sistem politik islam
Hidup di bawah naungan sekularisme tentunya akan selalu dan akan selamanya menyampingkan peran agama dalam kehidupan maupun negara. Agama hanya dianggap kegiatan ibadah ritual semata sebagai jembatan manusia untuk melakukan peribadahan kepada penciptanya. Tanpa sedikit pun mengaitkan peran Tuhan di setiap gerak langkah manusia dan juga di dalam tata cara bernegara.
Alhasil dalam sistem demokrasi yang lahir dari rahim sekularisme, kebebasan berpendapat adalah hak setiap warga negara termasuk bila ada yang mengatakan, "Bahwa agama khususnya Islam, dapat menerima sistem politik dan pemerintahan apapun, termasuk demokrasi". Begitu yang dikatakan Menko Polhukam Mahfud MD saat menjadi keynote speaker dalam webinar Tadarus Demokrasi seasion 1, bertema Relasi Agama dan Demokrasi, yang diselenggarakan oleh MMD Initiative, di Jakarta, Sabtu (17/4/2021), Dilansir dari Tribunnews.com, Jakarta (18/4/2021).
Lanjutnya pula, "Agama itu peraturan dan normanya, prinsipnya, datang vertikal, dari Tuhan. Pedoman hidup manusia. Wahyu Tuhan yang wajib diikuti sesuai keyakinan. Sementara demokrasi hanya model dan sistem di dalam bernegara. Normanya lahir secara horizontal."
Pernyataan Pak Profesor di atas, seolah menampakkan konsep hipokrisi yang ditawarkan. Mengingat, agama yang memiliki sistem politik hanya agama Islam. Sedangkan agama lainnya hanya sebatas mengurusi tata cara peribadahan semata. Sistem politik kapitalis maupun sosialis hanya lahir dari ego manusia yang sudah tentu di dalamnya memiliki banyak keterbatasan dan kekurangan. Itulah sebabnya kenapa Islam bukan hanya sekadar agama, namun juga sebagai ideologi.
Dalam pengaturan konsep bernegara, Islam memiliki aturan sendiri yaitu dengan politik Islam. Islam dengan politiknya maupun politik dengan ideologi Islam tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Keduanya adalah satu kesatuan yang akan mewujudkan suatu sistem politik bernegara yang sehat dan kredibel.
Jika benar semua agama mengakui politik mana pun, seharusnya sistem Khilafah dengan politik Islamnya mendapat kesempatan untuk diuji kelayakannya. Justru malah difitnah, dipojokkan dan diserang dengan narasi yang menyesatkan. Bukankah ini membuktikan kontradiksi pada setiap pernyataan yang dilontarkan para pemangku kekuasaan? Lalu, sistem politik seperti apa yang telah mereka terapkan. Bukankan mengkhianati aturan Allah adalah kezaliman? Karena politik Islam lahir dari agama sekaligus ideologi yang Allah perintahkan.
Padahal secara akidah, berdirinya negara Islam adalah konsekuensi keimanan. Setiap muslim wajib terikat dengan hukum syariat, baik dalam bermasyarakat maupun bernegara.
Allah menyatakan dalam firman-Nya (QS. Al-Maaidah [5]: 49-50) yang artinya: "Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu menuruti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka. Supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling, (dari hukum yang telah diturunkan Allah) maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. [49]. Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin? [50]".
Dengan demikian, jika memilih hukum selain hukum yang tidak bersumber dari wahyu-Nya, secara tidak langsung manusia itu menantang Allah tuk menimpakan azab di bumi. Jelaslah bahwa sistem Islam datangnya dari Sang Pemilik Semesta. Maka, untuk mengatur kehidupan di bumi Allah telah menetapkan syariat Islam yaitu dengan politik Islam agar semesta alam terjaga dan terhindar dari murka-Nya. Tentunya satu-satunya politik yang shahih yakni politik Islam, haruslah lahir dari ideologi Islam.
Wallahua'lam
COMMENTS