penegakan hukum di Indonesia
Oleh : Ummu Rofi' (Pemerhati Publik)
"Mbah Hukum, sudah dipalu berkali-kali meja keadilannya kok goyang lagi goyang lagi?, Opo sudah reyot? Opo mesti diganti? Padahal kulihat tukangnya tukang andalan tarifnya borongan, dapat juga insentif harian belum lagi ditambah duit rokok dan gorengan...” (sLAW sLOW, Puisi Norman Adi Satria, Bekasi, 27 Mei 2017)
Eksistensi penegakan hukum adalah untuk melindungi keamanan, memberikan keadilan dan menimbulkan kepercayaan penuh di tengah-tengah masyarakat. Akan tetapi berbeda di sistem sekuler saat ini, penegakan hukum di dalam negeri diibaratkan seperti pisau, jika ke bawah tajam, jika ke atas tumpul. Puisi di atas menggambarkan penegakan hukum saat ini. Sudah reyot apa harus diganti?
Maka dari itu, belum lama viral di jagad Twitter #PercumaLaporPolisi, ada apa di balik #PercumaLaporPolisi? Dimana seharusnya penegak hukum mengayomi masyarakat dan masyarakat pun harusnya percaya dengan penegak hukum. Tetapi di negeri ini berbeda, malah sebaliknya. Ada apakah gerangan?
"Temuan ini menggambarkan rendahnya wibawa hukum di mata publik," kata Dewi Arum di Kantor LSI, Rawamangun, Jakarta Timur, Minggu (7/4/2013).
Menurut Dewi, survei yang dilakukan LSI pada 1 sampai 4 April 2013 ini, dilakukan terhadap 1.200 responden di 33 provinsi. Hasilnya, 56 persen masyarakat menyatakan kurang puas dengan penegakan hukum di Indonesia.
"Hanya 29,8 persen yang menyatakan puas terhadap penegakan hukum di Indonesia. Yang paling terlihat adalah di desa yang berasal dari ekonomi bawah, dan berpendidikan rendah, lebih tidak puas dibandingkan mereka yang berada di kota dan berpendidikan tinggi. Di desa yang tidak puas 61,1 persen dan di kota 48,6 persen," ungkapnya. (nasional, sindonews, 8/04/2013)
Dari persentase di atas, terungkap bahwa sebagian masyarakat tidak puas atas penegakan hukum yang dilakukan oleh penegak hukum di negeri ini. Lantas masyarakat akan meminta keadilan kepada siapa, ketika mereka mendapat ketidakadilan?
Adanya ketidakadilan ini memiliki sebab akibat, tidak lantas muncul begitu saja. Saat ini hukum sekulerlah yang menjadikan penegakan hukum tumpul ke atas, tajam ke bawah. Jika ada pelaku dari kalangan elite, maka hukum mudah dibeli dengan meringankan hukumannya, atau malah dihukum dengan memberikan ruang sel penjara yang khusus kelas elite. Tapi jika masyarakat bawah yang melakukan tindak kriminal, maka langsung dipenjarakan atau tidak diusut.
Belum lama ada kejadian bapak yang memperkosa tiga anaknya, namun karena ibunya yang melaporkan tidak memiliki bukti yang kuat, akhirnya perkara tersebut tidak diusut sampai tuntas. Miris hukum di negeri ini.
Beginilah jika diterapkannya sistem sekuler yang mudah sekali bagi penegak hukum membuat aturan hukum semaunya atau pesanan dari para kaum elite. Karena sistem sekuler lahir dari pemikiran manusia yang terbatas dan lemah. Maka, saat ini masyarakat kerap sekali mendapatkan ketidakadilan dalam penegakan hukum di negerinya sendiri.
Dalam sistem sekuler, rasa keadilan dan rasa kepercayaan atas penegakan hukum sangatlah mustahil kita dapatkan, seperti jauh panggang daripada api. Adapun Islam sudah membuktikan selama 14 abad lamanya soal keadilan dan kepercayaan atas penegakan hukum, karena dalam Islam rasa keadilan dan kepercayaan bagi rakyatnya itu suatu hak untuk masyarakat. Negara wajib memberikan rasa aman, mengayomi dan mengurusi masyarakat.
Pada masa Rasul SAW ada kisah dari kalangan Quraisy yang mereka kedapatan mencuri, yakni dari Bani Mahzum. Namun karena tidak ingin aib mereka ini menyebarluas, maka sekelompok orang yang menangkap pencuri itu mendatangi Rasul dan ketika bertemu dengan Rasul. Rasul mengatakan, "Apakah kamu mau menyuap (korupsi) soal hukum (ketentuan) dari undang-undang Allah?"
Dan Rasul langsung memberikan peringatan kepada masyarakat dengan mengatakan: "Inilah kebiasaan buruk yang telah menghancurkan umat-umat terdahulu. Mereka binasa (diazab oleh Allah) karena mereka tidak berani menghukum orang-orang terpandang dari kalangan mereka. Sebaliknya, mereka menghukum berat orang-orang kecil. Kalau Fatimah, putriku, mencuri, pastilah aku potong tangannya." (HR. Bukhari dan Muslim dari Aisyah)
Itulah Islam memberikan rasa keadilan dan rasa kepercayaan bagi masyarakatnya. Maa syaa Allah. Ketika Hukum Islam diterapkan, maka negara membuat struktur negara yang di dalamnya bertujuan untuk menangani setiap permasalahan masyarakat dalam Islam ada istilah Qadhi (Hakim), Qadhi dibagi 3, ada Qadhi Khusumat, Hisbah (Muhtasib), dan Madzalim. Meski ada 3 peradilan, itu hanya pembagian tugas dan fungsinya saja, akan tetapi hukum yang diterapkan hanya satu, yakni hukum Islam.
Misal, Qadhi Khusumat yang menyelesaikan sengketa di tengah masyarakat, baik yang berkaitan dengan muamalah maupun ‘'uqubat (sanksi). Sengketa ini bisa melibatkan hak yang berkaitan dengan mu’amalah, seperti utang-piutang, jual-beli dan sebagainya. Contohnya, ketika Sayyidina ‘Ali menjadi khalifah, ada seorang Yahudi yang “memiliki” baju besi sang Khalifah. Karena merasa baju besi itu adalah bajunya, maka Khalifah pun mengajukan kasus ini ke pengadilan. Meski kasus ini melibatkan Khalifah, tetapi Qadhi Suraikh yang bertugas memutuskan kasus ini tidak berpihak kepada Khalifah. Justru, sang Qadhi memenangkan orang Yahudi “pemilik” baju besi sang Khalifah. Karena, Sayyidina ‘Ali tidak bisa menghadirkan bukti dalam persidangan ini. Ini adalah salah satu contoh, bagaimana sistem peradilan Islam memutuskan sengketa, meski melibatkan orang kuat. Maa syaa Allah.
Sedangkan Qadhi Hisbah (Muhtasib) untuk menyelesaikan pelanggaran yang bisa membahayakan hak masyarakat (jemaah). Qadhi Muhtasib ini bertugas untuk mengkaji semua masalah yang terkait dengan hak umum, tanpa adanya penuntut. Kecuali, kasus hudud (seperti, perzinaan, menuduh berzina, mencuri, minum khamar, sodomi) dan jinayat (seperti pembunuhan, melukai anggota badan orang).
Tugas dan fungsi Qadhi Muhtasib ini adalah menegakkan kemakrufan, dan mencegah kemungkaran. Dia bisa mencegah kemungkaran begitu tahu, di mana pun tanpa membutuhkan majelis. Dia bisa dibekali dengan polisi yang bertugas mengeksekusi keputusan dan perintahnya. Keputusannya bersifat mengikat, dan harus dilaksanakan seketika itu juga.
Sedangkan Qadhi Madzalim adalah peradilan yang dipimpin oleh Qadhi Madzalim untuk menghilangkan kezaliman negara terhadap orang yang berada di bawah wilayah kekuasaannya, baik rakyat negara khilafah maupun bukan. Kezaliman tersebut dilakukan sendiri oleh khalifah, pejabat negara maupun pegawai yang lain. Tugas dan fungsi Qadhi Madzalim adalah menghentikan kezaliman yang dilakukan oleh negara kepada rakyat. Jika ini terkait dengan kebijakan, maka Qadhi Madzalim akan membatalkan kebijakan tersebut, seperti pajak, retribusi tol, dan sebagainya. Jika ini terkait dengan sikap atau tindakan semena-mena, maka Qadhi Madzalim juga akan menghentikan sikap dan tindakan tersebut. Qadhi Madzalim berhak memberhentikan pejabat, pegawai negara, bahkan khalifah jika harus diberhentikan, sebagaimana ketentuan hukum syara’.
Itulah ketika hukum Islam dijadikan sebagai solusi atas permasalahan yang ada. Maka semua kalangan masyarakat, khususnya kalangan bawah pada saat ini, akan merasakan keadilan dan pasti akan menimbulkan kepercayaan penuh kepada penegak hukum. Karena yang dipakai adalah hukum buatan Allah Swt yang sudah pasti sesuai dengan fitrahnya, menenangkan hati, dan menentramkan jiwa bagi yang mengikuti aturan-aturan yang sudah Allah tetapkan.
Berbeda jauh dari sistem saat ini, yakni kapitalisme-sekularisme yang menjunjung tinggi materi dan memisahkan agama dari kehidupan dan sistem buatan manusia. Maka, sudah saatnya umat percaya kepada hukum Islam yang hanya terwujud dalam sistem Islam. Semoga sistem Islam segera berjaya di tengah-tengah kita dan menggoncang ke seluruh pelosok dunia. Dalam ayat Al-Quran Allah Swt berfirman:
اَفَحُكْمَ الْجَـاهِلِيَّةِ يَـبْغُوْنَ ۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّـقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ
"Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?" (QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 50)
Masihkah kita ragu dengan diterapkannya sistem Islam? Lantas masih layakkah kita pertahankan dan percaya dengan penegakan hukum di sistem sekuler saat ini? Wallahu a'lam bishshawab
COMMENTS