kapitalisme menjerat ibu
Ibu yang dari rahimnya benih-benih peradaban tumbuh. Dari tangannya pula terbentuk pemuda yang tangguh. Fitrah penuh kasih sayang, kelembutan, kesabaran, dan ketulusan ini lah yang mampu melahirkan generasi cemerlang penerus perjuangan islam.
Namun, apa jadinya bila kewarasan sang ibu mulai goyah. Kasih sayangnya pun mulai punah. Hingga yang tersisa hanya kegilaan yang menghilangkan akal dan nurani. Pastilah kehancuran peradaban ada di depan mata.
Inilah yang terjadi di sistem saat ini. Fitrah ibu perlahan mulai hilang. Ibu yang semestinya menciptakan kasih sayang pada anak malah berlaku sebaliknya. Seperti kasus di Brebes, Jawa Barat yang menimpa ibu muda berumur 35 tahun ini. Karena alasan keterbatasan ekonomi sang ibu dengan tega menggorok leher anaknya hingga tewas.
Dikutip dari Republika.co.id, pada 20 Maret 2022, peristiwa ini terjadi Ahad dinihari sekitar pukul 02.00 WIB. Korban meninggal merupakan anak kedua pelaku dan masih duduk di bangku kelas 1 SD. Pelaku juga sempat hendak membunuh 2 anaknya yang lain. Namun gagal karena 2 anaknya kabur dan bersembunyi di kamar. Mereka berteriak sehingga mengundang rasa penasaran warga untuk datang dan mendobrak pintu kamar.
Pelaku yang sebelumnya bekerja sebagai perias pengantin ini mengaku mengalami himpitan ekonomi sejak pandemi. Mata pencahariannya hilang mulai perlahan hingga tak mampu memenuhi kebutuhan ketiga anaknya. Menurut pengakuan pelaku, sang ibu tersebut tak mau anaknya hidup menderita di masa depan. Atas dasar itulah itu ia ingin mengakhiri hidup anak-anaknya.
Banyak faktor penyebab matinya hati nurani seorang ibu. Salah satunya adalah masalah ekonomi. Akibat semrawut nya pengelolaan pemerintah dalam mengatasi pandemi, mau tak mau akan berimbas pada semua lini. Kondisi inilah yang menyebabkan ibu hilang kendali dan depresi. Dan inilah potret dari gagalnya peran negara dalam menata kelola kestabilan perekonomian dan kesejahteraan rakyat termasuk kesejahteraan kaum ibu.
Tak bisa dipungkiri, kita hidup di zaman dimana ide rusak sekularisme dan kapitalisme senantiasa digaungkan dan diagungkan. Hingga akhirnya ide tersebut menyeret manusia ke dalam jurang kehancuran. Mencabut naluri keibuan yang penuh kasih sayang.
Memanglah pelik kondisi hari ini, kita sebagai kaum muslim dituntut untuk senantiasa menjalankan peran terbaik, menjaga identitas mulia sebagai seorang muslim. Namun di sisi lain, kehidupan terasa begitu mencekik dalam kungkungan sistem yang justru bertentangan dengan Islam. Begitu banyak kita jumpai kaum muslim termasuk para ibu sudah kehilangan jati dirinya dengan identitasnya sebagai umat yang mulia, umat terbaik.
Berbeda halnya pada sistem yang dibawa islam. Peran seorang ibu begitu dipandang mulia hingga surga disematkan di bawah kakinya. Sesuai fitrah dan kedudukannya, seorang ibu adalah al-madrasah al-ula bagi anak-anaknya. Itulah amanah yang mulia dan penting bagi ummat. Kemajuan ummat berangkat dari berhasilnya organisasi terkecil, yakni sebuah keluarga.
Karena besar amanah yang diemban dipundaknya, islampun memuliakan dengan menjamin kesejahteraan kaum ibu. Kewajiban mencari nafkah Allah percayakan kepada kaum suami dan negara yang bertanggung jawab atas ketersediaan lapang pekerjaan. Disinilah ibu kemudian bisa fokus menjalankan fitrahnya mengatur rumah tangga dan menjadi madrasah bagi anaknya.
Dan jika suami tidak lagi mampu untuk memenuhi kewajibannya dalam mencari nafkah, misalnya karena kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan atau telah meninggal, maka kewajiban menafkahi kaum ibu beralih kepada walinya (ayah, paman, saudara laki-laki dari jalur ayah). Negara berperan untuk mencari dan memaksa pihak wali untuk memberikan nafkah kepada ibu dan anak-anaknya agar kehidupan mereka tetap terjaga. Jika ternyata pihak wali tidak ada atau tidak mampu secara finasial untuk menanggung nafkah, maka negara yang mengambil alih kewajiban tersebut. Negara akan memberikan nafkah untuk ibu berserta anak-anaknya dengan biaya yang diambil dari kas Baitul Maal.
Inilah jaminan kesejahteraan yang ditawarkan islam yang semestinya kita perhatikan. Tentu solusi ini hanya bisa diterapkan apabila negara menganut ideologi islam secara utuh. Ideologi yang berasal dari sang Pencipta yang pernah membawa kemaslahatan selama 1400 tahun lamanya.
By : Aprilia Restiana
COMMENTS