Visi Umat Islam
Oleh: Elizma Mumtazah | Pemerhati sosial
'Izzudin bin 'Abdissalam, imam besar bergelar Sulthanul ' Ulama', dalam karyanya menyatakan, "Jika bukan karena pengangkatan seorang imam agung (khalifah) niscaya kemaslahatan di berbagai bidang akan terbengkalai, kerusakan akan terjadi dimana-mana, yang kuat akan menindas yang lemah dan yang jahat akan menindas yang baik" (Qawa id al-Ahkam fi Mashalih al- Anam, 2/90).
Tulisan pembuka diatas menunjukkan betapa khilafah yang pernah berlangsung benar-benar menjadi sumber dari berbagai kebaikan dan jelas mengancam kepentingan kekuasaan rezim diktator yang tunduk pada kepentingan dan perintah asing daripada tulus melayani kepentingan umat.
Hal senada diungkapkan Will Durant dengan jelas " Para khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas luar biasa. Menyediakan peluang bagi siapapun yang memerlukan dan memberi kesejahteraan selama berabad-abad."
Sebaliknya, ketiadaan khilafah mengakibatkan kerusakan serius diberbagai bidang selain dapat menyebabkan kesesatan.
Pasca keruntuhan khilafah Utsmaniyah pada tahun 1924, lewat tangan-tangan kotor Musthofa Kamal dan majikan-majikannya di Eropa. Sejak saat itulah, dunia tidak lagi aman dan terjamin. Saat ini telah menjadi nyata, umat sedang terbelenggu oleh sistem kapitalisme dengan ideologi sekulernya.
Ketika sebagian umat berkeinginan untuk menerapkan kembali syariah Islampun dihalangi dan diganjal dengan segala macam cara. Kaum liberal-sekuler menolak sekaligus takut dengan konsep Islam kaffah.
Penolakan bukan karena hal tersebut bertentangan dengan al-Quran dan al-hadis, tetapi karena mereka beranggapan Islam tidak cocok dengan cara pandang mereka yang menghapus peran agama dalam pengaturan kehidupan publik.
Akibat yang timbul dari pemikiran sekuler merupakan malapetaka bagi dunia. Karena hukum syara mulai ditinggalkan, sebagai gantinya aturan dan hukum buatan manusia.
Padahal otoritas tertinggi dalam tasyri', membuat UU adalah ditangan Allah Ta'ala.
Inil hukmu Illa lillah – kedaulatan hukum tertinggi adalah hanya milik Allah semata. Maka, manusia tidak boleh merampas hak Allah Ta'ala dengan menjadikan dirinya sebagai Syaari'.
Disaat yang sama, sebagai negeri muslim terbesar, Indonesia justru terus-menerus dalam cengkraman penjajah. Ketidakberpihakan pemerintah dan legislatif kepada rakyat. Hal ini tercermin dalam pembuatan peraturan dan perundangan banyak yang dibuat atas pesanan dan tekanan pemilik modal bahkan pihak asing. Tidak mengherankan ditengah pandemi Covid-19, undang-undang yang menguasai hajat hidup orang banyak pun diketuk palu dengan gampang. Misalnya UU Minerba, menurut Direktur IRESS, Marwan Batubara terkait UU tersebut para konglomerat dapat mengangkangi aset rakyat tersebut antara 29 hingga 39 tahun kedepan. " Bayangkan saja, keuntungan para kontraktir sekitar Rp 28 triliun pertahun!" tambahnya. " Para penyelenggara negara, memilih bekerja bagi kepentingan segelintir konglomerat dan penguasa asing!" simpulnya.
Semua itu membawa Indonesia kepada problem ekonomi yang dapat dilihat dari mahalnya harga kebutuhan bahan pokok, tingginya biaya pendidikan, terlantarnya pelayanan kesehatan dan perampokan kekayaan alam. Menjadikan bertambah derita rakyat dan makin karut-marut dalam segala bidang.
Hal demikian berpangkal dari pelaksanaan ideologi kapitalisme. Dunia tidak akan aman dan terjamin kecuali kapitalisme dan sistem selain Islam tidak lagi mengendalikan dunia dan digantikan dengan sistem kebenaran dan keadilan. Sebuah sistem pembawa kebaikan, kegembiraan hidup dan ketenangan yang akan menjadi negara bertanggung jawab dan mampu mengakhiri ancaman terhadap kesejahteran umat manusia. Betapa pentingnya institusi mulia itu. Keberadaannya bersifat urgen agar damai dunia akhirat.
Lalu bagaimana mewujudkannya? Ini hanya dapat dilakukan dengan penerapan sistem ekonomi Islam. Kepemilikan umum seperti tambang, listrik, laut dan hutan wajib dikelola oleh negara. Tidak boleh diserahkan kepada privat apalagi asing. Islam juga melarang kegiatan ribawi dan spekulatif di sektor keuangan.
Jika semua kepemilikan umum dikuasai dan dikelola negara, maka akan tersedia dana untuk memenuhi seluruh kebutuhan rakyat. Untuk itu, setidaknya ada beberapa hal yang dapat dilakukan negara.
Pertama, penyediaan infrastruktur seperti jalan, jembatan, pelabuhan dan pasar dapat menggerakkan roda perekonomian. Kedua pemberian gaji dan tunjangan layak bagi pejabat dan pegawai negara. ketiga mendanai pembangunan tanpa harus berhutang. keempat pelayanan yang murah bahkan gratis atas kebutuhan pokok seperti pendidikan, kesehatan, transpormasi.
Semua solusi diatas bukan sebatas dalam tataran konsep semata. Perjalanan panjang sejarah Islam membuktikan solusi tersebut benar-benar dapat direalisasikan. Itu terjadi di bawah naungan negara yang menerapkan Islam secara kaffah.
Khilafah mempunyai visi besar memotong garis ketergantungan pada bantuan asing. Sistem keuangannya didasarkan prinsip yang sehat. Tercipta rahmat bagi seluruh alam.
COMMENTS