politik ekonomi islam
Oleh Chusnatul Jannah - Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban
Syariat rahmat bagi semua. Kalimat ini bukan sekadar slogan atau jargon semata. Kalimat ini adalah pernyataan Al-Qur'an dalam surat Al Anbiya ayat 107 dalam terjemahnya berbunyi, "Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam." Itu artinya, Islam datang tidak hanya membawa rahmat bagi kaum muslim, namun ia bisa menjadi rahmat bagi semesta alam dan seluruh umat dunia.
Baru-baru ini, Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengungkapkan sektor ekonomi dan keuangan syariat mampu bertahan di tengah guncangan krisis karena pandemi Covid-19.
Meski berada dalam kondisi baik, ia mengatakan sektor ekonomi dan keuangan syariah masih menghadapi tantangan. Dari sisi market share, perbankan syariat dinilai masih kalah ketimbang perbankan konvensional yang saat ini menguasai mayoritas pasar keuangan. (Tempo.co, 12/3/2021)
Belakangan, ekonomi syariat memang sedang diperhitungkan eksistensinya. Seperti yang dilakukan PT Bank Syariah Indonesia Tbk. Mereka siap berkolaborasi dan bersinergi dengan lembaga riset dan perguruan tinggi untuk pengembangan ekonomi syariat.
Berdasarkan The State of The Global Islamic Economy Report (SGIE Report) 2020/2021, Indonesia berada di posisi keempat, naik kelas dari peringkat kelima tahun 2019 dan dari peringkat 10 tahun sebelumnya.
Peningkatan ini didorong oleh lima indikator diantaranya, islamic finance, halal food, muslim friendly travel, modest fashion, media and recreation, serta cosmetic and formation. (Kontan, 15/3/2021)
Pengakuan itu secara tidak langsung menguatkan fakta bahwa ekonomi berbasis syariat cenderung stabil dan sehat dibanding ekonomi kapitalisme yang rapuh dan rentan krisis. Dihantam wabah, kapitalisme melemah. Mempraktikkan syariat terbukti membawa maslahat.
Praktik Syariat Mestinya Kaffah
Lembaga keuangan adalah bagian dari sistem ekonomi. Jika sistem ekonominya sehat dan bebas riba, maka hal itu akan berdampak positif bagi lembaga keuangannya. Dalam sistem ekonomi syariah, lembaga keuangan biasa dikenal dengan istilah Baitulmal. Di Baitumal inilah anggaran negara dikelola, baik pendapatan maupun pembelanjaan yang digunakan untuk kepentingan publik.
Meski Indonesia berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia, sistem politik ekonominya masih bersandar pada kapitalisme global. Jika syariat diambil dalam aspek ekonomi saja lalu aspek politik, pendidikan, dan hukumnya masih berbasis kapitalis sekuler, maka wujud rahmatan lil 'aalamin belumlah nampak secara riil dan menyeluruh.
Menerapkan sebagian syariat lalu mengabaikan sebagian hukum lainnya tidak akan mengantarkan pada kesejahteraan. Karena, sistem ekonomi berkelindan dengan sistem politik. Sistem politik selalu dipengaruhi ideologi yang menaungi. Maka dari itu, jika memang negara benar-benar serius ingin mengembangkan ekonomi berbasis syariat demi kesejahteraan masyarakat, maka hal itu tidak bisa diterapkan setengah-setengah.
Jika memang syariah diakui sebagai sistem baik, harusnya diikuti dengan mempraktikkan syariat Islam secara kafah. Janganlah mengambil syariat karena asas kemanfaatan semata. Seperti dana syariat atau lembaga keuangan syariat, sementara asas bernegara masih bernapas sekulerisme. Politiknya masih bertumpu pada kapitalisme.
Syariat Islam, Politik Ekonomi Ideal
Berbicara ekonomi sangat berkaitan erat dengan sistem politik suatu negara. Karena kebijakan politik sangat berpengaruh pada bagaimana sebuah negara menjalankan sistem ekonominya.
Dalam Islam, praktik ekonomi bukan sekadar mencari untung sebesar-besarnya dengan prinsip pasar bebas. Islam memandang syariat sebagai sistem kehidupan yang komprehensif. Artinya, Islam diterapkan secara menyeluruh dalam segala aspek kehidupan.
Dalam buku "Politik Ekonomi Islam" karya Abdurrahman Al Maliki, Asas politik ekonomi Islam tercakup dalam empat hal, yaitu:
Pertama, pandangan bahwa setiap orang, secara individual, perlu dipenugi berbagai kebutuhannya.
Kedua, pandangan bahwa kebutuhan primer (basic needs) setiap manusia harus dipenuhi secara menyeluruh; setiap orang-baik Muhammad, Hana, Fatimah atau Virginia-harus dijamin kehidupannya.
Ketiga, pandangan bahwa usaha mencari rezeki hukumnya mubah/halal. Hukum ini berlaku sama bagi setiap orang untuk memperoleh kekayaan yang dikehendakinya; ia akan serius bekerja demi meraih kemakmuran hidup.
Keempat, pandangan bahwa nilai-nilai luhur harus mendominasi semua interalksi yang terjadi antar individu di tengah masyarakat.
Dengan keempat pandangan inilah, sistem ekonomi syariat dibangun. Negara bukan sekadar berperan sebagai fasilitator dan regulator bagi kepentingan kapitalis. Namun, peran negara adalah bagaimana menjadikan lembaga keuangan bisa memenuhi kebutuhan dasar setiap individu; mengelola pembelanjaan negara untuk kepentingan rakyat; mengelola kekayaan alam milik umum serta mendistribusikannya secara adil dan merata kepada rakyat.
Negara tidak semestinya melakukan transaksi bisnis layaknya pedagang dan konsumen. Namun, peran negara adalah bagaimana ia melayani dan menjamin kebutuhan rakyat demi ksejahteraan mereka. Inilah yang tidak dimiliki sistem politik ekonomi kapitalis.
Maka dari itu, mengakui keunggulan lembaga keuangan syariat bukan hanya sekadar kagum, tapi harusnya ada dorongan kesadaran agar sistem kapitalisme yang gagal ini diganti dengan sistem yang jelas terbukti memberi kemanfaatan bagi seluruh rakyat. Yaitu negara menerapkan syariat secara kafah dalam sistem khilafah.
COMMENTS