mudik dilarang wna china berdatangan
Oleh Hanin Syahidah
Pemudik dengan menggunakan motor memenuhi jalur Pantura di wilayah Cirebon, Jawa Barat, sejak Minggu (09/05) dini hari.
Mereka menerobos sejumlah pos penyekatan.Tepatnya Di Terminal Harjamukti. Petugas gabungan tampak kewalahan menangani membeludaknya pemudik motor. (kompasTV, 9/5/2021)
Menurut Kapolres Karawang AKBP Rama Samtama Putra, para pemotor memanfaatkan jumlah personel di lokasi yang kalah banyak dengan antrean kendaraan yang akan melakukan mudik Lebaran pada Sabtu dini hari kemarin. (liputan6.com, 9/5/2021)
Melihat realitas di atas, rakyat seolah tak peduli lagi dengan segala aturan terkait mudik. Pasalnya sudah setahun pandemi berlalu, pandemi masih berlangsung. Ditambah dengan berbagai kebijakan paradoks menyangkut pandemi. Sebut saja Pilkada yang berlangsung Desember lalu. Di di tengah test positivity rate nasional sangat tinggi, Pilkada tetap berlangsung.
Di tengah wacana larangan mudik, mall dan wisata tetap dibuka. Bahkan, didorong guna mendongkrak perekonomian negara. Sebut saja MenKeu, Sri Mulyani yang menyuruh masyarakat untuk berbelanja menjelang lebaran. Tak kalah, Kemenparekraf, Sandiaga Uno mengalihkan mudik menjadi destinasi wisata. Sehingga rakyat yang tak mudik, diaruskan untuk berkunjung ke tempat-tempat wisata. Hari lebaran kedua, Ancol dikunjungi 39.000 wisatawan, sementara beberapa TPU ditutup atas alasan pandemi.
Yang lebih menyakitkan, beberapa bulan lalu kita melihat beberapa pejabat negeri dan juga orang nomor 1 di Indonesia menghadiri pesta pernikahan yang melibatkan puteri publik figur di negeri ini. Pada saat yang sama pernikahan rakyat jelata dibubarkan oleh aparat dengan alasan prokes.
Di satu sisi, pemerintah begitu gencar melakukan pelarangan mudik. Namun, di sisi lain TKA China dengan mudahnya masuk ke dalam negeri di saat warga Indonesia dilarang untuk mudik. Padahal mudik dilarang guna mengurangi mobilitas penduduk dalam rangka mengantisipasi penyebaran virus corona. (kompas.com,11/5/2021).
Bagaimana mungkin mudik dilarang supaya tidak terjadi penularan virus? Tetapi penerbangan dari negara sumber virus itu dibiarkan bebas masuk negeri ini. Kabarnya mereka menggunakan pesawat carter langsung dari Wuhan, China. Ketika banyak pihak yang mempertanyakan hal itu justru dijawab dengan mudahnya bahwa semua atas izin dari Kemenhub. Sungguh tidak adil bagi rakyat, makanya tidak heran jika rakyat sudah sangat muak dengan aneka kebijakan yang penuh paradoks ini. Tidak kaget kiranya sampai H-1 lebaran, masih saja puluhan pemudik motor merangsek keluar karawang dengan melawan arus. (liputan6siang,12/5/2021). Seolah mereka ingin menunjukkan perlawanan terkait kebijakan pelarangan mudik dan kekesalan yang mendalam terkait hal ini.
Menurut epidemiolog Dr Windhu Purnomo, pakar epidemiologi Universitas Airlangga (Unair), masyarakat nekat-nekat (pulang kampung) begini karena permasalahannya di komunikasi publik pemerintah, sejak awal seharusnya kebijakan dari pemerintah konsisten, yakni memberi pengarahan tegas tanpa embel-embel atau istilah yang tidak jelas, termasuk memberi contoh yang baik terkait kedisiplinan prokes. (Kompas.com, 10/5/2021).
Fakta di lapangan, kebijakan begitu tebang pilih dengan berbagai alasan. Wajar saja jika rakyat terang-terangan melawan. Kondisi seperti ini kerap kita temui dan jadi hal yang lumrah. Pasalnya, dalam sistem Kapitalisme demokrasi, siapa pun yang punya modal besar atau materi banyak dia akan bebas melakukan apa saja, termasuk memengaruhi kebijakan penguasa. Lain halnya dengan rakyat jelata, privilege itu tentu tak akan didapatkan. Persis hukum rimba, "siapa yang kuat dialah yang menang".
Lantas, sampai kapan rakyat yang seharusnya dijamin dan diperhatikan kesejahteraannya, selalu terlunta-lunta? Sungguh rakyat ini merindukan pemimpin seperti Khalifah Umar bin Khattab yang siap lapar ketika rakyatnya belum kenyang karena musim paceklik. Ia juga siap untuk memanggul gandum sendiri dan memasakkannya untuk rakyat yang kelaparan yang dia temui. Atau Khalifah penerusnya yakni Khalifah Umar bin Abdul Azis hanya dalam 2,5 tahun pemerintahannya dia bisa menyejahterakan rakyatnya sampai mencari siapa yang berhak menerima zakat pun tidak ada di negerinya saat itu. jadi, saatnya umat meninggalkan sistem Kapitalisme demokrasi yang menyengsarakan dan menggantinya dengan Islam yang akan menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Wallahu a'lam bi ash-shawab
COMMENTS