genosida muslim india
Oleh : Fathimah A. S. (Aktivis Dakwah Surabaya)
Aksi kebencian terhadap umat muslim kembali terjadi. Terdapat potongan video pertemuan yang beredar luas di media sosial terkait pertemuan beberapa biksu Hindu di India yang mengatakan bahwa umat Hindu harus membunuh Muslim. "Jika 100 dari kita siap untuk membunuh dua juta dari mereka, maka kita akan menang dan menjadikan India sebagai negara Hindu,” kata seorang pemimpin nasionalis Hindu, Pooja Shakun Pandey, merujuk pada populasi Muslim di negara itu. Seruan untuk pembantaian tersebut disambut dengan tepuk tangan dan sumpah persetujuan dari para biksu Hindu yang hadir (republika.co.id, 18/01/2022).
Ini bukan pertama kali terjadi. Sejak Partai Nasionalis Bharatiya Janata (BJP) yang dipimpin Perdana Menteri Narendra Modi memenangkan pemilihan pada 2014 dan kemudian menang kembali pada pemilihan ulang tahun 2019, diskriminasi dan penganiayaan terhadap Muslim dan minoritas dilaporkan kerap terjadi. “Di bawah kepemimpinan Partai Bharatiya Janata (BJP), India menjadi salah satu negara paling berbahaya bagi Muslim dan Kristen di dunia. Mereka dianiaya secara fisik, psikologis dan ekonomi,” tulis Apoorvanand, tulis aktivis dan akademisi Apoorvanand dalam tulisan opini di Al Jazeera (international.sindonews.com, 17/01/2022).
Padahal, jika kita melihat sejarah, India sebelumnya merupakan wilayah kekuasaan Khilafah Islamiyyah. Namun setelah Khilafah dibubarkan, Inggris mengambil wilayah tersebut, dan kemudian Inggris menyerahkannya ke kaum Hindu. Pasca itulah kaum Muslim di India mengalami berbagai penindasan. Kaum Hindu melakukan pembantaian terhadap Muslim Kashmir di tahun 1947 yang menyebabkan 3.370 orang disiksa hingga meninggal, kaum Hindu juga menyulut kerusuhan di New Delhi pada 2020 yang menyebabkan korban jiwa dan masjid terbakar, dan yang baru-baru terjadi yaitu polisi India melakukan kekerasan terhadap muslim di Assam pada 2021 akibat dugaan perambahan tanah pemerintah.
Serentetan aksi kebencian ini akibat penerapan sistem kapitalisme yang sedang bercokol di dunia. Sistem kapitalisme tak mampu menghadirkan kedamaian antar umat beragama. Justru menciptakan kondisi kebencian, pembantaian, dan perampasan hak manusia. Bahkan sistem kapitalisme juga menciptakan arus islamophobia yang mengakibatkan India begitu tega melakukan tindakan kejam kepada muslim di sana. Mereka berusaha menyingkirkan agama yang bertentangan dengan mayoritas. Ide toleransi antar umat beragama yang digembor-gemborkan kapitalisme, nyatanya hanya menjadi slogan kosong. Umat muslim minoritas kerap kali menjadi korban tirani dari rezim yang berkuasa. Tidak hanya umat muslim di India saja, Muslim Uyghur di China, Muslim Rohingya di Myanmar, Muslim Palestina oleh Israel, dsb juga mendapat perlakuan yang serupa.
Mirisnya lagi, pada saat muslim minoritas mengalami serangan aksi kebencian, negeri-negeri muslim disekelilingnya justru bungkam. Padahal sesama muslim ibarat satu tubuh, apabila satu bagian merasakan sakit, seharusnya bagian lain juga merasakan sakit. Nasionalisme yang merupakan ciptaan kapitalisme mengakibatkan kaum Muslim sekarang tersekat-sekat dalam bingkai negara. Sehingga negeri-negeri muslim kehilangan empati dan ukhuwah antar kaum muslimin.
Umat muslim hari ini tidak memiliki perisai yang melindungi mereka dari serangan oleh rezim. Tidak ada pula yang memberi sanksi tegas kepada mereka yang dengan mudahnya mengambil nyawa tak bersalah kaum muslim. Kondisi ini membuat umat muslim terhimpit. Wajar bila para ekstremis Hindu semakin terang-terangan menindas kaum Muslim.
Ketika Islam memimpin dalam bingkai Khilafah, hal seperti ini tidak dibiarkan terjadi. Umat muslim tidak akan tersekat-sekat seperti sekarang. Umat muslim akan benar-benar dijaga. Negara akan membebaskan negeri-negeri muslim yang terjajah. Negara yang menerapkan Islam memiliki tentara muslim dan industri militer, sehingga memiliki keamanan yang tangguh. Ini tentu membuat negara-negara lain tidak memandang rendah kaum muslimin. Khilafah juga memerintahkan kepada rezim yang menganiaya kaum muslim agar berhenti melakukan serangannya. Jika mereka menolak, maka jihad akan digelorakan.
Hal ini pernah dilakukan Khalifah Al-Mu’tashim billah dari Kekhilafahan Abbasiyah, ketika menyelamatkan satu orang muslimah dari pelecehan yang dilakukan orang Romawi di Ammuria, Turki. Beliau langsung mengirimkan ultimatum agar muslimah tadi dilepaskan. Beliau juga mengirimkan pasukan dengan jumlah besar. Panjangnya barisan tentara ini tidak putus dari gerbang istana Khalifah di Baghdad hingga Ammuria. Sehingga akhirnya Ammuria mampu ditaklukkan. Demikianlah perlindungan Khilafah kepada satu nyawa kaum muslim, bayangkan jika yang dianiaya adalah banyak orang muslim seperti yang terjadi hari ini. Maka Khilafah akan langsung menolong mereka.
Selain itu, dalam Khilafah, seluruh umat hidup dalam kondisi aman, damai, sejahtera, dan adil. Tidak ada diskriminasi atas agama, ras, suku, maupun bangsa. Non-muslim tidak dipaksa masuk Islam. Mereka dibiarkan untuk beribadah di dalam tempat-tempat ibadah dan rumah-rumah mereka. Non-muslim juga mendapat hak yang sama dari Khilafah, mereka mendapat jaminan atas kebutuhan barang pokok (seperti sandang, pangan, dan papan) maupun kebutuhan jasa pokok (seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan). Tidak ada perbedaan antara muslim dan non-muslim.
Sejarawan Inggris, T. W. Arnold, dalam bukunya, The Preaching of Islam, mengungkapkan kekagumannya atas perlakuan terhadap non-Muslim yang hidup di bawah Kekhalifahan Utsmaniyah: “… meskipun orang-orang Yunani secara jumlah lebih unggul daripada orang Turki di semua provinsi di kekuasaan Eropa, toleransi beragama yang diberikan kepada mereka dan perlindungan terhadap kehidupan dan harta yang mereka nikmati, segera merekonsiliasi mereka untuk lebih memilih dominasi Sultan daripada kekuasaan Kristen mana pun.”
Dengan demikian, hanya dengan kembali pada penerapan Islam secara kaffah-lah kaum muslim dapat terbebas dari penindasan yang terjadi hari ini. Penerapan Islam mampu membawa pada keamanan dan keadilan yang tidak hanya dirasakan oleh kaum muslim, tetapi juga dirasakan oleh non-muslim.
Wallahu A'lam Bi Shawwab
COMMENTS