Kewajiban Jilbab
Oleh : A.Qurratu Aini (Anggota Komunitas Cinta Qur’an Masamba)
Sering dengar steatment seperti ini “Nggak penting menutup aurat, yang penting hatinya baik.” Atau “Si A itu berjilbab dan kerudungan menutup dada, tapi kelakuan masih ugal-ugalan.” Dan masih banyak lagi cuwitan serupa warga feminis.
Pendapat mereka itu didukung oleh beberapa fakta kejadian. Bukan beberapa sih, sudah banyak rekam jejak kejadian, yang kronologi dan rupa-rupa pelakunya berwujud sama. Seperti yang baru-baru terjadi.
“Pas tiba di TKP raya Pakal Benowo Surabaya minggu, 19 juni 2022. Rombongan kami diserang orang tak dikenal dari lorong-lorong kampung menggunakan batu dan kayu. Mereka jumlahnya puluhan. Pakai kostum serba hitam dan bercadar.” Ujar Fuad ketua rombongan perguruan silat Pagar Nusa asal Bojonegoro.
Entah diselimuti motif apa. Perilaku oknum yang tidak bertanggung jawab bertopeng jilbab syar’i, memperkeruh Jilbab yang sebelumnya sudah dianggap aneh dan ekstrim. Bahkan saat ini dituduhkan bersikap anarkis dan teroris. fenomena tidak bisa serta merta menjadi modal cocokologi atau mengait-ngaitkan “semua” wanita Muslimah berjilbab syar’i dengan stigma negatif.
Wanita Muslimah berjilbab dan kerudung, bisa saja belum memiliki pemahaman sempurna tentang pola sikap. Tidak sedikit memiliki perangai kurang menyenangkan (tergantung siapa yang memandang). Tetapi wanita yang memiliki kecantikan hati, akan terpanggil untuk menunaikan kewajibannya karena Allah SWT. Jilbab baginya bukan simbol keagamaan tetapi bukti ketundukan sebagai hamba.
Logikanya wanita Muslimah berpakaian syar’i saja belum berperangai sempurna, terlebih mereka yang tidak menutup aurat.
Mengapa fenomena oknum anarkis bertopeng jilbab syar’i sering terjadi?
Sudah sejak lama, kafir Barat ketar-ketir dengan kebangkitan umat Islam yang sangat dinanti-nanti. Dimana ada potensi, disitu mereka emosi. Dimana ada peluang Islam bangkit sebagai ideologi, disitu mereka susupi. Salah satu yang mereka awasi, adalah penggunaan Jilbab dan khimar sebagai pakaian syar’i.
Paradigma yang Barat buat semakin berkembang, bahkan menempatkan Muslimah sebagai hambatan dalam kebebasan sosial, ekonomi, dan ideologi. Akhirnya, Islamophobia dan phobia terhadap pakaian syar’i bisa muncul murni karena ketidaksukaan yang tidak berdasar dengan alasan kejadian-kejadian anarkis, yang… terkesan… dibuat-buat.
Stereotip negatif yang diciptakan inilah yang makin melekat kuat pada Muslimah, sehingga mereka sering dianggap tidak cakap dalam bekerja dan tidak memiliki kapasitas seperti wanita pada umunya jika mereka berpegang teguh pada prinsip agama. Jalan Muslimah yang memahami Islam dengan benar dan menyeluruh sengaja dihadang. Hingga geraknya menjadi sangat terbatas, dan mereka seakan menjadi standar yang buruk. Nudzubillah.
Jilbab bukan hak, itu kewajiban.
Saudariku sesama muslim. Jangan kalian melakukan pembelaan seakan menyelamatkan kami, tetapi tidak memperhatikan keselamatan diri kalian. Dengan mengatakan “Kenapa jika mereka berjilbab?, tidak semua yang berjilbab itu buruk oleh karena perilaku seorang oknum. Itu haknya dia, kayak kita yang berhak pakai pakaian apapun juga.”
Saudariku sesama muslim yang hidup dibumi Allah SWT, yang tentunya juga harus diatur dengan hukum Allah. Kewajiban berjilbab dan khimar menutup dada itu selevel dengan salat 5 waktu. Jika kita meninggalkan sholat wajib, kita berdosa. Sama halnya dengan menampakkan auratnya di tempat umum. Ini bukan hak asasi beragama, ini kewajiban kita.
Wallahu a’lam bi asshowwab
COMMENTS