili PDIP untuk masa jabatan 2019-2024. Menjadi caleg dengan perolehan suara terbanyak, yakni 404.034 suara.
Peran perempuan dalam perpolitikan tentu sangat diharapkan. Bukan sekedar kembang gula pemanis di lembaga parpol atau dewan perwakilan rakyat, tapi benar-benar berkontribusi dan bekerja untuk rakyat. Perempuan diharapkan bangkit dari berbagai problem yang selama ini menyelimuti mereka. Seperti diskriminasi, kekerasan, pelecehan, kemiskinan, keterbelakangan, dll.
Perempuan tentu harus terlibat dalam politik seperti menjadi anggota legislatif, menteri atau bahkan menjadi presiden sekalipun. Keterlibatan perempuan seakan menemukan momennya. Namun, melihat dari kacamata syariat Islam, bagaimana sejatinya peran politik bagi perempuan?.
Mereka menggeliat menjelang perhelatan pemilu atau pilkada. Hanya karena gengsi atau iming-iming materialistis yang tentu menggiurkan, sampai menghilangkan kesadaran pada sebuah amanah pengabdian. Akan sulit menemukan perempuan yang terjun dalam dunia politik tanpa ambisi kekuasaan, karena hampir rela meninggalkan naluri halus yang menjadikannya sebagai sosok keibuan.
Perempuan mulai melirik politik yang sejak dulu identik dengan pekerjaan laki-laki, penuh intrik, ambisi, manipulasi, serta kursi jabatan politik ala sekuler-kapitalis. Keberadaannya dalam parpol hanya sebatas kuantitas, akibatnya mereka tetap buta politik, kontribusi dalam membangkitkan umat pun hanya fatamorgana.
Nah apakah Muslimah (wanita Muslim) tidak baik berpolitik?, haramkah karena menyalahi fitrah?, No no. Justru Muslimah “Wajib” untuk melek politik. Politik yang berhasil digambarkan system demokrasi yang dianut negeri ini memang sudah sangat negatif, dengan money politic, dan permainan kotor lainnya yang sudah jadi rahasia umum. Padahal politik dalam makna sesungguhnya, adalah tentang pemahaman bagaimana mengurusi rakyat dan tatacara melayani umat.
Tentu Muslimah wajib ikut serta memikirkan umat, cerdas dan kritis terhadap kebijkan dan isu yang berkembang di masyarakat dan dunia. Tak harus duduk di kursi jabatan dan meninggalkan atau menomorduakan kewajiban utama sebagai ibu. Tentu perempuan memerlukan wadah, dimana ada Parpol Sejati yang menghantarkannya pada cerdas politik, bukan parpol yang sekedar haus kekuasaan, tetapi betul-betul menjalankan perannya pada anggota termasuk perempuan.
Partai politik yang benar “shohih” adalah partai politik yang berideologi Islam, bukan Pancasila yang tentu bukan merupakan ideologi. Perempuan harus ikut dalam pembinaan atau tatsqif untuk menjadi kader berkepribadian Islam, cerdas, kritis, serta padat tsaqofah. Perempuan juga akan menjadi miniature penerapan Islam yang sempurna melalui muhasabah aktifitas hariannya yang harus sesuai syariat Islam.
Akan lahir sosok politisi perempuan yang siap melayani urusan umat dan menjadi teladan sekaligus. Yang semua kewajiban atas dirinya tetap berjalan, peran sebagai ibu yang mengurusi rumah serta sebagai muslimah yang mengemban amanah dan dakwah.
Wallahu a’lam bi asshowab
COMMENTS