Solusi Problematika LGBT
Oleh : Mariam
Saat ini isu LGBT menjadi perbincangan publik, pasalnya setelah pasangan gay diundang dalam acara podcast milik salah satu influencer ternama, kini LGBT kembali naik ke permukaan dan tampil dalam panggung media.
Mirisnya, saat ini kaum LGBT malah mulai difasilitasi keberadaannya dalam ranah publik. Kampanye yang dilakukan semakin gencar, bahkan mulai berani tampil membuka diri serta membuka diri dengan penyimpangan yang dlakukannya selama ini.
Sejarah Awal Mula Munculnya LGBT
Dahulu LGBT dikenal dengan sebutan Sodomites dan Homosexual, yang mana perbuatan menyimpang ini dianggap tabu oleh tiap masyarakat, hingga perhalusan penyebutan nama dilakukan menjadi Gay dan Queer yang mana pergantian nama ini agar lebih mudah dikenal dan diterima oleh masyakat, namun pada tahun 1960-an kaum ini berganti nama dengan Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender atau LGBT.
Kaum LGBT mulai aktif berkiprah dan melebarkan sayapnya hingga bisa muncul menampakkan diri pada tahun 1960-an di hampir seluruh daratan Eropa untuk menuntut persamaan dan hak legalitas tanpa memandang orientasi seksual yang mereka lakukan. Mereka mulai berani menampakkan diri dihadapan publik hingga di tahun 1988 Amerika resmi melegalkan LGBT dan pada tahun 1990-an LGBT resmi beroperasi di negara-negara Eropa.
Dalam perspektif Islam, kita sudah tidak asing dengan sebuah kisah perbuatan homoseksual yang ada dalam sejarah kaum nabi Luth As. Dalam Al Qur’an, Allah mengisahkan perbuatan yang dilakukan kaum Sodom (artinya) “Mengapa kamu mendatangi jenis laki-laki di antara manusia (berbuat homoseks), dan kamu tinggalkan (perempuan) yang diciptakan Tuhan untuk menjadi istri-istri bagi kamu? Kamu (memang) orang-orang yang melampaui batas.” ( QS. Asy-Syu’aro 165-166)
Apakah LGBT ini Penyakit?
Menurut Dr Roslan Yusni Hasan, SpBS seorang pakar saraf beliau mengatakan bahwa lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) bukanlah suatu kelainan ataupun penyakit. Menurut dokter yang akrab disapa Ryu ini menerangkan bahwa tidak ada yang perlu disembuhkan atau diobati dari seorang LGBT. Karena menganggap LGBT sebagai varian kehidupan saja. dia menambahkan bahwa bakat seorang menjadi LGBT sebenarnya sudah terbentuk sejak ia menjadi janin di dalam kehidupan. (Kompas.com, 10/2/2016)
Sedangkan menurut seorang Neuro Psikolog dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ihshan Gumilar, beliau menegaskan bahwa lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) merupakan penyakit mental yang bukan disebabkan oleh faktor biologis ataupun bawaan sejak lahir, namun pasti ada kejadian yang menyebabkan seseorang menjadi LGBT.
Fidiansyah, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan bahwa Indonesia sendiri sudah memiliki buku pedoman kesehatan jiwa Indonesia. Dalam buku tersebut menegaskan bahwa masalah LGBT adalah masalah kesehatan jiwa. (Republika.com, 30/1/2018)
Dalam ranah Internasional, awalnya LGBT dikategorikan sebagai salah satu penyakit gangguan mental. Namun semua itu berubah pada tahun 1975, American Psychological Association menyatakan bahwa orientasi seksual seseorang seperti lesbian, gay, biseksual maupun transgender bukanlah tergolong gangguan penyakit mental.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyetujui dan merencanakan untuk menghapus LGBT dari gangguan penyakit mental. Putusan-putusan ini diberlakukan oleh para ahli psikologi karena mereka tidak menemukan adanya hubungan orientasi dan identitas seksual dengan kondisi mental seseorang.
Penyebab Seseorang Menjadi LGBT
Dalam kajian Counseling and Mental Health Care of Transgender Adult and Loved One, fenomena transgender dinyatakan ada bukan hanya karena pengaruh lingkungan sekitar. Namun, pengaruh dari budaya, fisik, seks, psikososial, agama dan kesehatan juga turut andil dalam membentuk individu menjadi seorang yang LGBT.
Byrd mengatakan bahwa memang faktor genetik menjadi penyumbang utama dalam membentuk individu menjadi seorang yang lesbian, gay, biseksual ataupun transgender. Namun, bukan berarti LGBT itulah adalah bawaan dari lahir. Pola asuh orang tua menjadi faktor terpenting dalam membentuk dan mewarnai perilaku anak.
Dalam hubungan resiprokal, pembelajaran sosial mulai terjadi dimana arah transfer informasi, kebiasaan dan perilaku memengaruhi seseorang. Orang yang menonton tayangan perilaku menyimpang seperti LGBT awalnya mungkin aneh, jijik, lucu dan bahkan tidak akan memberikan reaksi apapun sebab belum ada informasi sebelumnya yang dia ketahui dari awal. Jika terus dilakukan, dia mulai memiliki pengetahuan dengan apa yang dilihatnya. Dan reaksi selanjutnya, seseorang akan mulai memiliki meniru perilaku gaya LGBT yang dilihatnya.
LGBT dalam Pespektif Islam
Secara umum, LGBT atau biasa disebut homoseksual adalah keadaan tertarik kepada orang lain dari jenis kelamin yang sama. Dalam Islam LGBT menurut Prof.Dr.Wahbah Az-Zuhaili mengklarifikasikan tiga istilah yang relevan dengan LGBT yaitu zina, liwath, dan sihaq.
Pertama, Zina adalah hubungan kelamin antara lelaki dan perempuan yang bukan pasangan suami istri yang sah. Kedua, Liwath (Gay) adalah hubungan homoseksual antara lelaki dan lelaki. Ketiga, Sihaq (Lesbi) adalah hubungan homoseksual antara perempuan dengan perempuan.
Para ulama menyepakati jika liwath dan sihaq statusnya lebih buruk daripada zina. Allah menyebutkan perilaku menyimpang homoseksual dalam Al-Qur’an pada ayat-ayat yang mengisahkan kehidupan perilaku umat Nabi Luth Alaihi Salam. Allah telah mengutus nabi Luth kepada kaum Sodom dan daerah sekitarnya agar menyeru mereka menyembah hanya kepada Allah, memerintahkan untuk mengerjakan kebajikan, serta melarang untuk berbuat munkar. Pada saat itu, kaum Sodom banyak melakukan perbuatan yang diharamkan dan mengada-adakan perbuatan yang belum pernah dilakukan oleh kaum-kaum sebelumnya dan oleh makhluk lainnya. Mereka sering mendatangi orang laki-laki, bukan perempuan (homoseks) dan kaum perempuan pun sering melampiaskan nafsunya kepada sesama perempuan. Allah menyampaikan dalam ayatnya pada QS. Al Araf : 80 bahwa perbuatan kaum nabi Luth, adalah perbuatan yang belum pernah dikerjakan oleh bani Adam sebelumnya.
Dalam Al- Qur’an telah diperincikan bahwa perilaku homoseksual ini disebut sebagai “fahisyah” karena kaum gay menyalurkan nafsu seksualnya secara sodomi (liwath) yang secara istilah syariatnya adalah memasukkan kepala penis ke dalam dubur atau anus laki-laki lain, sedangkan di dalam dubur itu terdapat kotoran besar yang bau dan kotor.
Ulama telah sepakat bahwa perilaku homoseksual adalah perbuatan haram dan mengandung dosa. Allah telah mencela perbuatan tersebut dalam kitab-Nya dan mencela perilakunya, begitupula Rasulullah saw, beliau menegaskan “Allah mengutuk orang yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth. Allah mengutuk orang yang berbuat seperti Nabi Luth. Beliau bersabda hingga tiga kali.” (HR. Ahmad)
Akar Masalah LGBT Banyak Terjadi
LGBT ini bukan fitrah, tetapi memang penyimpangan seksual yang sudah parah. Namun, akar permasalahan hingga bisa marak terjadi di mana-mana karena ada beberapa faktor yang memengaruhi.
Pertama, faktor ideologis atau faktor pemikiran. Ketika negara Barat ini mengidap sebuah sistem kapitalis dimana semua berlandaskan materi, memperjuangkan kebebasan hak asasi. Pemikiran yang diadopsi mengikuti teori dari TR Malthus, dimana pertumbuhan jumlah penduduk mengikuti deret ukur, sedangkan pertumbuhan barang dan jasa mengikuti deret hitung. Kebutuhan manusia yang banyak dan tidak terbatas, namun alat pemuasnya terbatas. Solusi untuk menghadapi persoalan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, negara menganjurkan LGBT agar kebutuhan biologisnya terpenuhi, namun populasi manusia tidak semakin meningkat.
Kedua, faktor pendidikan baik dari luar seperti sekolah maupun di rumah dalam ranah keluarga. Karena sistem pendidikan saat ini tidak lagi mementingkan aqidah, namun untuk mengejar materi agar bisa mendapatkan pekerjaan yang layak dan harta yang melimpah.
Ketiga, faktor lingkungan dan informasi yang didapatkan. Bisa melalui bacaan, tontonan yang tidak disaring, sehingga informasi yang didapatkan menjadi perilaku yang diambil. Karena di dalam sistem kapitalis ini, media lebih mengutamakan dan berlomba mencapai rating tertinggi, tidak lagi melihat apakah isi konten yang dinikmati bermanfaat atau tidak oleh masyarakat. Bahkan sekarang LGBT malah difasilitasi.
Solusi Islam Menyelesaikan Masalah LGBT
Adanya ruang eksis bagi kaum pelangi ini memang akibat dari paham liberalisme, yang dijamin sebuah sistem bernama kapitalisme. Sistem kapitalisme inilah yang menyerukan dan mendukung keberadaan kaum LGBT ini, bahkan mendukungnya dan melegalkan perbuatan menyimpangnya atas nama kebebasan hak asasi manusia. Padahal eksistensi kaum ini hanya mengancam kehidupan masyarakat, bahkan akan menimbulkan penyakit menular seksual seperti HIV/AIDS.
Solusi yang ditawarkan, tidak akan bisa terselesaikan dengan baik jika sistem yang kita anut masih berlandaskan pada standar akal manusia. Perlu solusi yang hakiki, untuk menuntaskan perkara tersebut, adanya sebuah sistem yang aturannya harus dari sang pemilik aturan, pencipta alam semesta, yakni Allah Swt.
Karena, Islam memandang bahwa ide dan perilaku LGBT ini jelas telah menyimpang, abnormal, dan haram dilakukan. Ini adalah perbuatan dosa, yang tidak boleh dilindungi oleh negara dengan dalih apapun. Hubungan seksualitas yang dibenarkan hanyalah dalam ikatan pernikahan yang sah secara syariat.
Penerapan aturan syariat Islam dalam sebuah intitusi negara bernama Khilafah, akan membantu memberantas perilaku menyimpang seperti LGBT secara sistematik dan terperinci hingga ke akar-akarnya dengan beberapa langkah sebagai berikut :
Pertama, negara Khilafah menanamkan keimanan dan ketaqwaan pada setiap individu dan elemen masyarakat agar terhindari dari perilaku maksiat dan menanamkan serta memberikan pemahaman nilai-nilai moral, budaya, pemikiran, dan syariat Islam melalui sistem pendidikan baik dalam ranah formal maupun informal. Dengan cara seperti ini, masyarakat bisa dikendalikan secara internal dari perilaku menyimpang.
Kedua, dalam ranah informasi, Khilafah akan menyetop penyebaran segala bentuk pornografi dan pornoaksi baik yang dilakukan sesame jenis maupun lawan jenis. Media akan menyensor semua media yang akan mengajarkan dan menyebarkan pemikiran dan budaya yang rusak seperti LGBT.
Ketiga, negara akan mengaplikasikan sistem ekonomi Islam yang menjamin keadilan dan kesejahteraan ekonomi rakyatnya, sehingga tidak ada lagi alasan pelaku LGBT yang menjadikan alasan ekonomi untuk melakukan aksi penyimpangannya.
Keempat, jika masih ada yang tetap melakukan perbuatan tersebut, maka sistem ‘uqubat (sanksi) Islam akan menjadi benteng yang bisa melindungi masyarakat dari perbuatan menyimpang. Hal itu akan memberikan efek jera bagi pelaku kriminal dan mencegah orang lain untuk tidak melakukan hal yang serupa. Untuk para pelaku gay (homoseksual) diberlakukan hukuman mati. Rasulullah Saw menegaskan dalam sabdanya “Siapa yang menjumpai orang yang melakukan perbuatan homoseksual seperti kelakuan kaum nabi Luth, maka bunuhlah pelaku dan objeknya.” (HR. Ahmad)
Disinilah peran besar negara Khilafah dalam memberantas LGBT hingga ke akar-akarnya, Islam pun menetapkan tugas kepada kaum muslimin untuk menjalankan syariat Islam dalam ranah keluarga. Para orang tua harus berusaha mendidik dan mengajarkan kepada anak-anaknya agar terhindar dari perilaku LGBT dan penyimpangan lainnya dengan penanaman aqidah dan syariat Islam yang kokoh.
Syariat Islam pun memerintahkan kepada masyarakat untuk bersinergi dan berkontribusi bersama dalam memberantas LGBT ini, bukan lagi di sanjung atau bahkan dipertahankan atas nama hak asasi manusia. Namun, masyarakat harus mampu mendakwahkan dan melakukan amar makruf nahi mungkar. Jika ada seseorang yang melakukan LGBT, maka elemen masyarakat harus bisa mencegah, mengingatkan, dan menegurnya bukan hanya diam apatis seolah melegalkan perbuatannya.
Alhasil, LGBT akan bisa ditiadakan dan diberantas hanya dengan sebuah sistem Khilafah. Ketika syariat Islam menjadi pedoman dan pegangan hidup manusia, disitulah kedamaian akan tercipta.
COMMENTS